Yang Tak Sempurna tapi Penuh Makna


Di tengah derasnya gelombang stereotip dan batasan yang seringkali membelenggu pandangan kita, ada satu fakta yang tak bisa dielakkan: setiap manusia menyimpan potensi luar biasa, yang jauh melampaui sekadar fisik atau kondisi yang terlihat. Potensi itu lahir dari keberanian dan tekad untuk terus maju, berkembang, dan menemukan kekuatan dalam perbedaan.

Layaknya kata Master Cheng Yen, “Jangan pernah meremehkan diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tak terhingga.” Dalam artikel ini, kita akan menelusuri kisah-kisah inspiratif yang membuktikan bahwa kekurangan bukanlah hambatan, melainkan kekayaan yang memperkaya kehidupan bersama, mengajak kita membuka mata dan hati untuk dunia tanpa stigma, di mana kemampuan manusia benar-benar tak terbatas.

“Kopikamu”: Nabila dan Secangkir Kopinya

Di sebuah sudut kafe mungil di Jalan Wijaya 1, Jakarta Selatan, aroma kopi yang hangat berpadu dengan suara denting gelas dan tawa ringan. Dari balik meja bar, seorang gadis muda dengan rambut sebahu yang diikat tampak sibuk dengan tangannya yang lincah memutar sendok, menuang susu, menekan tombol mesin kopinya. Senyumnya tak pernah lepas, bahkan saat ia serius mengatur takaran bubuk kopi. Namanya Farah Nabila. Usianya 26 tahun. Ia adalah seorang barista, tapi bukan sembarang barista. Nabila lahir dengan Down Syndrome (DS).

Memang ketika berbicara tentang pekerjaan, tak jarang kita berpikir tentang profesi-profesi yang mungkin dianggap “lebih mudah” atau “lebih tepat” untuk seseorang dengan Down syndrome. Namun, kenyataannya jauh berbeda. Contoh nyata datang dari seorang barista muda yang mengidap Down syndrome. Di balik senyum ramah dan tangan yang lihai meracik kopi, ada semangat juang yang luar biasa. Bukti bahwa seseorang dengan keterbatasan intelektual tetap bisa berkarier, berkontribusi, dan menjadi bagian dari ekosistem kerja yang produktif.

Farah Nabila menuangkan susu ke dalam kopi pesanan pelanggan di Kopikamu. Meski terlahir dengan kondisi down syndrome, Nabila membuktikan bahwa keterbatasan bukan halangan untuk berkarya. Dengan senyum tulus dan tangan cekatan, ia menjalani tugasnya dengan penuh semangat, sama seperti barista pada umumnya.

Melihat Nabila bekerja, sulit membayangkan bahwa banyak orang dengan DS masih sering dipinggirkan oleh sistem. Tapi di sini, di balik mesin kopi, Nabila menemukan dunianya. Dunia di mana ia bisa mandiri, bekerja, dihargai, bahkan dicintai, bukan karena kekurangannya, melainkan karena ketekunan dan ketulusannya.

Nabila bukan sosok yang asing dengan tantangan. Sejak kecil, ia belajar di sekolah luar biasa dari tingkat TK hingga SMA. Namun, yang membuat kisahnya berbeda adalah dukungan yang tiada henti dari sang ibu, Erna Istiana.

“Yang penting Nabila bisa mandiri, walaupun nggak sepenuhnya,” ucap Bu Erna sambil memandangi putrinya yang sedang meracik kopi. Di balik kata-katanya ada perjuangan panjang, ikut komunitas POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome), mengikuti pelatihan di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS), dan bahkan saat pandemi, tetap berlatih di rumah.

Erna adalah pelanggan pertama Nabila. “Saya jadi langganannya waktu pandemi. Kopinya diseduh langsung di dapur,” katanya sambil tertawa.

Dari situ, pelatihan demi pelatihan pun dijalani. Di RCDS, Nabila ikut kelas barista sejak 2017. Ia juga sempat magang di perusahaan besar seperti Garuda Indonesia dan Uni-Charm (Mommy Poko). Sayangnya, meski semangatnya besar, tuntutan jam kerja di perusahaan formal kadang tidak sejalan dengan kondisi fisiknya.

Tak hanya meracik kopi, Nabila juga sudah mampu secara mandiri melayani pelanggan. Ia mengantarkan kopi pesanan satu per satu sambil menyapa ramah. Kemampuan berinteraksi sosial ini adalah hasil dari proses panjang yang dilalui dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Pernah satu waktu, Nabila diminta bekerja lima hari penuh, dari pagi hingga sore. Erna merasa keberatan. “Saya keberatan karena saya melihat kemampuan anak saya. Saya enggak bisa memaksa. Kalau memaksa takutnya nanti Nabila malah down. Akhirnya saya putuskan untuk mengundurkan diri,” katanya lirih. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengundurkan diri.

Namun yang membuat hati trenyuh adalah reaksi Nabila. “Kenapa keluar ya, Ma?” tanyanya polos. Erna hanya bisa memeluk sambil menahan air mata.

“Nabila bukan dikeluarkan, tapi mengundurkan diri,” ujar Erna, mencoba menjelaskan situasi yang sebenarnya. “Kenapa?” tanya Nabila pelan, matanya menatap ibunya penuh tanya.

“Mamah khawatir kamu kelelahan. Kerjanya dari Senin sampai Jumat, pagi sampai sore. Takut kamu nggak kuat,” jawab Erna dengan nada cemas.

Ia menarik napas sejenak, lalu melanjutkan, “Nabila nggak mau keluar dari pekerjaannya.”

Jodoh Indah dari Balik Booth Kopi
Cerita berubah arah ketika Rocky Pesik dan istrinya terlibat dalam kepanitiaan acara Eco Living Festival pada Juni 2023. Di salah satu booth, mereka melihat anak-anak dari POTADS menyeduh kopi dengan cekatan. Rocky terpukau. “Mereka luwes banget. Saya sampai nanya, ‘Kalau mau beli lagi, belinya di mana?’ Tapi mereka bilang belum punya kedai tetap,” kenangnya.

Sejak itulah benih ide Kopikamu mulai tumbuh. Rocky, pemilik kafe di bilangan Jakarta Selatan, mengajak RCDS dan POTADS bekerja sama untuk memberdayakan barista-barista istimewa ini. Desember 2023, program itu mulai berjalan.

Rocky Pesik, pemilik Kopikamu, merasa bangga dan bersyukur. Ia menyampaikan bahwa memberi ruang dan kesempatan kepada teman-teman disabilitas, seperti Nabila, bukanlah tentang belas kasihan, tetapi tentang keadilan dan kepercayaan bahwa setiap orang layak untuk berkembang.

Anak-anak dengan DS tidak hanya diajari meracik kopi. Mereka juga dilatih menyapa pelanggan, mencuci gelas, membersihkan meja, dan juga melayani dengan penuh tanggung jawab. Transaksi uang memang masih dikecualikan, tapi semua tugas lainnya dilakukan secara penuh, layaknya barista profesional.

Awalnya, jadwal kerja hanya dua kali seminggu selama dua setengah jam. Namun seiring waktu, mereka sendiri yang minta ditambah. “Sekarang sudah lima hari seminggu, bahkan shift-nya jadi empat jam,” kata Rocky dengan bangga.

Baginya, inisiatif ini bukan hanya soal bisnis. “Ini bagian dari SDGs. Prinsipnya jelas: nobody left behind. Kesempatan berdaya harus terbuka untuk semua,” tegasnya.

Di Balik Mesin Kopi Ada Frans
Tak banyak yang tahu bahwa di balik kemampuan Nabila dan teman-temannya ada pelatih yang sangat berdedikasi. Francisco Satriawan, akrab disapa Frans adalah instruktur barista di RCDS sejak 2017. Awalnya ia mengajar barista untuk umum, sampai akhirnya diminta melatih anak-anak dengan DS.

Frans juga tak langsung ahli. Ia belajar pelan-pelan memahami karakter anak-anak DS: dari cara berpikir, kemampuan motorik, hingga cara mereka berinteraksi.

“Awal mulanya kita diskusi hanya dengan orang tuanya aja. Setelah itu kita membuat kebersamaan, saling berinteraksi, kerja sama tim, dan sebagainya. Dengan suasana yang baik, mereka akan senang dengan adanya suasana itu. Kita harus mengerti karakter mereka, karena mereka itu penggembira, dan sangat-sangat ramah,” ucap Frans dengan nada antusias.

Kunjungan Sandiaga Salahuddin Uno dan keluarga ke Kopikamu. Dalam kunjungannya, Sandiaga Uno menyampaikan kekagumannya atas kolaborasi Kopikamu dengan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) yang telah membuka peluang kerja inklusif bagi penyandang disabilitas.

Dia menambahkan bahwa suasana yang positif dan kerja sama yang erat sangat penting agar semua pihak merasa nyaman dan termotivasi untuk belajar. “Tapi ya kita nggak bisa samakan semuanya. Ada yang butuh enam bulan untuk hafal satu resep. Ada yang perlu bertahun-tahun untuk belajar menakar 20 gram kopi,” jelasnya.

Frans pun menyusun kurikulum yang fokus pada empat pilar: motorik, kognitif, komunikasi, dan interaksi sosial. Setiap anak dimapping secara individual, dilatih, diobservasi, dan diberi ruang untuk berkembang sesuai kecepatannya masing-masing.

“Yang bikin saya bertahan adalah semangat mereka. Anak-anak ini penggembira. Mereka senang kalau dihargai, senang kalau bisa tampil,” ucap Frans sambil tersenyum.

Momen istimewa ketika Nabila dan teman-temannya diundang ke sebuah acara televisi yang dipandu oleh Raffi Ahmad. Dalam suasana hangat, Raffi menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membuka jalan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan kesempatan hidup yang lebih mandiri dan bermakna.

Mimpi yang Tak Diaduk, Biar Cantik
Dari petualangan panjangnya, Nabila punya mimpi sederhana tapi besar: punya kafe sendiri. “Sama teman-teman juga, biar bisa kerja bareng,” katanya pelan. Di kafe Kopikamu, ia paling suka membuat cappuccino gula aren, dan ia tahu persis perbedaannya. “Kalau di sini gulanya nggak diaduk, biar kelihatan cantik,” ucapnya sambil tertawa kecil.

Di rumah, ia juga membantu ibunya di dapur. Bisa masak seblak, telur dadar, dan merapikan kamar sendiri. “Kalau besok ada kegiatan, baju disiapin sendiri,” tambah Erna bangga.

Melihat Nabila, sulit rasanya tidak tersentuh. Ia bukan hanya barista. Ia adalah harapan. Dalam setiap takaran kopi yang ia racik, tersimpan kisah tentang cinta seorang ibu, ketulusan seorang pelatih, dan keberanian seorang pengusaha membuka pintu bagi mereka yang kerap dipinggirkan.

Erna Istiana, sosok ibu tangguh di balik kemandirian Nabila. Dengan cinta yang tak pernah putus, Erna mendampingi dan mendidik Nabila sejak kecil. Kini, berkat dukungan dan perjuangan sang ibu, Nabila tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan membanggakan.

Perbincangan Tim Redaksi Majalah Dunia Tzu Chi di Jakarta dengan Nabila memang singkat, tetapi setiap kata yang keluar dari bibir mungilnya terdengar begitu tulus dan jujur. Saat kami hendak berpisah, ia menatap saya dengan mata berbinar.

“Terima kasih Kak Anand. Nanti mampir lagi ke sini ya,” ucapnya dengan senyum dan nada yang menyenangkan.

Nabila mungkin terlahir dengan kondisi spesial. Tapi ia membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Justru dari keterbatasan itu lahir ketekunan, ketulusan, dan semangat yang tak mudah tergantikan.

Dan di kedai kecil bernama Kopikamu, setiap cangkir kopi yang menyuguhkan rasa juga membawa pesan: bahwa semua orang berhak punya ruang untuk tumbuh, bekerja, dan bermimpi. Termasuk Nabila. Termasuk teman-temannya.

Penulis: Anand Yahya
Fotografer: Anand Yahya, Dok. Pribadi, Dok. IG @sandiuno, Dok. IG @raffinagita1717

Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -