Master Bercerita: Pria Miskin dan Permatanya


Sesungguhnya, berapa banyak Dharma yang telah kita dengar dan berapa banyak pula yang meresap ke dalam hati kita? Kita hendaknya merenungkannya kembali. Merenungkan kembali Dharma yang didengar bagaikan mengulang pelajaran.

Jika kita tidak merenungkannya kembali, Dharma akan bagaikan air yang disiramkan ke atas batu yang dijemur di bawah terik matahari. Batu itu memang basah karena disiram air. Namun, karena batu itu sangat panas dan air yang disiramkan dengan cepat mengalir ke bawah, batu itu pun kembali kering dalam sekejap. Jadi, dalam mempelajari segala sesuatu, kita harus mengulang yang lama dan mempelajari yang baru.

Marilah kita bersungguh hati. Kita harus bisa membalas budi luhur Buddha. Tanpa Buddha Sakyamuni yang membangkitkan hati nurani kita dan membimbing kita, kita tidak akan tahu bahwa semua makhluk pada hakikatnya sama dengan Buddha. Hati Buddha sama dengan hati semua makhluk. Hakikat ini tidak bertambah pada Buddha dan tidak berkurang pada semua makhluk.


Semua makhluk memiliki cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan yang sama dengan Buddha. Buddha berkata, "Bukan hanya Aku yang bisa mencapai kebuddhaan. Sesungguhnya, kalian juga bisa mencapai kebuddhaan. Bukan hanya kebijaksanaan-Ku yang bisa memahami semua kebenaran duniawi dan adiduniawi. Kalian juga memiliki kebijaksanaan yang sama karena kalian setara dengan-Ku."

Kita memiliki hakikat yang sama dengan Buddha. Hakikat sejati yang murni adalah hakikat kebuddhaan. Setiap orang memiliki hakikat sejati yang murni. Hanya saja, kita tidak menyadarinya.

Ada seorang pria miskin yang tidak memiliki tempat tinggal dan hidup penuh kesulitan. Ada seorang tetua yang memberikan makanan padanya. Selain memberikan makanan, tetua itu juga diam-diam menaruh sebuah permata di tubuhnya. Setelah itu, tetua tersebut pun pergi.


Pria miskin ini tetap berkelana ke mana-mana. Hidupnya penuh kesulitan. Dia pun terus mengemis dari orang lain.

Suatu hari, tetua ini kembali melihat pria miskin yang tengah mengemis. Tetua ini berkata, "Mengapa engkau tetap hidup penuh kesulitan?"

Pria miskin ini berkata, "Ya, aku memang sangat miskin."

Tetua ini berkata, "Engkau salah. Sesungguhnya, engkau memiliki sebuah permata yang tak ternilai harganya."

Pria miskin ini berkata, "Aku tidak memilikinya."

Tetua ini berkata, "Rogohlah ke dalam pakaianmu sendiri."

Setelah merogoh pakaiannya, pria miskin ini berkata, "Ternyata aku memiliki permata ini. Mengapa aku tidak tahu?"

Tetua ini berkata, "Engkau memiliki permata, tetapi tidak menyadarinya."


Memiliki permata, tetapi tidak menyadarinya, bukankah kita semua demikian? Setiap orang memiliki hakikat sejati yang murni dan kebijaksanaan yang tak terbatas, bagai permata yang dapat memancarkan kecemerlangan dan tak ternilai harganya. Kita pun demikian.

Kita juga memiliki hakikat sejati yang murni dan kebijaksanaan yang tak terbatas. Akan tetapi, kita tidak tahu untuk mengembangkannya dan membiarkannya diselimuti kegelapan batin. Karena itu, lama-kelamaan kecemerlangannya pun pudar. Ia telah tertutup oleh kegelapan batin.


Kini, kita telah mengetahui cara untuk melenyapkan selapis demi selapis kegelapan batin. Kita telah memahami bahwa semua makhluk setara dan kehidupan kita merupakan satu kesatuan dengan segala sesuatu di dunia ini. Pikirkanlah, setelah membangkitkan kebijaksanaan ini, bukankah kita seharusnya membalas budi luhur Buddha?

Jika bisa membalas budi luhur Buddha, barulah kita bisa memiliki kondisi batin yang sama dengan Buddha, yaitu tidak rela meninggalkan Dunia Saha ini dan berulang kali kembali untuk menyelamatkan semua makhluk.

Untuk kembali ke Dunia Saha guna membimbing semua makhluk, kita harus menjalin jodoh baik dengan semua makhluk. Jadi, dengan menjalin jodoh baik dengan semua orang dan bersumbangsih dengan cinta kasih, kita juga membalas budi luhur Buddha.


Setelah memahami kebenaran yang ditunjukkan oleh Buddha, kita sungguh-sungguh menapaki jalan kebenaran untuk membalas budi luhur Buddha. Sesungguhnya, kita membalas budi luhur Buddha yang hakiki di dalam hati setiap orang. Di dalam hati setiap orang terdapat permata ini. Kita adalah orang yang memiliki permata. Karena itu, kita hendaknya bersyukur.

Kehidupan kita penuh warna karena kita memiliki permata dan kebijaksanaan di dalam hati. Karena itu, kita hendaknya senantiasa menghargainya dan bersyukur. Dengan demikian, barulah kita bisa mengamati kosongnya hakikat kejahatan.


Kita terus membahas tentang kegelapan batin. Ada banyak karma buruk, noda batin, penderitaan, dan kegelapan batin. Bagaimana melenyapkan kegelapan batin dan karma buruk ini? Sesungguhnya, jika kita bisa benar-benar memahami kebenaran, semua karma buruk, kegelapan batin, dan noda batin akan lenyap dengan sendirinya.

Saudara sekalian, jika bisa mengamati kosongnya hakikat kejahatan, berarti kita telah benar-benar memahami kebenaran. Saat kita benar-benar memahami kebenaran, noda batin dan karma buruk bisa dilenyapkan. Pada hakikatnya, hakikat karma buruk ialah kosong.


Saudara sekalian, marilah kita mengulang yang lama dan mempelajari yang baru setiap hari. Dengan demikian, barulah kita bisa memahami kebenaran sejati dari ajaran Buddha. Setelah memahami kebenaran sejati, barulah kita bisa membersihkan noda batin kita.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, (DAAI TV Indonesia)
Giat menanam kebajikan akan menghapus malapetaka. Menyucikan hati sendiri akan mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -