Master Bercerita: Perubahan Si Gajah

Sifat hakiki manusia ialah bajik. Namun, karena pengaruh kondisi luar, makhluk awam semakin jauh dari sifat bajik. Jadi, kondisi lingkungan dapat mempengaruhi seseorang.

Pada zaman Buddha masih hidup, Devadatta menerima persembahan dari Raja Ajatasatru. Raja Ajatasatru membangun wihara untuk Devadatta. Raja Ajatasatru memberi persembahan yang cukup untuk 500 orang setiap hari berupa makanan terbaik.

Saat itu, ada dua biksu yang bertekad untuk mendalami Dharma dan akan memilih tempat untuk melatih diri. Satu di antaranya memilih Wihara Buddha dan yang lainnya memilih Wihara Devadatta.

 

Beberapa waktu kemudian, mereka saling berbagi pengalaman. Biksu yang memilih Wihara Buddha berkata, "Kehidupan kami sangat sulit. Kami harus pergi untuk mengumpulkan makanan setiap hari." Biksu yang memilih Wihara Devadatta berkata, "Untuk apa? Mengapa harus menjalani hidup dengan susah payah saat melatih diri? Datanglah ke wihara kami. Di sana ada makanan yang berlimpah dan bisa hidup nyaman."

Biksu yang memilih Wihara Buddha mulai goyah, tetapi dia tidak rela meninggalkan Wihara Buddha. Karena itu, dia mengambil jalan tengah. Setiap hari, pada waktunya makan, dia pergi ke Wihara Devadatta untuk makan dan pulang setelah selesai makan. Ini berlangsung sangat lama hingga akhirnya berita ini tersebar di antara anggota Sangha.

 

Biksu yang melanggar aturan ini menjelaskan kepada Buddha, "Bukan Devadatta yang memberikan makanan padaku. Temanku yang menyisihkan makanan untukku setiap hari."

Buddha berkata, "Engkau tidak memiliki keteguhan. Engkau suka mempelajari ajaran yang baik, tetapi juga mudah terpengaruh oleh ajaran yang tidak baik. Engkau adalah seorang praktisi yang tidak memiliki keteguhan."

Buddha lalu bercerita bahwa dahulu, ada seekor gajah yang sangat jinak. Raja sangat menyukainya. Suatu hari, ada sekelompok perampok yang berkumpul di dekat kandang gajah untuk merencanakan perampokan. Kepala perampok menjelaskan kepada para anggotanya tentang rute yang akan mereka tempuh, bagaimana membuka selokan, bagaimana merusak jendela, dan bagaimana melarikan diri setelah merampok barang. Dia bahkan berkata bahwa jika ada orang yang melawan, membunuh pun tidak apa-apa.

 

Selama beberapa malam, kawanan perampok ini berunding di dekat kandang gajah. Gajah ini mengira bahwa ucapan kepala perampok itu tertuju padanya. Karena itu, beberapa waktu kemudian, ia perlahan-lahan menyerap ucapan buruk yang penuh kekerasan dan niat buruk perampok itu untuk membunuh bagi siapapun yang menghalangi niat mereka. Saat melihat manusia, ia akan mengangkatnya dengan belalainya dan menghempaskannya ke lantai. Saat melihat hewan kecil, ia akan menginjaknya. Ia membunuh manusia dan hewan dengan kekerasan.

 

Melihat gajah ini seakan-akan menggila, sang penjaga gajah segera melaporkannya kepada raja. Raja sangat khawatir mendengarnya dan berkata kepada para menterinya, "Siapa yang bisa mencari tahu mengapa gajah ini tiba-tiba berubah?" Seorang menteri yang bijaksana berkata, "Aku akan memeriksa gajah ini."

Dari penampilannya, gajah ini terlihat sehat. Mengapa gajah ini berubah? Menteri itu lalu bertanya pada penjaga gajah, "Belakangan ini, apakah terjadi sesuatu di sekitar kandang gajah?" Penjaga gajah pun teringat dan berkata, "Belakangan ini ada kawanan perampok yang sering berunding di sekitar kandang gajah."

 

Menteri itu berkata, "Aku mengerti." Dia lalu melaporkan kepada raja. "Kesehatan gajah ini tidak bermasalah, namun hatinya terpengaruh oleh ucapan buruk orang-orang jahat. Jika ingin mengubah gajah ini kembali baik, kita hanya bisa meminta orang yang berbudi luhur untuk berbicara di sekitarnya selama beberapa waktu," kata sang menteri.

Setelah mendengarnya, raja meminta orang yang berbudi luhur untuk berkumpul di sekitarnya untuk mengucapkan kata-kata baik dan membahas prinsip moralitas. Beberapa waktu kemudian, kekerasan gajah perlahan-lahan menghilang. Akhirnya, gajah ini kembali jinak seperti sebelumnya.

 

Bercerita sampai di sini, Buddha berkata kepada biksu yang melanggar aturan itu, "Aku menceritakan kisah ini untuk memberitahumu bahwa gajah ini adalah dirimu di kehidupan lampau. Engkau memang tidak memiliki keteguhan. Saat mendengar ucapan baik, engkau menuju arah yang baik. Saat mendengar ucapan buruk, engkau menuju arah yang buruk. Engkau adalah murid-Ku dan merupakan anggota Sangha, tetapi malah pergi ke Wihara Devadatta demi menikmati makanan di sana. Engkau tahu jelas bahwa Devadatta mencoba membunuh-Ku dan memecah belah Sangha, tetapi tak bisa membedakan benar dan salah. Ini karena pikiranmu tidak teguh. Kita harus menjaga pikiran dengan baik. Bisa berkumpul di sini untuk melatih diri bersama dan saling menyemangati, kita hendaknya menghargai jalinan jodoh. Jadi, kita harus senantiasa menjaga pikiran dengan baik.”

 

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)

Penerjemah : Hendry, Karlena, Merlina (DAAI TV Indonesia)

Penyelaras : Hadi Pranoto 

Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -