Master Bercerita: Tujuh Hari Membalas Budi

Semua makhluk di alam semesta memiliki pola hidup yang berbeda-beda. Menyelaraskan pikiran kita untuk hidup berdampingan dengan semua makhluk, ini sangatlah penting. Ada orang yang tidur larut malam sehingga bangun kesiangan. Ada pula orang yang tidak beristirahat saat seharusnya beristirahat. Apa yang mereka lakukan? Ada orang yang begadang demi mencari nafkah. Ada pula orang yang begadang demi menyelamatkan kehidupan.

Namun, ada pula orang yang menyia-nyiakan hidup mereka dan begadang untuk bersenang-senang. Pada waktu yang sama, orang-orang memiliki pola hidup yang berbeda-beda. Karena itu, kita harus menyelaraskan pikiran. Saat kondisi batin, waktu, dan pola hidup kita selaras, itulah kondisi terbaik.

Pertama-tama, kita harus ingat untuk menjaga kondisi batin kita setiap waktu. Kita sering mengulas tentang hukum karma. Setelah memahami hukum karma, kita harus menjaga benih kebajikan di dalam hati kita dan menanamnya di setiap waktu dan tempat. Inilah yang harus dilakukan.


Suatu kali, Buddha memimpin murid-murid-Nya ke sebuah kota kecil untuk mengumpulkan makanan dan membabarkan Dharma. Ada seorang sesepuh yang hatinya dipenuhi sukacita saat melihat Buddha. Dia meminta izin kepada Buddha untuk memberi persembahan. Buddha tersenyum dan menyetujuinya. Sesepuh itu sangat gembira dan memberi banyak persembahan kepada Buddha dan para anggota Sangha.

Tujuh hari kemudian, tiba-tiba turun salju yang sangat lebat. Buddha pun berkata, "Kita tidak perlu keluar hari ini." Ananda berkata, "Yang Dijunjung, jika tidak keluar hari ini, kita semua akan kelaparan." Buddha berkata, "Meski keluar, kita tidak akan mendapat persembahan." Ananda berkata, "Namun, sesepuh itu berkata bahwa selama kita ada di sini, dia akan memberi persembahan."

Buddha berkata, "Waktu untuk memberi persembahan sudah berakhir." Ananda merasa sangat heran. Ada seorang anggota Sangha yang keluar pagi-pagi sekali. Menjelang siang, dia pulang dan berkata kepada Buddha, "Sesepuh itu berkata bahwa berhubung tujuh hari sudah berlalu, maka hari ini dia tidak memberi persembahan lagi."  Mendengar hal ini, Ananda segera bertanya kepada Buddha tentang jalinan jodoh di balik semua ini. Buddha pun menjelaskannya.


"Dahulu, saat melatih diri, Aku berusaha mencari tempat yang tenang agar bisa menenangkan pikiran. Jadi, Aku melatih diri di pedalaman dan hidup berdampingan dengan alam. Selama bertahun-tahun, demi melatih diri, Aku hidup bersahaja. Selain itu, Aku juga tidak mandi atau berganti pakaian sehingga tubuh-Ku menjadi kotor. Suatu hari, saat sedang bermeditasi, gigitan kutu sungguh membuat-Ku tidak tahan. Saat memasukkan tangan ke dalam jubah, Aku menangkap seekor kutu. Apa yang harus Aku lakukan? Aku tidak boleh membunuh.”

“Di pedalaman itu, tulang binatang liar terlihat di mana-mana. Jadi, Aku melepaskan kutu itu di salah satu tumpukan tulang. Dengan demikian, Aku bisa melatih diri dengan tenang. Tujuh hari kemudian, kutu itu pun mati. Kutu itu merupakan kehidupan lampau dari sesepuh yang kita temui sekarang. Demi membalas budi untuk tujuh hari itu, dia pun memberi persembahan kepada kita selama tujuh hari. Kini tujuh hari telah berlalu. Hari ini, kita harus melanjutkan perjalanan dengan perut kosong."


Buddha berbagi tentang waktu dan tempat Beliau melatih diri serta bagaimana kondisi batin dan pola hidup-Nya saat itu. Jadi, di kehidupan mana pun, tindakan, kondisi batin, dan pola hidup kita berkaitan erat dengan kehidupan sekarang. Baik masa lalu, masa sekarang, maupun masa mendatang, pandangan, pemikiran, dan kondisi batin kita selalu saling berkaitan. Karena itu, kita harus memperhatikannya.

Saat bersentuhan dengan kondisi luar, jika kita tidak memperhatikan kondisi batin kita, maka terkadang, tindakan kita bisa terpengaruh oleh kondisi luar. Orang yang memiliki noda batin, tabiat buruk, dan kemelekatan yang kuat akan tersesat sangat jauh.

Kita sering mendengar tentang diskriminasi dan konflik antarsuku, bahkan konflik antarumat beragama atau konflik antarnegara. Semua ini bergantung pada kondisi batin dan pandangan orang-orang. Semuanya bergantung pada pikiran. Tidak peduli bagaimana kondisi kehidupan dan pola hidup kita, jika kita bisa menjaga pikiran dengan baik, kita akan kembali pada "kebajikan".


Hindarilah perbuatan jahat dan lakukan segala kebajikan. Yang penting, kita harus memiliki niat baik dan cinta kasih. Jika bisa demikian, maka tidak peduli merupakan suku apa, menganut agama apa, dan berasal dari negara mana, semua orang akan saling mengasihi. Dengan demikian, dunia ini bisa disebut sebagai Tanah Suci.

Jadi, kita harus bersungguh hati. Baik masa lalu, masa sekarang, maupun masa mendatang, kapan pun dan di mana pun, kita harus menjaga ladang batin kita dengan baik. Benih kebajikan di dalam hati sungguh harus dijaga dengan baik.

Bertuturlah dengan kata yang baik, berpikirlah dengan niat yang baik, lakukanlah perbuatan yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -