Kasih bagi Semesta

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Anand Yahya
 
foto

* Aan memainkan keyboard kesayangan disaksikan relawan Tzu Chi. Meskipun memiliki kelainan pada mata, namun Aan piawai memainkan nada-nada musik dan menyenandungkannya.

Meskipun kemampuan melihatnya tidak sempurna, tapi Aan Setia Herianto dengan terampil memainkan jari-jarinya memencet tuts keyboard. Tidak cukup sampai di situ, lirik-lirik lagu kemudian meluncur dari bibirnya. Judulnya Kasih bagi Semesta. Ternyata ia tidak hanya piawai memainkan keyboard, kemampuan olah vokalnya juga prima.

Bawaan Bayi
Kemampuan melihat pemuda 26 tahun yang tinggal di Jalan Sukasari Bakti, Tangerang ini maksimal hanya sekitar 3 meter. Itu pun berkat bantuan lensa yang tertanam di kedua bola matanya. Aan mengidap katarak kongenital atau katarak sejak lahir. Namun menurut ibunya, Yeni (44), katarak yang diidap Aan sebenarnya bukan bawaan lahir.

Ketika Aan berumur 2,5 bulan, ia menderita muntaber sehingga kemudian dirawat di sebuah rumah sakit di Tangerang. Di sana ia diinfus. Entah apa yang terjadi, tak lama setelah itu mata Aan justru mulai tidak merespon jika ada obyek yang menghampiri matanya, misalnya kalau diberi mainan. Bahkan, lama-kelamaan Aan tidak bisa melihat. “Mungkin atau nggak saya juga kurang paham, diinfusnya di bagian kepala, awalnya di situ sepertinya (penyebab katarak Aan). Mungkin ada urat syaraf matanya yang kena infus atau apa saya tidak tahu,” duga Yeni.

Bola mata Aan tidak bisa fokus, selalu bergoyang-goyang. Ketika diperiksakan ke dokter, barulah diketahui ternyata Aan mengidap katarak dan disarankan untuk dioperasi namun harus menunggu sampai umur 12 tahun. Yeni pun sangat terpukul mengetahuinya. Sempat terlintas untuk menuntut pihak rumah sakit, namun ia batalkan karena tidak ada bukti kuat itu merupakan kesalahan rumah sakit atau bukan. Akhirnya Yeni hanya bisa pasrah.

Aan tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri. Yeni pun harus memberikan perhatian lebih kepadanya karena perasaan Aan menjadi sensitif. Ketika usia sekolah menjelang, terlintas niat untuk menyekolahkan Aan ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun karena sebenarnya Aan tidak buta, akhirnya rencana tersebut dibatalkan takut Aan nantinya dianggap sebagai tuna netra sehingga bisa makin memukul kejiwaan Aan.

Usia 12 tahun yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Aan sudah cukup umur untuk dioperasi. Sayang, Ceh Seng-yu (49), ayah Aan, yang ketika itu bekerja sebagai buruh tidak memiliki cukup uang untuk membiayai operasi. Penantian Aan selama 12 tahun pun akhirnya seperti membentur karang. Operasi yang ia tunggu bertahun-tahun ternyata masih tetap angan-angan. Maka ia pun tetap melanjutkan kisah hidupnya tanpa cahaya.

foto   foto

Ket : - Hati Aan berbunga-bunga karena seorang relawan Tzu Chi menyumbangkan sebuah keyboard kepadanya
           karena tahu Aan sangat mencintai alat musik tersebut. (kiri)
        - Sejak kecil, Aan memang merasa memiliki bakat di dunia seni musik. Meskipun belajar otodidak tanpa
           notasi tertulis, namun ia mampu menguasai keyboard dengan baik. (kanan)

Jodoh dengan Vihara
Ketika Aan berusia 18 tahun, Yeni mulai aktif kebaktian di Vihara Padumuttara, Tangerang yang ternyata menjadi titik awal perubahan garis hidup Aan. Di sana, ia berkenalan dengan Erina, seorang relawan Tzu Chi. Erina menyarankannya untuk membawa Aan ke Tzu Chi. Sudah terlambat memang. “Kata dokter memang untuk bisa normal 100% tidak bisa. Ini cuma membantu 25%. Tapi saya pikir, ya lebih baik kan?” ucap Yeni. Maka pada Agustus 1998, mata kanan Aan pun dioperasi di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Dua bulan kemudian giliran mata kiri dioperasi di RS AURI Serang, Banten. Bola matanya diberi alat bantu berupa lensa karena selalu bergerak. “Sebelum bertemu Tzu Chi, saya sangat tertutup dan sulit sekali mengakses dunia luar, memperluas pergaulan, setidaknya mendapatkan penghargaan dari orang lain. Dengan dioperasi ada satu harapan saya bisa mengembangkan pergaulan saya. Saya bisa menjadi orang yang berarti,” tutur Aan.

Ada satu sifat Aan yang menonjol yang katanya terutama ia pelajari dari ibunya, serta dari teman dan orang-orang di sekelilingnya. Aan sangat optimistis. “Hukum karma itu adil,” ia yakin sepenuhnya. Bahkan sebelum dioperasi pun, ia sangat optimis hidupnya bisa berubah menjadi lebih baik. Baginya, “Di dalam dunia ini sesungguhnya tidak ada yang tidak adil. Ketika kita melumpuhkan diri sendiri dengan ketidakadilan, kita minder dengan menutup diri, sesungguhnya kebaikan itu akan tertutup.”

Rupanya jodohnya dengan Vihara Padumuttara tidak terhenti sampai di situ. Ketika Aan telah dioperasi dan mulai bisa melihat, ia juga mengikuti jejak ibunya aktif di vihara tersebut. Awal 2001, Hengki, seorang pengurus di sana memperkenalkannya pada keyboard. Mungkin karena memang berbakat musik, walaupun belajar secara otodidak, akhirnya Aan bisa menguasai alat musik tersebut. Maka vihara tersebut pun tidak kebingungan mencari pengganti ketika Hengki mulai kesulitan mengatur waktu untuk datang ke vihara. Aan yang menggantikannya. Ia mendapat tugas mengiringi kebaktian dan acara pemberkatan pernikahan, serta acara-acara vihara lain. Rasa minder yang dulu melekat padanya seperti benar-benar hilang tak berbekas.

foto   foto

Ket : - Ibu Aan, Yeni, tak kuasa menahan air mata ketika pertama kali melihat Aan mampu memainkan alat musik.
           Yeni pun merasa bangga meskipun memiliki kelainan namun Aan tidak kalah dengan orang lain pada
           umumnya. (kiri)
         - Sebagai bentuk terima kasih kepada Tzu Chi, Aan juga menyisihkan uang ke dalam celengan bambu untuk
           membantu orang lain yang membutuhkan. (kanan)

Rasa Bangga Ibu
Pada suatu ketika, Aan memiliki kesempatan memeragakan kebolehannya tersebut di depan ibunya. “Waktu itu saya menitikkan air mata yang pertama kali,” kenang Yeni. Di matanya, Aan tampil luar biasa untuk ukuran orang yang memiliki kelainan seperti dirinya. Air mata kedua Yeni meleleh kembali ketika Aan memperlihatkan kebolehannya yang lain, yaitu menyanyi. Aan ketika itu mengikuti sebuah lomba vokal antar vihara di Serpong. Dengan mata agak basah, Yeni mengenang peristiwa itu, “Setiap kali dia tampil, saya merasa sangat terharu. (Saya) berbangga hati juga anak saya punya kekurangan, tapi bisa seperti orang lain punya kelebihan juga.”

Butuh waktu bagi Aan untuk membuktikan kepada keluarga dan masyarakat bahwa dirinya bisa seperti orang normal pada umumnya untuk bermanfaat bagi orang banyak. Dan Aan membuktikannya melalui keyboard. “Sejak kecil saya memang merasa bakat saya ada di seni,” ungkapnya.

Bahkan, 2 lagu telah berhasil ia ciptakan: Siddharta dan Kasih bagi Semesta. Lagu Siddharta malah kini telah siap masuk dapur rekaman dengan diproduseri oleh Joky, seorang prosuder lagu-lagu Buddhis. Tapi lagu yang istimewa baginya adalah Kasih bagi Semesta, karena merupakan gambaran kisah hidup Aan. “Ketika saya sedang operasi atau ketika saat-saat saya sedang pesimis, atau minder, apapun yang dilakukan Buddha bisa menyadarkan saya,” kata Aan mengungkapkan latar belakangnya menciptakan lagu tersebut. “Saya berpikir dunia ini sempit. Tapi Buddha memberikan satu pencerahan kepada saya bahwa kehidupan ini indah, bisa memberikan kasih,” sambung Aan.

 

Artikel Terkait

Mempererat Keharmonisan Sebuah Keluarga

Mempererat Keharmonisan Sebuah Keluarga

22 Mei 2018
Untuk memaknai Hari Ibu Internasional yang jatuh pada 13 Mei 2018, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur mengadakan kegiatan kelas budi pekerti dengan tema Hari Bakti pada 20 Mei 2018 yang bertempat di kantor He Qi Timur (Kelapa Gading). Sebanyak 40 murid datang bersama orang tua mereka dalam kegiatan ini.
Merasa Jadi Raja

Merasa Jadi Raja

21 Maret 2012
Setelah melaksanakan baksos ke-81 di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong, kini Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali mengadakan baksos skala besar di Pulau Batam. Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi  ke-82 ini berlangsung di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam terhitung sejak hari Jumat 16 Maret hingga Minggu 18 Maret 2012.
Kisah Tabungan Batu Bata

Kisah Tabungan Batu Bata

16 Juni 2014 Mimpi yang dibangun di atas niat dan keyakinan seketika berubah menjadi nyata. “Kami seperti menabung batu-bata,” ujar Ustaz Azhari. Rumah mereka yang dulunya tak layak huni kini telah berubah menjadi indah. Impian mereka yang dulu terasa sangat tinggi kini sudah mampu tergapai. Luapan sukacita tergambar dari setiap senyum yang tergurat di wajah mereka.
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -