Master Bercerita: Sramanera dan Seekor Anjing
Pikirkanlah, apakah kondisi esok hari akan sama seperti hari ini? Kita tidak tahu. Segala sesuatu di alam semesta ini terbentuk dari perpaduan sebab dan kondisi. Contohnya topan yang terbentuk di permukaan laut karena aliran udara dan faktor-faktor lainnya. Ini merupakan perpaduan sebab dan kondisi.
Selain sebab dan kondisi di atas, topan yang terbentuk juga dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tekanan udara di sekitarnya. Ke mana topan ini akan mengarah juga dipengaruhi oleh berbagai sebab dan kondisi. Karena itu, kita harus percaya pada hukum sebab dan akibat.
Pada zaman Buddha, di Sravasti ada sekelompok pedagang yang membawa banyak makanan untuk dijual. Saat mereka beristirahat di tengah jalan, seekor anjing yang kelaparan melihat keranjang-keranjang berisi makanan. Anjing itu menarik makanan dari sebuah keranjang dengan mulutnya. Itu adalah sepotong daging. Saat anjing itu sedang menikmati makanannya, seorang pedagang tiba-tiba bangun.
Melihat dagangan yang susah payah dibawanya dimakan oleh anjing itu, pedagang itu sangat marah. Dia lalu memukul anjing itu dengan pikulan. Anjing itu dipukulinya hingga kakinya patah dan merintih-rintih di atas tanah. Pedagang-pedagang lain segera menghentikannya dan menasihatinya untuk melanjutkan perjalanan.
Saat itu, Sariputra yang pergi untuk mengumpulkan makanan kebetulan lewat dan melihat anjing itu. Dia merasa sangat tidak tega dan memberikan makanannya pada anjing itu. Setelah makan, anjing itu menatap Sariputra dengan tatapan penuh rasa syukur. Kemudian, anjing itu mati.
Setelah hampir dua tahun, Sariputra kembali pergi mengumpulkan makanan. Seorang tetua membukakan pintunya dan memberikan salam dengan penuh hormat saat melihat Sariputra.
Tetua itu bertanya kepada Sariputra, "Yang Mulia, apakah tidak ada sramanera cilik yang mendampingi saat Yang Mulia keluar?"
Sariputra menjawab, "Tidak ada. Namun, aku sangat mendambakan sramanera cilik yang berjodoh denganku."
Tetua itu berkata, "Anakku, Kunti, belum genap berusia satu tahun."
Sariputra berkata, "Saat anakmu lebih besar, bisakah engkau memberikannya padaku?"
Tetua itu berkata, "Setelah anakku lebih besar, aku bersedia memberikannya pada Yang Mulia agar dia bisa menjadi sramanera di sisi Yang Mulia."
Tujuh tahun kembali berlalu dan Sariputra kembali melewati tempat itu. Tetua itu dengan gembira berkata pada Sariputra, "Yang Mulia, aku masih mengingat janjiku pada tujuh tahun lalu. Anakku, Kunti, kini sudah berusia lebih dari tujuh tahun. Jika Yang Mulia bersedia, aku akan memberikan anakku pada Yang Mulia."
Sariputra menerimanya dengan penuh sukacita. Dengan gembira, anak itu mengikuti Sariputra ke hadapan Buddha. Dia bersujud di hadapan Buddha serta mulai melatih diri bersama Sariputra dan anggota Sangha lainnya. Dia memiliki tingkat pemahaman yang tinggi.
Suatu hari, dia berpikir mengapa dia bisa memiliki berkah untuk bergabung menjadi anggota Sangha dan melatih diri sebagai murid Buddha. Saat duduk untuk bermeditasi, dia melihat kehidupan lampaunya. Ternyata, kehidupan lampaunya adalah anjing itu.
Saat anjing itu menderita, Sariputra muncul untuk menghibur dan memberinya makan. Karena itulah, ia berikrar untuk selamanya menjadi sramanera agar bisa selalu berada di sisi Sariputra.
Mendengar hal ini, Ananda merasa sangat heran dan bertanya kepada Buddha tentang jalinan jodoh antara Kunti dan Sariputra. Buddha pun menjelaskan pada semua orang tentang jalinan jodoh antara Kunti dan Sariputra.
Pada zaman Buddha Kasyapa, ada sekelompok anggota Sangha. Di antara mereka, terdapat seorang bhiksu lansia yang memiliki moralitas dan keluhuran yang tinggi. Namun, berhubung dia sudah lanjut usia, suaranya sangat serak. Ada seorang bhiksu muda yang sangat bandel dan suka menjaili orang lain. Setiap kali mendengar bhiksu lansia ini melantunkan Sutra, bhiksu muda akan menertawakannya dan berkata bahwa suaranya seperti gonggongan anjing.
Bhiksu lansia yang penuh welas asih berkata pada bhiksu muda itu, "Aku sudah lanjut usia. Bagaimanapun suaraku, aku harus melantunkan Sutra agar bisa senantiasa mengingatnya. Meski engkau menertawakanku, tetapi aku tidak akan marah. Aku akan tetap melindungimu."
Bercerita sampai di sini, Buddha berkata bahwa Sariputra adalah bhiksu lansia itu dan anjing itu adalah bhiksu muda. Kehidupan lampau Kunti adalah anjing itu. Inilah jalinan jodoh di antara mereka.
Kisah ini juga mengandung berbagai sebab dan akibat. Bhiksu lansia yang hidup pada zaman Buddha Kasyapa yang sudah berlalu sangat lama terlahir kembali pada zaman Buddha Gautama sebagai Sariputra yang terkenal akan kebijaksanaannya, sedangkan bhiksu muda itu tidak menjaga ucapan, pikiran, dan perbuatannya sehingga terlahir kembali sebagai seekor anjing. Saat kondisinya begitu menyedihkan, ia kembali bertemu dengan Sariputra yang menolongnya dengan penuh welas asih.
Setelah terlahir kembali sebagai Kunti, dia kembali bertemu dengan Sariputra. Jadi, segala perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari tak terlepas dari hukum sebab dan akibat. Kita harus bersungguh hati dan menghormati jalinan jodoh dengan sesama.