Raja Rusa Lima Warna




Hari demi hari terus berlalu. Setiap orang dan setiap masalah yang kita temui setiap hari banyak yang mengganjal dalam hati kita. Segala hal baik dan buruk terus membelenggu kita tanpa henti. Jika memandang setiap orang dan semua hal yang kita temui dari segi negatif, maka air Dharma yang sangat jernih pun akan berubah menjadi kotor dan keruh. Kita hendaknya menganggap segala sesuatu yang kita temui dalam setiap hari sebagai bahan pelajaran agar bisa memiliki kondisi batin yang jernih untuk membedakan yang benar dan salah serta menumbuhkan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Hanya manusialah yang memiliki kesempatan ini. Meski sama-sama mengalami kelahiran lewat rahim, tetapi makhluk yang terlahir sebagai hewan tidaklah memiliki kesempatan ini. Meski demikian, hewan juga memiliki hakikat kebuddhaan.

Di dalam sebuah hutan, ada sekelompok rusa. Di antaranya, ada seekor Raja Rusa yang tubuhnya memiliki 5 warna yang cemerlang. Bentuk tanduknya sangat indah dan anggun. Suatu hari, kaisar mengajak para menterinya untuk berburu. Panah-panah yang beterbangan membuat para rusa berlari ketakutan. Usai berburu, rombongan kaisar pun pergi. Ada ibu rusa yang mencari anaknya, ada anak rusa yang mencari ibunya, ada pula rusa yang jatuh ke dasar lembah dan mati berlumuran darah. Raja Rusa sangat sedih melihatnya. Ia merasa sangat bersalah. Karena itu, ia memutuskan untuk mengajukan permohonan bagi rusa-rusanya.

Raja Rusa pun masuk ke dalam kota dan berjalan masuk ke istana untuk menghadap kaisar. Ia bersujud sambil menangis, lalu berkata, “Kami sangat berterima kasih karena bisa menumpang hidup di tanah Yang Mulia. Kami tahu bahwa dapur di istana harus membuat berbagai makanan yang lezat. Jika Yang Mulia bisa menentukan berapa jumlah rusa yang diperlukan setiap hari, kami bersedia mengantarnya sendiri.”

Setelah mendengar permohonan ini, sang kaisar menjawab, “Mungkin dapur kami hanya membutuhkan seekor rusa setiap harinya.” Setelah mendengarnya, Raja Rusa menjadi lebih tenang.

Mengetahui bahwa rajanya sudah kembali, kawanan rusa pun segera berkumpul. Raja Rusa berkata kepada mereka, “Di dunia ini tak ada kehidupan yang tidak berakhir. Agar kaum rusa bisa hidup dengan tenang dan terus berkembang biak, lebih baik kita mengorbankan diri. Setidaknya, kehidupan kaum rusa bisa lebih tenang.”

Sejak saat itu, kelompok rusa itu mengorbankan diri secara bergilir. Bagi rusa yang sudah tiba gilirannya, ia akan menghadap Raja Rusa untuk berpamitan. Raja Rusa akan berkata, “Hari ini kamu akan mengorbankan nyawamu. Kamu harus menghadapinya dengan hati yang tenang dan damai. Selama perjalanan ke istana, teruslah melafal nama Buddha di dalam hati. Jangan ada rasa marah dan dendam terhadap kaisar.”

Suatu hari, seekor ibu rusa yang tengah hamil tua datang bersujud dan memohon pada Raja Rusa, “Bolehkah aku pergi setelah anakku lahir?” Setelah mendengarnya, raja rusa bertanya kepada rusa yang mendapat giliran berikutnya, “Bersediakah kamu pergi lebih awal satu hari?” Rusa itu segera menjawab, “Aku tidak ingin mati lebih awal satu hari.”

Setelah mendengarnya, Raja Rusa membuat rencana sendiri. Ia kembali ke istana dan langsung berjalan masuk ke dapur. Juru masak istana merasa heran, “Mengapa hari ini raja rusa yang datang mengorbankan diri sendiri?” Dia pun melaporkan hal ini kepada kaisar. Sang kaisar bertanya, “Mengapa begitu cepat tiba giliranmu? Apakah rakyat rusamu sudah habis?” Raja rusa menjawab, “Tidak.”

Ia pun menceritakan permohonan rusa betina dan rusa berikutnya yang memohon hidup sehari lagi. Karena itu, hari ini, Raja Rusa mengorbankan nyawanya sendiri untuk memenuhi kebutuhan dapur istana. Kaisar merasa sangat bersalah saat mendengarnya. Beliau menyadari bahwa meski terlahir sebagai rusa, tetapi Raja Rusa memiliki kebajikan layaknya manusia. Jadi, kebajikan ada di dalam diri semua makhluk di dunia. Sang kaisar berpikir, “Aku adalah seorang manusia, tetapi aku lebih rendah dibandingkan rusa.” Sang kaisar pun bertobat dan membuat pengumuman, “Mulai sekarang, semua rakyat dilarang berburu di hutan.”

Pesan Master Cheng Yen:

Demikianlah kisah ini. Tahukah Anda bahwa Raja Rusa itu adalah Buddha dan sang kaisar adalah Sariputra?

Dalam melatih diri, Buddha bukan hanya terlahir di alam manusia sama seperti kita yang lahir dari rahim ibu setelah berada di dalam kandungan selama 10 bulan. Tidak hanya demikian. Demi membimbing semua makhluk, Buddha juga pernah lahir sebagai sapi, kuda, rusa, dan lain-lain. Karena itu, kita harus menghormati setiap kehidupan. Janganlah sombong dan berpikir bahwa kita adalah makhluk yang paling hebat sehingga menindas makhluk yang lemah. Terhadap makhluk hidup lain, kita juga harus bersikap penuh cinta kasih. Saya pernah berkata bahwa semua makhluk adalah setara. Maka dari itu, kita harus memperlakukan semua makhluk secara setara. Kita juga harus menghargai jalinan jodoh. Jalinan jodoh dari kehidupan ke kehidupan terus berlanjut tanpa henti. Kita harus memahami hukum sebab akibat.

Kita bisa melihat siaran berita tentang sekelompok anjing jalanan. Regu penyelamat mengumpulkan anjing-anjing itu, lalu melatih mereka hingga menjadi anjing penyelamat. Anjing jalanan juga bisa menjadi anjing penyelamat yang menolong orang. Terlebih lagi manusia. Berbuat kesalahan bukanlah hal yang menakutkan, yang menakutkan adalah tidak mau berubah. Meski dahulu pernah melukai orang lain atau diremehkan orang lain, kita juga tetap bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Bahkan, kita bisa berkontribusi bagi umat manusia. Karena itu, janganlah kita bersikap sombong. Ingatlah untuk selalu rendah hati dan menghormati orang lain.

Sumber: DAAI TV

Penerjemah: Karlena

Ilustrasi: Rangga Trisnadi

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -