Intisari Dharma: Pelajaran Besar yang Mengumpulkan Orang-orang dan Cinta Kasih

Saya sering mengatakan bahwa “ketidakkekalan bisa hadir dalam sekejap.” Mungkin ini terdengar hanyalah sekedar kata-kata, namun inilah realita kehidupan. Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 3 April di Hualien sangat besar. Dapat dikatakan bahwa kita telah “menerima akibat yang cukup ringan dari ganjaran karma berat”. Namun yang terpenting, hal ini membantu orang menyadari bahwa hidup ini tidak kekal. Ini adalah sebuah pelajaran yang besar.
Dalam ajaran Buddha, hal pertama yang Beliau harapkan agar kita pahami adalah konsep dari “ketidakkekalan, penderitaan, dan kekosongan”. Ketidakkekalan itu seperti apa? Sekarang kita sudah tahu. Gempa berkekuatan 7,2 SR ini terjadi tanpa adanya peringatan. Tiba-tiba, semuanya berguncang, jadi kita patut bersyukur sebagian besar Taiwan masih dalam kondisi aman.
Umat Buddha sering berkata, “Semoga Buddha dan Bodhisatwa melindungi kita.” Namun nyatanya, kita juga harus bersyukur atas karma baik kolektif semua makhluk hidup di sekitar kita. Kita harus memurnikan hati orang-orang agar mengedepankan hati yang penuh kasih. Dengan demikian, lebih banyak orang melakukan perbuatan baik, yang kemudian akan berkontribusi terhadap karma kolektif kita. Ketika kekuatan kebaikan menciptakan energi yang kuat maka kita akan terlindung dari bencana.
Setelah kejadian gempa, saya naik mobil mengelilingi jalanan Hualien. Melihat ke luar jendela mobil di kedua sisi, saya terus-menerus merasa bersyukur. Sebagian besar yang saya lihat masih aman dan baik-baik saja. Baru setelah kami mencapai pusat kota, saya melihat seluruh bangunan menjadi miring. Malam itu juga saya melihat berita di televisi bahwa bangunannya semakin miring. Dengan kecepatan yang tidak terlihat oleh mata, perlahan-lahan semakin miring.
Kami dapat merasakan gempa dan melihat bangunan menjadi miring. Ini adalah penampakan yang jelas. Namun, kemiringan yang terus-menerus tidak kentara. Hal yang tidak kentara inilah yang menjelaskan adanya proses terbentuknya, keberadaan, pembusukan, dan lenyapnya segala sesuatu. Apa yang saya lihat adalah “kerusakan”, dan ketika bangunan-bangunan itu akhirnya dibongkar, mereka akan “menghilang”. Kita harus sangatlah bersyukur karena masih diberi keselamatan! Untungnya, setiap orang masih selalu memiliki hati yang penuh syukur dan hati serta tindakan dari para Buddha dan Bodhisatwa.
Gempa bumi ini adalah “pelajaran besar di zaman kita”. Sebuah peristiwa besar telah terjadi, sehingga ketidakkekalan yang terjadi menimbulkan keresahan dan kecemasan bagi semua orang dan juga menyebabkan banyak orang kehilangan tempat tinggal. Saya baru saja memberi tahu CEO kita, Yen Po-wen, bahwa Tzu Chi didirikan di sini di Hualien, jadi sekarang ketika ada terjadi bencana di Hualien, kita harus lebih proaktif mengajak kolaborasi bersama dengan pemerintah daerah dalam merencanakan upaya bantuan dan rekonstruksi.
Penggalangan dana bukanlah satu-satunya aspek. Lebih penting mengumpulkan orang-orang dengan cinta kasih. Cinta kasih yang ingin kita kumpulkan dan inspirasikan adalah “cinta yang terbangkitkan”. Dalam agama Buddha, Bodhisatwa disebut sebagai “makhluk dengan cinta kasih yang telah terbangkitkan”. Kita harus merekrut Bodhisatwa. Dengan lebih banyak orang maka kekuatan cinta akan menjadi lebih besar. Orang-orang datang berkumpul untuk bersumbangsih, mengambil “pelajaran besar di zaman kita,” dan memulai lembaran hidup yang baru.
Sutra Teratai merinci perumpamaan tentang sekelompok orang yang mencari harta karun, dengan seorang guru yang membimbing mereka di sepanjang jalan. Ketika mereka mulai lelah berjalan, guru mencari tempat dan berkata, “Mari kita beristirahat sejenak.” Namun tak lama kemudian, guru itu berkata, “Mari kita mulai bergerak lagi, karena tempat harta karun ini tidak jauh lagi.” Tidak peduli seberapa panjang jalan yang kita tempuh, kita tidak boleh membiarkan waktu berlalu dengan sia-sia, kita harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
Tempat harta karun dalam cerita ini dapat dianalogikan sebagai tujuan perjalanan spiritual kita, yang dicapai dengan sungguh-sungguh menapaki Jalan Bodhisatwa. Karena setiap orang pada dasarnya memiliki sifat Kebuddhaan maka kita terus berjalan di Jalan Bodhisatwa dan bersumbangsih tanpa meminta imbalan apapun. Saya sering mendengar Anda berkata, “Saya bersyukur!” Inilah mempraktikkan Jalan Bodhisatwa dengan perasaan tenteram.
Kita telah bersumpah untuk bersumbangsih. Ketika seseorang menerima apa yang kita berikan, sudah selayaknya kita bersyukur. Jika tidak ada yang membutuhkan bantuan kita, kita tidak akan mempunyai kesempatan untuk memberi. Kita harus terus-menerus memikirkan rasa syukur, memanfaatkan sebab dan kondisi yang baik, dan segera mengajarkan kepada orang lain ketika ada kesempatan.
Kita tidak dapat mengetahui dan menghentikan ketidakkekalan. Satu-satunya hal yang harus kita pahami adalah bagaimana menjadi sosok yang memiliki “disiplin diri dan dihormati.” Apa yang dimaksud dengan “disiplin diri dan dihormati?” Kita harus menghargai kehidupan semua makhluk hidup. Semua sutra dan risalah menganjurkan untuk menghargai kehidupan dan membantu makhluk hidup. Makhluk biasa berbicara tentang keinginan untuk “menyelamatkan makhluk hidup,” namun masih banyak yang memakan daging makhluk hidup setiap kali mereka makan. Oleh karena itu, manusia masih membohongi diri sendiri; mereka mungkin melantunkan sutra, namun tindakan mereka tidak mencerminkan ajaran sutra. Kita harus konsisten dalam perkataan dan tindakan kita agar benar-benar bisa memiliki “disiplin diri dan dihormati,” senantiasa menjaga pola pikir yang benar ketika menghadapi ketidakkekalan.
Gempa bumi telah memberi kita pelajaran yang luar biasa. Marilah kita menenangkan pikiran dan mengevaluasi diri kita sendiri. Apakah sebenarnya nilai hidup kita sendiri? Kemudian, kita harus mengingatkan diri kita sendiri untuk tekun berusaha menuju Jalan Bodhisatwa yang agung. “Tempat harta karun ini sangatlah dekat.” Kita tidak boleh berhenti atau bermalas-malasan; kita harus terus maju.
Selama bertahun-tahun, Tzu Chi telah membantu pengungsi Suriah di Turki dalam bidang pendidikan. Relawan Tzu Chi mengajarkan kepada anak-anak pengungsi agar selalu berpikiran baik. Saat mengajarkan untuk berbagi dengan orang lain, beberapa dari anak-anak ini masih tidak memiliki uang, maka para relawan berkata, “Kamu bisa menuliskannya di kertas.” Jadi, mereka menulis “lima dolar” atau “sepuluh dolar” pada selembar kertas, melipatnya, dan dengan penuh hormat memasukkannya ke dalam celengan bambu. Demikian juga antara kebajikan dan pahala bukanlah hal yang dapat diukur.
Pahala dan kebajikan datang dengan adanya tindakan. Kita harus memanfaatkan kesempatan untuk bersumbangsih dalam pendidikan. Kita bisa membangkitkan cinta kasih dari diri kita dengan bersumbangsih semampu kita. Hal ini juga tentunya tidak akan mempengaruhi urusan sehari-hari seperti urusan keluarga. Selain membangkitkan cinta kasih dalam diri kita, kita juga dapat menyumbangkan Dharma bajik kepada orang lain. Ketika kita melakukannya, maka kita sedang “menyebarkan Dharma demi manfaat bagi makhluk hidup.”
Dihimpun dari ajaran Master Cheng Yen dari perbincangan dengan relawan Tzu Chi dan pengurus kehormatan dari Yilan pada 12 April 2024
Diterjemahkan oleh: Olivia Tan (He Qi PIK)
Diterjemahkan oleh: Olivia Tan (He Qi PIK)