Master Bercerita: Lebah dan Tukang Tidur

Semua makhluk di dunia ini memiliki perasaan. Semuanya memiliki habitat dan sifat yang berbeda-beda. Demikianlah kehidupan semua makhluk. Yang dimaksud dengan "semua makhluk", bukan hanya manusia, melainkan semua makhluk hidup di dunia ini. Buddha merangkul semua makhluk dengan penuh welas asih.

Dalam Sutra Agama, terdapat banyak kisah. Selain kisah tentang alam manusia, juga terdapat kisah tentang alam binatang. Buddha juga pernah lahir di alam binatang, tetapi bukan karena kekuatan karma, melainkan karena kebijaksanaan-Nya yang murni dan tanpa batas. Demi membimbing sesama, Buddha lahir sebagai hewan, manusia, dan makhluk hidup lainnya.

Saya akan mengulas tentang salah satu kehidupan Buddha. Ada dua bhiksu yang merupakan teman baik. Satu di antaranya sangat tekun, selalu berfokus dan bersungguh hati mendengar Dharma. Namun, lain halnya dengan temannya. Temannya akan langsung tertidur begitu duduk.


Suatu hari, bhiksu yang tekun berjalan melewati temannya dan melihat bahwa dia tertidur lagi. Dia lalu membangunkannya, "Tidak mudah bagi kita untuk mendengar Dharma. Kita harus sangat tekun dan bersemangat, baru bisa menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Jangan melekat pada ketenangan dan kenyamanan sesaat. Kita tidak tahu di mana kita akan terlahir di kehidupan mendatang."

Temannya merasa sangat malu dan mulai sungguh-sungguh mendengar Dharma. Namun, beberapa hari kemudian, dia kembali merasa mengantuk dan hampir tertidur lagi. Menyadari hal ini, dia segera melakukan meditasi berjalan. Saat melakukan meditasi berjalan, dia merasa lelah dan duduk untuk beristirahat sebentar. 

Begitu duduk, dia kembali tertidur. Tiba-tiba, dia terbangun. Dia lalu pergi ke samping kolam. Dia duduk di atas batu dan mengingatkan diri sendiri, "Sekarang, jika saya tertidur, saya bisa jatuh ke dalam kolam." Namun, beberapa waktu kemudian, dia kembali tertidur. Dewa tidur terus mendatanginya. Melihat hal ini dari kejauhan, bhiksu yang tekun mengubah dirinya menjadi seekor lebah. Saat mata temannya tertutup, dia pun mengepak-ngepakkan sayap di hadapan temannya.


Mendengar dengungan lebah, temannya segera membuka matanya. Saat membuka mata, dia melihat seekor lebah yang terbang ke sana kemari. Dia lalu mengamati lebah tersebut. Lebah itu hinggap di bunga teratai. Saat lebah itu sedang mengisap serbuk sari, tiba-tiba angin bertiup kencang dan menggoyangkan bunga tersebut sehingga lebah itu terjatuh ke dalam kolam.

Setelah berupaya sekuat tenaga, lebah itu akhirnya terlepas dari lumpur dan terbang ke permukaan air yang jernih untuk membersihkan lumpur di tubuhnya. Setelah itu, dia hinggap di bunga dengan tenang dan menengadah ke langit. Melihat lebah itu berupaya sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari lumpur, bhiksu itu pun terinspirasi.

Usai menceritakan kisah ini, Buddha Sakyamuni pun berkata, "Apakah kalian tahu bahwa bhiksu yang tekun itu adalah salah satu dari kehidupan-Ku dan temannya adalah Bodhisatwa Maitreya yang akan menjadi Buddha di masa mendatang? Di kehidupan lampau, kami selalu mendengar Dharma bersama. Aku selalu mengingatkan Bodhisatwa Maitreya dengan berbagai cara."


Ternyata, para Buddha dan Bodhisatwa selalu saling mendampingi dan membimbing dari kehidupan ke kehidupan. Lihatlah bhiksu yang tekun itu. Demi membantu temannya, dia berubah menjadi lebah untuk membangunkannya. Selain menasihatinya secara langsung, dia juga berubah menjadi lebah dan terbang di hadapannya untuk membangunkannya. Dia membimbing temannya dengan berbagai metode. Karena itu, temannya sangat bersyukur.

Temannya menyadari bahwa jika melekat pada kenikmatan dan ketenangan sesaat, dia akan mudah terjatuh ke dalam lumpur. Pada umumnya, saat hidup aman dan tenteram, kita akan lupa untuk tekun melatih diri. Terkadang, rintangan dalam hidup kita merupakan sumber kekuatan kita. Jadi, temannya menyadari bahwa dalam melatih diri, dia harus mawas diri saat menghadapi berbagai kondisi.

Demi semua makhluk di kehidupan sekarang dan kehidupan mendatang, dia harus menggenggam kehidupan sekarang untuk melatih diri. Lebah itu juga mengingatkannya bahwa membangkitkan tekad sangat mudah, tetapi tanpa keteguhan, mempertahankan tekad sangatlah sulit. Bhiksu itu sangat bersyukur atas inspirasi lebah itu dan berikrar untuk giat melatih diri.

Kita sungguh harus mawas diri setiap waktu. Dalam melakukan praktik Bodhisatwa, jika kita tidak menjaga pikiran, kita akan sering terganggu oleh rasa kantuk dan malas. Jadi, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan bersungguh hati.

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -