Master Bercerita: Tetua yang Kaya dan Kikir


Setiap orang di dunia ini perlu mendalami Dharma. Makhluk hidup di dunia ini sangatlah banyak. Menyimpang sedikit saja dari prinsip kebenaran, seseorang bisa jauh tersesat. Setiap orang membutuhkan Dharma agar dapat membedakan benar dan salah serta selaras dengan prinsip kebenaran. Dengan demikian, perilaku kita tidak akan menyimpang. Inilah kebenaran sejati yang harus dipahami oleh semua orang.

Kehidupan manusia hanya puluhan tahun. Puluhan tahun ini penuh penderitaan atau kebahagiaan? Jika kita memilahnya, penderitaan atau kebahagiaankah yang lebih banyak? Sebagian besar orang memiliki lebih banyak penderitaan daripada kebahagiaan.


Ada orang yang dapat menikmati kekayaan, tetapi mereka pun menderita seumur hidup karena terus mengejar kekayaan dan tidak pernah merasa puas. Di antara 10 hal dalam hidup mereka, ada 8 atau 9 hal yang membuat mereka tidak puas.

 Ada orang yang hidup aman dan tenteram serta memiliki kekayaan yang berlimpah, tetapi mereka enggan memberi ataupun menolong orang lain. Mereka bahkan tidak membiarkan diri sendiri untuk menikmati apa yang mereka miliki. Orang seperti ini juga sangat banyak.


Suatu hari, Raja Prasenajit menemui Buddha. Melihat sang raja yang terlihat sangat lelah dan bermandi peluh, Buddha bertanya, "Apa yang terjadi? Engkau terlihat berbeda dari biasanya."

Sang raja berkata, "Hari ini, aku pergi ke rumah tetua terkaya di Sravasti untuk menghitung kekayaannya. Dia telah meninggal dunia serta tidak memiliki anak ataupun kerabat. Berhubung dia sangat kikir, kerabatnya telah meninggalkannya sehingga beliau hidup seorang diri. Kini dia telah meninggal dunia. Aku menghitung kekayaannya yang akan menjadi milik negeri." Buddha lalu berkata, "Kekayaannya sangat banyak?"


Raja menjawab, "Sangat banyak. Dia memiliki 80 ribu kati emas dan banyak barang berharga lainnya. Karena itu, aku menghabiskan waktu sepanjang hari untuk menghitung kekayaannya. Ini membuatku merasa sangat lelah. Dalam perjalanan pulang, aku melewati vihara dan mengambil kesempatan ini untuk menemui Yang Dijunjung. Aku hendak meminta petunjuk dari-Mu. Mengapa dia bisa begitu kaya di kehidupan sekarang, tetapi begitu kikir terhadap orang lain, bahkan diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari? Dia naik kereta yang ditarik kuda yang sangat kurus, mengenakan pakaian yang berbahan kasar, serta memakan makanan yang sederhana. Yang Dijunjung, apa jalinan jodoh di balik semua ini? Kini, dia telah meninggal dunia. Di manakah dia sekarang?"

Buddha berkata, "Di Neraka Ratapan, dia terus meraung-raung dan mengalami penderitaan sepanjang hari."

Raja Prasenajit berkata, "Mengapa dia bisa terlahir di keluarga yang begitu kaya dan memiliki begitu banyak kekayaan dalam hidupnya?"


Buddha berkata bahwa pada zaman Buddha Kasyapa, setelah Buddha Kasyapa wafat, ada seorang pratyekabuddha yang pergi ke depan rumah seorang tetua untuk mengumpulkan makanan. Melihat pratyekabuddha yang sangat agung, tetua itu dipenuhi sukacita dan dengan khidmat memenuhi mangkuknya dengan beragam makanan. Pratyekabuddha itu memberkati tetua itu dan tetua yang dipenuhi sukacita berikrar di hadapan pratyekabuddha itu, "Semoga aku tidak pernah terlahir di alam rendah dan dapat terlahir di keluarga kaya."

Setelah pratyekabuddha itu pergi, tetua itu membalikkan badan dan melihat banyak pelayannya yang memandangnya dengan tatapan penuh harap. Seorang pelayannya berkata, "Tuan memberi persembahan dengan beragam makanan. Bisakah Tuan juga memberi sedikit hadiah pada kami?"


Kemarahan tetua itu tiba-tiba terbangkitkan dan dia berkata, "Kini, aku menyesali persembahan yang baru aku berikan tadi. Kelak, meski memiliki uang, aku tidak akan menghabiskannya untuk siapa pun lagi, termasuk untuk diriku sendiri." Karena itulah, dia terlahir di keluarga kaya dari kehidupan ke kehidupan, tetapi enggan berbagi apa yang dimilikinya dengan orang lain. Meski kaya, hidupnya seperti orang miskin.

Setelah Buddha Sakyamuni menceritakan kisah ini, Raja Prasenajit berkata, "Bagaimana dengan kehidupan berikutnya?" Buddha berkata, "Berkah dari memberi persembahan kepada pratyekabuddha telah habis. Dia akan terlahir di Neraka Ratapan di kehidupan berikutnya. Meski dapat terlahir di alam manusia, dia akan mengalami hal-hal yang tidak sesuai keinginan dan banyak penderitaan."


Tanpa perhatian benar, pikiran kita akan menyimpang sehingga kehilangan kesempatan untuk kembali menciptakan berkah. Kehidupan manusia penuh dengan penderitaan. Ada orang yang menjalankan bisnis hingga memiliki kekayaan yang berlimpah, tetapi tetap tidak merasa puas. Mereka terus mengejar materi dan enggan berbuat baik. Orang seperti ini juga sangat banyak. Namun, banyak pula orang yang bersedia bersumbangsih dan merasa puas meski apa yang dimiliki tidak banyak. Jadi, Dharma dapat menyinari tempat yang gelap.

Kita hendaknya berpikiran terbuka dan jangan meraba-raba dalam kegelapan. Jangan membiarkan diri sendiri diliputi noda dan kegelapan batin. Demikianlah yang hendaknya kita lakukan. Yang terpenting, kita harus menabur benih kebajikan dan menyebarkan Dharma. Dharma bagaikan obor yang dapat menyinari tempat yang gelap dan mengubah kegelapan menjadi kecemerlangan. Karena itulah, kita harus menyebarkan Dharma dan membangkitkan kebajikan orang-orang untuk melenyapkan penderitaan sesama.


Kita harus terus menabur dan menyebarkan benih kebajikan. Kita juga harus mendalami Dharma agar kita dapat mengetahui secara jelas arah tujuan kita dari kehidupan ke kehidupan. Kita harus berusaha untuk memahami Dharma.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Felicia (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah
Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -