Intisari Dharma: Ikrar dari Semut Kecil

Saya sering menjelaskan analogi dari “Semut Kecil dan Gunung Semeru”. Setiap hari, saya melihat seekor semut kecil di sudut jam kecil yang ada di meja saya. Semut itu bagaikan tiga buah bibit yang digabungkan bersama.
Waktu terus berlanjut. Namun, saya melihat semut kecil yang tetap ditempat dan tidak bergeming, tetap di sudut jam meja. Kapankah semut ini bisa mendaki gunung Semeru?
Ketika saya memikirkannya, saya merasa sangat sedih! Sungguh banyak sekali bencana yang telah terjadi di dunia ini dan begitu banyak yang ingin dicapai, tetapi hidup sangatlah singkat, dan sumber daya manusia juga semakin sedikit. Walaupun alam semesta ini tiada akhir dan begitu juga dengan waktu, hidup kita sangatlah terbatas.
Baru-baru ini, saya mengetahui bahwa banyak negara, seperti Malaysia, Filipina dan Amerika, mengalami curah hujan yang seharusnya dalam siklus setahun, namun telah menjadi hanya beberapa hari. Kondisi banjir yang tinggi hingga ke atap rumah, dan orang-orang mengayuh kapal di jalanan. Curah hujan yang tinggi seperti sekarang ini, belum pernah terjadi dalam kurun lebih dari seratus tahun.
Saudara se-Dharma Song Yigang ShiXiong, CEO dari Tzu Chi Australia, berbagi kisah mengenai salah seorang relawan Tzu Chi yang rumahnya mengalami banjir. Namun, relawan tersebut masih tetap menggenggam kesempatan dalam kegiatan tanggap darurat, dengan turut menyiapkan kebutuhan bantuan, dan menyalurkan makanan serta minuman kepada para korban banjir.
Untuk para relawan Tzu Chi yang berada di Australia, saat bencana melanda, hal pertama yang dipikirkan adalah saling menolong sesama. Mereka meninggalkan rumah mereka sendiri dan mengabdikan dirinya kepada “keluarga yang lebih besar.”
Jika semua orang hanya peduli dengan rumahnya sendiri, maka tidak akan cukup sumber daya manusia untuk membersihkan setiap rumah. Saat ini, masyarakat terdiri dari banyak keluarga-keluarga kecil, tentu saja termasuk para orang tua lanjut usia yang tinggal sendiri. Mungkin saja hanya ada dua maupun empat tangan untuk membersihkan. Maka dari ini, setelah kejadian bencana, kita harus mengajak setiap orang untuk saling memperhatikan sesama. Dengan kumpulan kekuatan bersama, kita bisa membantu yang lain, sehingga mereka yang terbantu juga bisa membantu keluarga dan teman-temannya. Begitu juga, keluarga dan teman-teman mereka bisa menolong lebih banyak orang lagi, sehingga siklus ini akan terus berlanjut.
Dari rumah ke rumah, tetangga ke tetangga, semua saling bekerja sama dengan harmonis. Dengan demikian, setiap desa dan penduduk tentunya akan lebih cepat bangkit kembali. Kita membutuhkan masyarakat setempat untuk mengajak sesama, dengan usaha bersama membantu sesama masyarakat, lingkungan dan desa.
Kita haruslah mendorong sifat “berlapang dada”; kita tidak bisa hanya melindungi diri kita sendiri saja. Dalam perkembangan spiritual, kita harus mengingatkan diri kita agar “senantiasa menggunakan kebijaksanaan untuk mengembangkan diri dan juga perilaku.” Tidaklah benar hanya menanyakan kepada orang lain, “Apakah anda telah melatih diri?” tanpa diri sendiri telah melakukannya.
Di saat kita melatih diri dalam tindakan, kita harus senantiasa merefleksikan diri kita untuk melihat apakah pandangan kita telah benar dan apakah kita memiliki pemikiran yang terbuka. Disaat ada kejadian menimpa lingkungan kita, maka kita harus bekerja sama dengan masyarakat setempat dan mengabdikan diri kita untuk dunia. Dengan demikian, barulah kita semua bisa hidup dengan aman.
Konsep ini sama dengan “semut kecil”. Sekelompok semut-semut akan mampu mengangkat sebuah biskuit yang besar. Di saat yang sama, selama semut kecil memiliki kemauan, pastilah ia akan mampu mendaki gunung Semeru. Jika kita tidak pernah mengambil tindakan apapun, maka kita akan terus berada di bawah kaki gunung dan menyaksikan betapa tingginya gunung, bagaimana caranya agar bisa mendaki gunung Semeru? Jika pandangan kita tidak benar, bagaimana kita bisa membabarkan ajaran Buddha Dharma kepada yang lainnya? Kita bisa menjadi contoh baik jika kita mampu melatih diri dan memberikan kemampuan dari diri kita kepada yang membutuhkan bantuan.
Setiap “semut kecil” sudah selayaknya memiliki kekuatan ikrar untuk membimbing yang lain. Sang Buddha hadir di dunia untuk mengajar dan membimbing semua makhluk untuk mampu membentuk aspirasi yang besar dan memegang ikrar. Setelah kita mampu membentuk aspirasi dan berikrar maka kita tentunya harus tekun melatih diri dengan sepenuh hati. Semoga semua orang bisa bersatu hati dan melakukan kebajikan di dunia ini bersama-sama. Dengan demikian maka dunia akan tentram dan damai.
Dihimpun dari ajaran Master Cheng Yen dari perbincangan dengan relawan Tzu Chi pada 8 Maret 2022.
Diterjemahkan oleh: Olivia Tan (He Qi PIK)