Master Bercerita: Semangka Mahakassapa

Kita harus menjaga kejernihan pikiran dalam menghadapi segala hal. Kita juga harus menjaga ketenangan pikiran. Lihatlah air, air yang tenang bagaikan cermin. Lihatlah genangan air di atas tanah. Air yang tenang bisa memantulkan Air yang tenang bisa memantulkan bayangan pohon, rumah, ataupun manusia. Air yang jernih bisa memantulkan semua pemandangan.

Saat pikiran kita jernih, kita bisa memahami segala hal dan tidak akan melakukan kesalahan. Karena itu, kita harus senantiasa menjaga kejernihan pikiran agar bisa menangani segalanya dengan baik. Jika bisa sungguh-sungguh melindungi pikiran yang semula sangat jernih ini, barulah kita bisa memupuk berkah dan kebijaksanaan.

Untuk memupuk kebijaksanaan, kita harus menjaga kejernihan pikiran kita. Untuk memupuk berkah dan pahala, kita harus terjun ke tengah masyarakat dan menjalin jodoh baik dengan orang-orang. Kita harus senantiasa memupuk jalinan jodoh baik dan menjaga pikiran masing-masing agar tidak ternodai oleh pikiran buruk.

Pikiran buruk ini adalah ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan, dan keraguan. Lima kata ini saja bisa membuat kita membangkitkan noda batin. Karena itu, kita harus senantiasa bersungguh hati menjaga kejernihan pikiran kita.


Suatu hari, Ananda dan Mahakassapa mengikuti Buddha mengumpulkan makanan. Menjelang siang, mereka lapar dan haus. Buddha lalu berkata, "Mari kita beristirahat sebentar di sini." Melihat kebun semangka yang tidak jauh dari sana, Buddha lalu menyuruh Ananda meminta sebuah semangka untuk menghilangkan rasa lapar dan haus mereka. Ananda segera berjalan menuju kebun semangka. Di sana, ada seorang wanita yang mengurus kebun itu.

Melihat Ananda, sikap wanita itu sangat tidak ramah. Dengan sangat sopan, Ananda berkata padanya, "Maukah engkau memberikan sebuah semangka padaku?" Wanita itu pun memarahi Ananda dan mengusirnya, "Aku tidak ingin melihatmu. Segera pergi dari sini." Ananda yang tidak bisa berbuat apa-apa segera meninggalkan kebun itu. Kemudian, dia menceritakan kepada Buddha tentang sikap wanita tersebut.

Buddha tersenyum dan berkata pada Mahakassapa, "Pergilah." Mahakassapa pun pergi ke kebun semangka itu. Melihat Mahakassapa datang dari kejauhan, wanita itu juga berjalan menghampirinya. Setelah sampai di kebun semangka, dia beranjali dan memberi salam kepada Mahakassapa dengan sangat sopan, "Ada yang bisa aku bantu?" Mahakassapa berkata, "Aku ingin meminta sebuah semangka darimu." Wanita itu sangat gembira. Dia mempersembahkan sebuah semangka besar dengan kedua tangannya. Mahakassapa meninggalkan kebun semangka dengan heran.


Setelah sampai di hadapan Buddha, dia berkata, "Buddha, pasti ada jalinan jodoh di balik semua ini." Buddha lalu berkata bahwa berkalpa-kalpa yang lalu,ada dua orang bhiksu. Suatu hari, mereka melewati tempat yang sama secara tidak bersamaan. Saat bhiksu muda sedang berjalan, dia mencium aroma tidak sedap. Setelah diperhatikan, ternyata ada bangkai kucing di tepi jalan yang telah mengeluarkan aroma tidak sedap dan ditumbuhi belatung. Bhiksu muda ini menutupi hidungnya dan berkata,"Bangkai kucing ini busuk sekali." Dia pun berjalan meninggalkannya.

Kemudian, bhiksu kedua melewati tempat yang sama. Dia juga mencium aroma tidak sedap itu dan menemukan bangkai kucing itu. Welas asihnya pun terbangkitkan. Dia mendekati kucing itu, berdoa baginya, bahkan menggali sebuah lubang untuk menguburnya. Bercerita sampai di sini, Buddha berkata, "Ananda, apakah engkau tahu bhiksu muda yang berjalan di depan itu kini terlahir menjadi siapa?" Ananda menganggukkan kepalanya. Buddha lalu berkata pada Mahakassapa, "Mahakassapa, engkaulah bhiksu yang penuh welas asih itu.Kucing itu terlahir sebagai manusia sekarang. Karena itulah, dia sangat gembira melihatmu dan membalas budi dengan memberi persembahan."


Sesungguhnya, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus memperlakukan semua makhluk dengan baik dan menjaga keharmonisan dalam berinteraksi. Jika pikiran kita jernih, hal apa pun yang kita hadapi, kita akan selalu membangkitkan kebajikan. Jadi, kita harus senantiasa menjaga kejernihan pikiran kita. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus memupuk berkah dan kebijaksanaan setiap waktu.

Kita harus bersungguh-sungguh melatih diri. Saat itu, Ananda juga tengah melatih diri, tetapi enggan bersumbangsih, bahkan merasa jijik melihat kucing itu. Sebaliknya, bhiksu kedua rela bersumbangsih, bahkan mendoakan kucing itu.Mereka sama-sama merupakan praktisi Buddhis. Jadi, kita harus sungguh-sungguh menjaga pikiran. Kita harus tekun dan bersemangat memupuk berkah dan dan kebijaksanaan.

Saya sering berkata bahwa segala sesuatu terakumulasi seiring berlalunya waktu.Setiap detik dan menit, sebersit pikiran baik dan setiap perbuatan baik kita dapat mengakumulasi benih dan jalinan jodoh baik. Jika kita tidak tekun dan bersemangat, melainkan membangkitkan pikiran buruk dan melakukan perbuatan buruk, maka kita juga mengakumulasi karma buruk. Jadi, kita harus bertekad untuk memupuk berkah dan kebijaksanaan.

Giat menanam kebajikan akan menghapus malapetaka. Menyucikan hati sendiri akan mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -