Master Bercerita: Kehidupan Lampau dan Sekarang


Berkah di kehidupan sekarang berasal dari kebajikan yang kita pupuk di kehidupan lampau. Berhubung telah membina berkah dan kebijaksanaan di kehidupan lampau, kini kita dapat mempelajari Dharma serta mengembangkan welas asih, kebijaksanaan, dan kebajikan. Di kehidupan lampau, kita bukan hanya memupuk kebajikan, tetapi juga menjaga akar kebajikan.

Kita sering berkata bahwa kita harus turut bersukacita atas perbuatan baik orang lain. Turut bersukacita atas perbuatan baik orang lain memang sangat baik. Namun, alangkah baiknya jika kita dapat terus membina niat baik dan memupuk pahala. Akar kebajikan kita harus tertanam dalam. Kita harus bersumbangsih dengan teguh. Jika telah memupuk kebajikan di kehidupan lampau, kita akan dipenuhi berkah di kehidupan sekarang.


Dipenuhi berkah belum tentu memiliki banyak uang, tetapi kita pasti akan bertemu dengan mitra bajik dan memiliki jalinan jodoh untuk bersumbangsih di tengah masyarakat. Inilah berkah yang sesungguhnya. Karena itu, setelah mendengar Dharma di kehidupan sekarang, kita harus menggenggam waktu untuk mempraktikkannya.

Hidup di dunia ini, kita harus percaya pada hukum sebab akibat yang berkaitan dengan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Berkah di kehidupan sekarang berasal dari kebajikan yang kita pupuk di kehidupan lampau. Karena itu, kita harus menjaga akar kebajikan. Berhubung telah membina berkah dan kebijaksanaan di kehidupan lampau, barulah kita dapat mendengar Dharma di kehidupan sekarang dan segera mempraktikkannya secara nyata.


Suatu hari, Raja Prasenajit memimpin para menterinya memohon kepada Buddha untuk menerima persembahannya. Buddha berkata, "Yang Mulia sudah sering memberi persembahan. Mengapa kali ini Yang Mulia begitu khidmat?" Raja pun berkata, "Aku berharap ajaran Buddha dapat menyebar ke seluruh negeri dan dipahami oleh seluruh rakyat." Buddha menerima permohonannya dan sang raja pun pulang dengan penuh sukacita untuk mempersiapkan persembahan.

Persembahan disediakan dari dalam istana hingga ke luar tembok kota. Buddha memimpin para anggota Sangha datang untuk menerima persembahan. Semua orang dipenuhi sukacita. Setelah menerima persembahan, Buddha mulai membabarkan Dharma di sana.


Saat itu, ada dua orang pedagang kecil yang kebetulan lewat dan mendengar ajaran Buddha. Salah satu di antaranya membangkitkan rasa hormat dan memutuskan untuk menjunjung Dharma, sedangkan yang lainnya meremehkan serta mengibaratkan Buddha sebagai lembu dan Sangha sebagai kereta lembu yang menerima persembahan orang di mana-mana. Dia meremehkan dan tidak hormat pada mereka.

Setelah meninggalkan tempat itu, mereka berdua beristirahat di sebuah gazebo. Pedagang pertama masih tenggelam dalam ajaran Buddha dan dipenuhi sukacita, sedangkan yang lainnya meremehkan dan mulai minum minuman keras. Di bawah pengaruh minuman keras, dia tiba-tiba menggila hingga jatuh terguling-guling ke luar gazebo. Kebetulan, sebuah kereta lewat dan melindasnya hingga tubuhnya hancur berkeping-keping.


Saat menyadari bahwa dia tidak ada di gazebo, pedagang pertama pun mulai mencarinya. Dia lalu menemukan jasadnya yang telah hancur berkeping-keping. Dia sangat takut melihatnya. Dia berpikir, "Jika aku pulang ke kampung halaman, orang-orang mungkin akan mengira bahwa aku membunuhnya demi uang." Jadi, dia tidak berani pulang. Dia mulai berkelana dan meninggalkan kerajaan itu.

Menjelang ajalnya, raja sebuah negeri kecil berpesan kepada para menterinya, "Jika kuda ajaibku berlutut pada seseorang, berarti dialah orang yang bisa mengurus kerajaan dan memimpin para menteri." Setelah itu, sang raja pun meninggal dunia. Para menteri pun membawa kuda itu untuk mencari orang yang disebutkan sang raja.


Pedagang yang bersukacita mendengar Dharma itu kebetulan berjalan melewati tempat itu. Kuda itu berjalan menghampiri pedagang itu serta berlutut di hadapannya dan menyentuh kedua kakinya dengan kepala. Melihatnya, para menteri berkata, "Dialah raja baru kita." Dengan penuh hormat, mereka mengundang pedagang itu ke istana dan menjadikannya sebagai raja.

Dia sendiri sangat gelisah. "Mengapa aku bisa mewarisi takhta? Bagaimana hendaknya aku memimpin negeri ini? Aku harus meminta petunjuk dari Buddha." Dia pun menemui Buddha dan bersujud dengan tulus dan penuh hormat. Dia bertanya, "Sesungguhnya, apakah jalinan jodoh di balik semua ini?" Buddha tersenyum dan berkata, "Ini berkat berkah yang Yang Mulia pupuk di kehidupan lampau dan rasa hormat Yang Mulia terhadap Dharma. Saat memimpin sebuah kerajaan, Yang Mulia hendaknya mempertahankan kebajikan. Dengan demikian, para menteri akan mendukung Yang Mulia." Setelah Buddha berkata demikian, para menteri pun paham dan berkata, "Kami semua bersedia mendukung Yang Mulia memimpin kerajaan dengan kebajikan."


Ini merupakan sebuah kisah dalam Sutra Buddha. Kita harus memahami hukum sebab akibat. Kita dapat mendengar Dharma di kehidupan sekarang berkat jalinan jodoh yang kita akumulasi di kehidupan lampau. Setelah mendengar Dharma, kita harus mempraktikkannya secara nyata. Karena itulah, Buddha berkata, "Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk." Berhubung pikiran adalah sumber dari segala sesuatu, maka saat timbul rasa hormat dalam pikiran kita, kita akan menuju jalan kebajikan.


Jika kita dapat mempertahankan kebajikan dalam pikiran kita serta menunjukkan rasa hormat dari dalam hati kita lewat ucapan dan perbuatan kita, secara alami berkah dan kebahagiaan akan senantiasa menyertai kita. Bagaikan bayangan kita, ke mana pun kita pergi, berkah akan selalu menyertai. Jadi, kita harus memahami bahwa meski kita selalu bersumbangsih tanpa pamrih, tetapi berkah akan selalu menyertai kita.


Contohnya kisah dan penggalan Dharmapada yang saya bagikan tadi. Asalkan kita memupuk berkah di kehidupan lampau, maka saat mendengar Dharma di kehidupan sekarang, hati kita akan dipenuhi sukacita, berkah akan selalu menyertai kita, dan kita dapat bersumbangsih bagi masyarakat.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Felicia (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -