Master Bercerita: Festival Gadhimai

Yang paling merepotkan adalah saat pikiran bergejolak. Pikiran yang bergejolak dapat membuat kita berjalan menyimpang. Semakin berjalan ke arah yang menyimpang, kita semakin menuju kegelapan sehingga tidak dapat membangkitkan sifat hakiki kita yang murni dan jernih. Saat hati tidak dapat tenang, maka kita akan menuju kegelapan.

Di wilayah selatan Nepal, ada sebuah festival. Setiap 5 tahun sekali, di tempat itu diadakan  sebuah festival yang melibatkan persembahan hewan. Festival itu disebut Festival Gadhimai. Ini adalah nama dari seorang dewi. Festival ini dimulai pada 400 tahun lalu.

Ada seorang tuan rumah yang pada suatu hari terlibat masalah. Suatu hari, saat sedang tidur, dia bermimpi tentang Dewi Gadhimai yang memberitahunya untuk memberikan persembahan darah segar setiap 5 tahun sekali. Setelah bangun, dia pun dibebaskan dari penjara. Karena mimpi itu, tuan rumah itu mengadakan persembahan hewan secara besar-besaran setiap 5 tahun sekali.


Banyak hewan yang dikirim dari tempat yang jauh demi menggelar festival ini. Semuanya berjumlah hampir 300.000 ekor, meliputi burung merpati, tikus, kambing, babi, kerbau, dan lain-lain. Para peserta mengenakan pita merah pada kerbau, lalu berbondong-bondong menyeret hewan mereka ke lokasi tempat festival diadakan. Hewan-hewan lain juga dibawa untuk berkumpul di lokasi.

Begitu waktunya tiba, hewan-hewan itu akan disembelih. Kepala kerbau dipenggal tanpa ampun. Di lokasi persembahan itu terlihat hewan tumbang satu per satu. Setiap 5 tahun sekali, hewan yang dibunuh mencapai lebih dari 300.000 ekor. Setiap lima tahun sekali, lebih kurang ada 2,5 juta orang berkumpul di sana untuk memberi persembahan.

Tempat itu berjarak 140 kilometer dari bagian selatan Kathmandu. Di sana ada sebuah Desa Bariyarpur yang terdapat Candi Gadhimai. Festival persembahan darah segar ini sudah diadakan sekitar 400 tahun.


Pada tanggal 28 Juli 2015 lalu, pengurus candi itu mengeluarkan pengumuman untuk menghentikan persembahan hewan itu. Pengurus candi itu juga mengatakan bahwa festival itu sudah diadakan 400 tahun. Karena itu, mereka menghadapi tantangan besar untuk menghentikannya. Akan tetapi, pengurus candi itu berkata bahwa mereka akan berusaha membimbing para umat agar berpikiran benar dan menghentikan pembunuhan hewan. Dia berharap para umat menyadari bahwa membunuh hewan dengan cara yang kejam seperti itu sangatlah tidak manusiawi.

Sejak pengumuman itu dikeluarkan, festival persembahan itu pun dihentikan sehingga nyawa 300.000 ekor hewan dapat terselamatkan. Sejak saat itu, banyak hewan dapat hidup dengan aman dan tenteram. Ini sungguh hal yang menggembirakan. Inilah ketersesatan umat manusia. Hanya karena sebuah mimpi, Hanya karena sebuah mimpi, tuan rumah itu menjadikan praktik pemberian persembahan sebagai tradisi dalam keyakinan mereka.


Kita harus tahu bahwa hewan sama seperti manusia. Mereka juga merasakan kesakitan. Mereka juga memiliki darah dan daging. Mereka juga takut akan rasa sakit dan kematian. Kini terdapat banyak flu burung dan penyakit mulut dan kuku. Kini virus hewan telah menular ke manusia. Flu manusia juga dapat menular ke hewan, begitu pula sebaliknya.

Hewan dan manusia sama-sama memiliki nyawa. Manusia takut rasa sakit dan takut mati, hewan juga takut sakit dan mati. Kita memiliki nyawa, mereka juga memiliki nyawa. Bagaimana boleh kita tega membiarkan mereka menanggung begitu banyak penderitaan?


Karena itu, kita harus merenung dan melatih diri sebaik mungkin. Sesungguhnya, setiap orang memiliki sifat hakiki yang murni dan jernih. Kita harus menjaga pikiran dengan baik dan merenung baik-baik apa kebenaran dari kehidupan ini.

Sebagai manusia, bagaimana pandangan kita terhadap nilai kehidupan hewan? Kita harus memahami perasaan semua makhluk. Jika tidak, maka pikiran kita akan berjalan menyimpang. Contohnya, sebuah mimpi saja dapat menjadi tradisi pembunuhan hewan secara besar-besaran selama 400 tahun. Ini karena kepercayaan pada takhayul. Untungnya, kini tradisi itu sudah dihapus. Ini bagaikan secercah cahaya di tengah kegelapan. Cahaya kebenaran telah berpancar dan menyinari pintu hati manusia.


Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -