Master Bercerita: Kesempatan Kedua si Terpidana Mati

Sulit bagi batin kita untuk tidak terpengaruh oleh kondisi luar. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak terpengaruh oleh apa yang kita dengar dan lihat, itu sungguh sangat sulit.

Saat kita duduk dan menenangkan pikiran, kita mungkin akan mendengar bunyi kipas angin, bunyi kendaraan dari tempat yang jauh dan dekat, serta kicauan burung di atas pohon. Baik jauh maupun dekat, kita dapat membedakannya dari bunyinya.

Saat kita menyadari bahwa bunyi sebuah kendaraan berasal dari tempat yang jauh, berarti pikiran kita terpengaruh oleh kondisi yang jauh. Saat kita menyadari bahwa kendaraan tersebut semakin dekat, berarti pikiran kita terpengaruh oleh kondisi yang dekat. Bahkan, di tengah kondisi yang sangat tenang, kita juga bisa mendengar bunyi lirih dari kipas angin. Singkat kata, kehidupan sehari-hari kita tak lepas dari pendengaran dan penglihatan.


Batin kita sering kali bergejolak mengikuti bunyi yang terdengar serta wujud dan warna dari materi yang terlihat. Berhubung kondisi luar terus berubah, kondisi batin kita pun ikut berubah-ubah. Karena itu, berada dalam suatu kondisi, tetapi tidak terpengaruh olehnya, itu sungguh sangat sulit.

Dalam Sutra terdapat sebuah kisah seperti ini.

Ada seorang raja yang merupakan umat Buddha yang taat. Dia sering mendengar ajaran Buddha, tetapi tidak paham bagaimana menenangkan pikiran. Suatu hari, dia berkata pada menterinya, “Orang seperti apakah yang tidak akan terpengaruh oleh kondisi luar?” Sebagian menteri berkata, “Itu mustahil.”


Salah satu menteri berkata, “Ada satu cara. Yang Mulia boleh mencobanya.”

Raja berkata, “Cara apa?”

Menteri itu berkata, “Yang Mulia bisa menggunakan terpidana yang akan dihukum mati dalam waktu dekat untuk melakukan percobaan. Letakkan semangkuk minyak di atas kepalanya dan katakan padanya bahwa asalkan minyak di kepalanya tidak tumpah, dia bisa terbebas dari hukuman mati. Aku yakin bahwa dia akan sangat bersungguh hati.”


Raja berkata, “Jika dia memiliki kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh kondisi luar, dia pantas untuk dibebaskan.”

Lalu, seorang terpidana mati dibawa keluar. Raja berkata padanya, “Apakah engkau ingin hidup?”

Terpidana mati itu bersujud di hadapan raja dan berkata, “Yang Mulia, jika diberikan kesempatan kedua, aku pasti akan memperbaiki diri.”

Raja berkata, “Yang bisa menyelamatkanmu hanyalah dirimu sendiri. Aku akan meletakkan mangkuk berisi minyak ini di atas kepalamu. Jika tidak ada setetes minyak pun yang tumpah, hukuman matimu akan dicabut dan kamu akan bebas. Ini adalah satu-satunya kesempatanmu untuk tetap hidup.”


Terpidana mati itu pun menerima tawaran raja. Sebuah mangkuk yang penuh dengan minyak diletakkan di atas kepalanya dan dia disuruh berjalan-jalan di jalan. Raja mengutus beberapa seniman untuk menari dan bernyanyi di jalan, ada pula yang memainkan musik, bahkan menampilkan pertunjukan akrobatik di jalan. Namun, berhubung terdapat semangkuk minyak di atas kepala terpidana mati tersebut, maka dia sangat bersungguh hati pada jalan di depannya dan mangkuk berisi minyak di atas kepalanya. Akhirnya, dia berhasil melewati jalan itu dan berjalan ke hadapan raja.


Raja memerintahkan orang untuk memeriksanya dan sungguh tidak ada setetes pun yang tumpah. Itu sungguh luar biasa. Raja lalu bertanya padanya, “Saat berjalan di jalan tadi, apa yang engkau dengar dan apa yang engkau lihat?”

Dia berkata, “Aku tidak mendengar atau melihat apa pun.”

Raja bertanya padanya, “Apakah engkau tidak mendengar musik yang dimainkan?”

Dia berkata, “Aku sungguh tidak mendengar apa pun.”


Raja kembali bertanya, “Apakah engkau tidak melihat pertunjukan para seniman itu? Ada begitu banyak wanita jelita di sana, apakah engkau tidak melihat mereka?”

Dia berkata, “Aku sungguh tidak melihat mereka.”

Raja berkata, “Apa yang engkau pikirkan saat itu?”

Dia berkata, “Aku tidak memikirkan apa pun. Aku hanya berharap tidak ada setetes pun minyak yang tumpah dari mangkuk di atas kepalaku. Inilah satu-satunya harapanku.”

Mendengar ucapannya, raja sangat tersentuh dan sungguh membebaskannya sehingga dia kembali memperoleh kebebasan. Dapat terbebas dari hukuman mati dan memulai hidup baru, terpidana itu sungguh-sungguh memperbaiki diri. Dia menyadari betapa berharganya kehidupan yang bebas ini.


Karma buruk akan berbuah buruk. Berhubung pernah melakukan kesalahan hingga hampir dihukum mati, dia bertobat dengan sepenuh hati. Jadi, dia pergi ke hadapan Buddha dan bertobat atas kesalahan masa lalunya, bahkan memohon untuk menjadi murid Buddha.

Buddha berkata, “Dalam melatih diri, jika engkau bisa bersungguh hati seperti saat ada semangkuk minyak di atas kepalamu itu, engkau telah menemukan kunci pelatihan diri.”


Dari kisah ini, kita tahu bahwa sangat sulit bagi seseorang untuk tidak terpengaruh oleh kondisi luar. Namun, lain halnya saat ingin bertahan hidup. Saat seseorang berada di ambang kematian, asalkan ada secercah harapan, dia akan menggenggamnya erat-erat. Demikianlah sikap orang yang berusaha untuk bertahan hidup. Namun, bisakah kita hidup selamanya? Tidak mungkin. Kini, yang terpenting adalah jiwa kebijaksanaan.


Jiwa kebijaksanaan akan bertahan selamanya. Bagaimana kita mengembangkan kebijaksanaan dan menjaganya agar tidak ternoda oleh kondisi luar? Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus bersungguh-sungguh melatih diri dan melindungi jiwa kebijaksanaan kita yang murni agar tidak ternoda oleh kondisi luar. Untuk melindungi jiwa kebijaksanaan yang murni, hanya ada satu cara, yaitu lebih bersungguh hati.   

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Metta Wulandari
Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -