Tanah Suci yang Melampaui Surga

Kita melihat pemandangan yang sangat mengharukan di Sanatorium Losheng. Di dalam hati saya, Sanatorium Losheng bagaikan sebuah Tanah Suci yang melampaui surga. Saya masih ingat pada tahun 1978, dari sebuah majalah, saya mengetahui kondisi kehidupan yang sulit di Sanatorium Losheng. Lalu, saya segera pergi ke sana bersama dengan beberapa anggota komite kita karena saat itu terjadi sebuah topan yang membawa kerusakan bagi Sanatorium Losheng. Kehidupan para penghuni di sana memang sudah sulit, ditambah lagi dengan angin dan hujan yang tidak berperasaan. Saya sungguh tidak tega melihat kondisi mereka. 

Pada kunjungan kali itu, saya bertemu dengan beberapa lansia di sana yang kehilangan daya penglihatan dan menderita cacat anggota gerak. Contohnya, Paman Jin yang pernah jatuh dan lukanya tak kunjung sembuh meski sudah beberapa bulan. Dia menggunakan dua tongkat penyangga untuk datang bertemu saya. Setelah berbincang dengannya dan memahami kondisi di sana, kami memutuskan untuk memberikan bantuan makanan guna memenuhi kebutuhan gizi mereka. Setelah itu, kami segera mencari cara untuk mengubah kondisi lingkungan di sana agar lebih baik. Karena itu, kami merekrut empat orang untuk membantu membersihkan lingkungan dan memperhatikan kebutuhan para penghuni di sana. Kami membantu membersihkan tempat itu. 


Para penghuni di sana sangat menghargai berkah. Saya berkata, “Ranjang itu terlalu tinggi sehingga tidak leluasa untuk naik dan turun. Apa sebaiknya kita menggantinya dengan yang baru?” Mereka bersikeras untuk tidak menggantinya karena tempat di bawah ranjang itu adalah lemari mereka. Mereka menyimpan banyak barang di bawah ranjang. Jadi, ranjang itu sudah seperti seluruh harta mereka karena bagian bawah ranjang dijadikan sebagai lemari. Baik baskom, botol, pakaian, maupun yang lain-lain, semuanya mereka simpan di bawah ranjang. Melihat kondisi kehidupan mereka begitu sulit, kita membantu merenovasi sedikit lingkungan mereka dan mengajak penghuni yang menderita penyakit ringan. 

Selama dua hingga tiga tahun pertama, Paman Jin mengira Tzu Chi adalah sebuah konsorsium. Hingga suatu kali, dia melihat sebuah majalah Tzu Chi. “Di dalam majalah itu, saya melihat banyak orang menyumbangkan dana kepada Tzu Chi. Ada orang yang berdana 10 dolar NT atau 20 dolar NT. Tidak ada orang yang berdana lebih dari 50 dolar NT. Kami sangat terkejut. Ini karena selama ini kami berpikir dana Tzu Chi berasal dari donasi besar orang-orang yang tersimpan di dalam bank dan diberikan kepada kami setiap bulan. Kami tidak menyangka dana Tzu Chi berasal dari himpunan donasi sebesar 10 dolar NT dan 20 dolar NT,” ungkap Paman Jin (Jin Yin-zhen), penghuni Sanatorium Losheng. 

Mereka baru tahu bahwa dana Tzu Chi berasal dari himpunan donasi kecil. Setiap bulan, kita memberikan bantuan kepada mereka sebesar 15.000 dolar NT. Karena itu, mereka terus berkata kepada saya bahwa mereka ingin hidup mandiri dan berhenti menerima bantuan dari Tzu Chi. Namun, karena merasa tidak tega, kita terus memberikan bantuan kepada mereka. Bantuan ini terus berlanjut selama setahun atau dua tahun. Paman Jin dan penghuni lainnya terus datang dan meminta kita berhenti memberikan bantuan untuk mereka karena mereka tahu Tzu Chi tengah kesulitan menggalang dana untuk membangun rumah sakit. 


Saat itu, ada seorang penghuni bernama Jin-yuan yang berasal dari keluarga berada di wilayah Taiwan selatan. Karena menderita penyakit itu, dia juga diantar ke sanatorium. Kondisi keluarganya lebih baik. Suatu hari, dia mendengar siaran radio tentang, “Mengundang insan berhati mulia di seluruh dunia untuk bersama-sama menggarap ladang berkah, puluhan ribu kuntum teratai hati menciptakan dunia Tzu Chi.” Dia sangat tersentuh saat mendengarnya. Lalu, dia berkata kepada Paman Jin untuk membantu “menggalang “teratai hati”. 

Setiap hari, dengan berjalan menggunakan tongkat, dia menggalang dana dari semua penghuni di sana. Dia berkata, “Anda bisa menyumbang satu teratai, yaitu 10.000 dolar NT.” Ada orang berkata, “Saya tidak mampu menyumbang satu teratai.” Dia berkata, “Tidak apa-apa.” “Dua atau tiga orang bisa patungan menyumbang satu teratai.” Ada orang akan bertanya, “Bagaimana bisa satu teratai dibagi tiga orang? Bagaimana jika hanya dua orang?” Dia sangat bijaksana, dia berkata, “Kalian bisa jadi kembar dua atau kembar tiga.” 


Weng Yue, penghuni Sanatorium Losheng yang menggalang dana tersebut menjelaskan, “Masing-masing dari mereka mendonasikan 5.000 dolar NT. Saya berkata, ‘Begini saja. Dengan satu bunga teratai ini, kalian berdua bisa duduk bersama menuju alam Sukhavati. Kalian bisa jadi saudara kembar. Satu orang 5.000 dolar NT, dua orang jadi 10.000 dolar NT. Jadi, kalian bisa menuju alam Sukhavati sebagai saudara kembar.’ Mereka semua tertawa mendengarnya.” Dia bahkan mendonasikan harta warisan yang dia dapat dari keluarganya. Dia mendonasikan jutaan dolar NT kepada Tzu Chi. Kisah ini sungguh membuat orang tersentuh. 

Setiap kali, jika melakukan perjalanan ke Taipei, saya selalu mengunjungi mereka. Mereka semua sangat dekat dengan saya. Mereka selalu menantikan kedatangan saya. Setiap kali saya berkunjung, meski tak bisa melihat saya, dengan hanya mendengar suara saya saja mereka sudah merasa gembira. Belasan tahun yang lalu, Bapak Huang, salah seorang penghuni sanatorium itu datang bertemu saya di Kompleks Tzu Chi Guandu. Dia datang dengan membawa semua uang tabungannya. Saat itu, dia sudah berusia 90 tahun lebih. Dia sudah hampir berusia 100 tahun. Dia mengumpulkan semua tabungannya dan memberikannya kepada saya dengan harapan saya bisa membantunya menciptakan berkah bagi umat manusia. 


Pada saat itu, lewat interaksi dengan para penghuni di Sanatorium Losheng, kita semakin memahami bahwa meski hidup dalam kondisi serba sulit, mereka bisa mengatasi penderitaan akibat penyakit untuk mengasihi orang yang tak ada hubungan darah dengan mereka. Saya masih ingat mereka selalu berkata, “Tempat kami ini seperti kebun binatang karena orang-orang menganggap kami sebagai makhluk aneh dan lain-lain.” Mereka selalu berkeluh kesah seperti itu. Saya akan berkata kepada mereka, “Di dalam hati saya, kalian bukan terisolasi, tetapi kalian yang mengisolasikan dunia luar. Karena kondisi luar sudah tercemar, tidak seharusnya masuk ke tempat itu. Hati kalian begitu murni. Jadi, ini adalah Tanah Suci yang melampaui surga.” Sejak saat itu, hati mereka mulai terbuka. Mereka mulai memahami hukum sebab akibat. Pada kehidupan ini, mereka harus menerima buah karma dari kehidupan lalu dengan sukarela. 

Inilah kenangan yang pernah kita tinggalkan di Sanatorium Losheng. Baiklah. Kehidupan ini penuh dengan penderitaan. Kita harus menggunakan hati penuh cinta kasih. Janganlah kita memandang mereka dengan pandangan diskriminatif. Kita harus menggunakan kesetaraan cinta kasih dan welas asih untuk memandang semua makhluk. Inilah kehidupan yang baik.

  

Mengenang jalinan jodoh baik di Sanatorium Losheng

Menumbuhkan teratai hati di seluruh dunia

Seorang lansia berdana kepada Tzu Chi tanpa memiliki pamrih

Melihat Tanah Suci yang melampaui alam surga

 

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita

Ditayangkan tanggal 1 Agustus 2014.

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -