Sanubari Teduh: Lima Mata

Sebagai manusia, jika dapat hidup normal dan bisa, berarti kita termasuk beruntung. Seluruh organ tubuh normal, semua anggota gerak lengkap, dan hari-hari dapat dilalui dengan bisa, bukankah ini sangat baik? ya, tidak perlu meminta macam-macam.

Jika kita dapat menjalani hidup normal dan melewati hari-hari dengan bersahaja tanpa nafsu keinginan, ini adalah kehidupan yang penuh berkah. Bukankah ini yang Buddha ajarkan kepada kita? Jadi, kita dapat menanamkan Lima Akar dan menyucikan lima mata.

Lima mata meliputi:

1. Mata Fisik

2. Mata Dewa

3. Mata Kebijaksanaan

4. Mata Dharma

5. Mata Buddha

Mata fisik adalah mata yang bisa kita miliki pada tubuh sebagian makhluk awam. Kita semua dilahirkan dengan sepasang mata. Mata normal dapat melihat rupa. Seiring bertambahnya usia, wawasan kita semakin luas. Inilah mata fisik. Namun mata fisik makhluk awam hanya dapat melihat jika ada cahaya. Mata fisik tak dapat melihat gelap. Saat suatu benda tidak terhalang benda lain. Kita dapat melihatnya, tetapi jika benda itu terhalang, kita tidak dapat melihatnya. Inilah mata fisik makhluk awam.

Mata fisik makhluk awam ini, selain tidak dapat melihat dalam gelap, tidak dapat melihat benda yang terhalang, sesungguhnya fungsinya juga akan menurun seiringnya bertambahnya usia. Saraf mata kita juga semakin melemah seiring waktu. Beginilah mata fisik makhluk awam, mengikuti fase lahir, tua, sakit dan mati. Mengalami perkembangan dan penurunan fungsi. Inilah yang disebut mata fisik yang dimiliki makhluk awam.

Berikutnya adalah mata dewa. Mata dewa dimiliki oleh para dewa. Mata ini dapat melihat jauh atau dekat. Sebagai manusia, saat masih muda, kadang mata kita juga mengalami gangguan yang disebut rabun jauh. Untuk mengatasinya kita memakai kacamata. Dengan bantuan kacamata, kita bisa melihat jauh. Namun mata dewa tidak memiliki batasan jarak.

doc tzu chi

Sebagian orang tua malah tidak bisa melihat benda dekat. Dewa jauh lebih terlihat jelas oleh mereka. Sebaliknya para dewa tidak memiliki batasan ini. Mereka dapat melihat jauh dan dekat, pada saat siang ataupun malam. Demikianlah mata dewa.

Berikutnya adalah mata kebijaksanaan. Mata kebijaksanaan dimiliki para Sravaka. Para Sravaka mampu menembus fenomena semu. Baik manusia awam maupun para dewa, sering kali masih terjebak oleh fenomena semu. Di dalam sutra Agama juga terdapat banyak kisah tentang para dewa yang iri hati. Melihat pertapa yang melatih diri, mereka bisa berubah menjadi tentara mara, untuk mengoyahkan pikiran pertapa itu. Jadi, para dewa juga memiliki keterbatasan.

Namun, para Sravaka mampu memahami yang nyata dan yang palsu. Mereka mampu memahami segala kebenaran dan mampu membedakan yang nyata dan semu. Jika tidak memahami kebenaran, kita mungkin menganggap yang semu sebagai nyata. Bukankah makhluk awam sering menganggap yang semu sebagai nyata? Mereka menganggap nama, kedudukan dan harta adalah sesuatu yang kekal. Sesungguhnya, mana ada yang kekal di dunia?

Kita bisa melihat banyak orang di masyarakat yang dahulu sangat ternama dan memiliki banyak harta, bagaimana kondisi mereka saat kini? Mereka juga tak luput dari lahir, tua, sakit, mati. Kehidupan tidaklah kekal. Namun makhluk awam terus bertikai untuk mencari siapa yang kalah dan siapa yang menang. Saat menang mereka akan sangat bangga. Saat kalah mereka tidak bergairah.

Demikianlah manusia dan dewa, masih belum memahami  kebenaran sepenuhnya. Karena itu mereka terus bertikai. Sebaliknya para Sravaka dapat memahami Dharma sehingga mampu menyadari kebenaran dunia. Kadang kita bertanya kepada orang lain. “Bagaimana perasaan mu saat ini? “Saya Sudah sadar” Ya, saat sadar, hati kita akan terbuka. Jika tidak sadar, selamanya kita akan terbelenggu dan sangat menderita.

Jadi para Sravaka mampu melihat segala sesuatu secara terbuka dan memahami bahwa di dunia ini begitu banyak fenomena semu. Buddha mengajarkan kepada kita untuk menyadari kekosongan sejati, tetapi juga memahami eksistensi ajaib. Kebenaran tentang kekosongan dan eksistensi inilah yang merupakan kebenaran sejati. Namun mata kebijaksanaan Sravaka hanya bisa menembus kekosongan fenomena. Mereka mampu memahami kekosongan sejati, sehingga tidak terpengaruh kondisi luar. Inilah mata Kebijaksanaan Sravaka.

Berikutnya adalah mata Dharma Bodhisatwa. Pandangan dan pemahaman Bodhisatwa mampu menembus Dharma duniawi dan adiduniawi serta seluruh pintu Dharma. Inilah Bodhisatwa. Mereka tidak hanya memahami kekosongan, tetapi juga memahami eksistensi ajaib.

Karena itu Bodhisatwa bertekad untuk terjun ke masyarakat. Namun, Bodhisatwa juga masih memiliki ketidaktahuan yang sangat halus. Karena itu, sering dikatakan bahwa meski bulan terlihat bulat pada tanggal 15 Imlek, tetapi tidak sesempurna tanggal 16. Meski Boddhisatwa sudah mencapai pencerahan, tetapi masih belum mencapai kesempurnaan.

Karena itu dikatakan bahwa Bodhisatwa masih mencari jalan Buddha sambil membimbing semua makhluk. Mereka juga masih mencari ajaran Buddha. Inilah Bodhisatwa. Jadi, Bodhisatwa sudah memahami Dharma duniawi dan adiduniawi. Inilah yang di sebut mata Bodhisatwa.

Mata Buddha, adalah mata Tathagata. Mata Buddha mencakup kemampuan empat mata yang pertama tadi. Baik mata fisik, mata dewa, mata Sravaka maupun mata Bodhisatwa, semuanya tercakup dalam mata Buddha. Mata Buddha lebih sempurna dari empat lainnya.

Buddha mengetahui segala kebenaran Semesta. Tiada yang tidak diketahui-Nya. Inilah kebijaksanaan Buddha. Jadi, Buddha mampu mengamati kondisi semua makhluk  di enam alam. Buddha mampu melihat semuanya tanpa terintangi. Jadi mata Buddha mampu menjangkau semua.

Saudara sekalian, kita mempelajari ajaran Buddha dengan tujuan pemahaman kita mendekati pemahaman Buddha. Karena itu kita berharap untuk mencapai kesempurnaan lima mata ini. Berhubung kita masih umat awam, maka kita harus bergantung pada mata fisik untuk melihat kondisi dunia. Meski kita makhluk awam, kita berharap, kita tidak mengalami mata tua, rabun jauh atau rabun dekat. Sehingga tetap dapat melihat dengan jelas.

Namun, tadi kita juga sudah membahas bahwa mata dewa saja masih diliputi halangan, terlebih lagi mata fisik manusia awam.  Makhluk awam masih terbelenggu ketakutan. Mereka takut jika orang berlatih dengan baik dan memperoleh berkah, lalu akan merebut kedudukan mereka. Jadi lima mata ini, harus kita pahami di dalam proses pelatihan diri kita.

Jadi, saudara sekalian mata fisik kita untuk melihat benda, tetapi jangan sampai kita terbuai olehnya. Saat memiliki daya penglihatan yang baik, janganlah kita melihat yang tidak sepatutnya dilihat. Kita harus sungguh-sungguh melihat segala hal yang harus kita pelajari. Kita harus mengamati seluruh dunia baik yang jauh maupun dekat, bukan hanya sekitar kita.

Lihatlah dunia saat ini, bagaimana kondisi orang-orang yang menderita? Bagaimana lingkungan hidup mereka? Bagaimana kita harus membantu mereka? Bagaimana kita memperbaiki kondisi dunia? Ini adalah pandangan jauh yang membutuhkan kebijaksanaan. Jangan biarkan batin terbelenggu apapun.

Lihatlah segala sesuatu dengan jelas dan jangan bias. Untuk itu kita harus memiliki mata Bodhisatwa dan Buddha. Dibutuhkan kesungguhan hati setiap saat untuk dapat benar-benar memahami kebenaran. Intinya, tetaplah bersungguh hati.

Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh: Lima Mata.

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisatwa

Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -