“Harta Boleh Hilang, Semangat Tetap Harus Ada” (Bag. 1)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

foto
Relawan Tzu Chi Supriadi Marthaen memberi semangat Jab Boen Tiong dan istrinya. Keduanya mengalami sedikit depresi akibat musibah yang menimpa mereka. Akibatnya, mereka pun kurang bersemangat untuk menata kembali hidup mereka. 

“Sudah jatuh tertimpa tangga”, peribahasa ini seolah tepat untuk menggambarkan musibah yang dialami Jab Boen Tiong (68). Pria yang akrab disapa Rudi ini menuturkan bagaimana musibah datang berturut-turut menghampiri hidup ia dan keluarganya. Lima bulan lalu (November 2013), mobilnya yang disewakan (rental) hilang dibawa kabur orang. “Ayah seperti terkena hipnotis,” kata Ronald, putra satu-satunya pasangan Jab Boen Tiong dan Lie Soei Hiong.

Belum pupus dari ingatan kelamnya ditipu orang, tanggal 15 Januari banjir bandang menerjang Kota Manado, termasuk rumah Rudi yang berada di Lingkungan IV, Kelurahan Tikala Baru. “Tidak sempat menyelamatkan barang-barang, semua habis, terkena banjir,” kenang Rudi. Mereka dapat selamat dari air bah karena berhasil menyelamatkan diri ke lantai 2 rumah mereka.

Pascabanjir, dengan sisa-sisa tenaga tua mereka, dibantu putranya, mereka mencoba membersihkan rumah dari genangan lumpur. Tapi apa daya, hingga tanggal 1 Maret 2014, kondisi rumah keluarga ini masih dalam kondisi yang memprihatinkan. “Kami bersih-bersih secara pelan, bertahap, tidak bisa cepat,” ungkap Boen dan diamini anak dan istrinya. Meski para tetangga berniat membantu membersihkan, namun Rudi tidak mau. Ujian kembali menghampiri mereka tatkala Angkot (angkutan kota) yang menjadi satu-satunya sumber penghidupan mereka rusak dan tidak bisa disewakan. “Kalau disewakan sehari dapat seratus ribu rupiah,” terang Rudi.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan Tzu Chi membersihkan rumah keluarga Jab Boen Tiong yang masih kotor pascabanjir bandang 15 Januari lalu (kiri).
  • Setelah dibersihkan kondisi rumah Jab Boen Tiong pun jauh lebih bersih. Bau tak sedap pun hilang dengan sendirinya sehingga rumah ini lebih sehat untuk dihuni (kanan).

Kondisi inilah yang akhirnya menggerakkan relawan Tzu Chi untuk turut membantu membersihkan rumah Rudi. “Saya  bilang sama Supriadi Shixiong untuk ngobrol-ngobrol dan lihat apa yang bisa kita bantu. Ternyata memang sangat membutuhkan. Masih banyak barang-barang yang belum terselesaikan, sementara dia punya anak cuma satu,” kata Like, “Saya bisa merasakan barang begitu banyak. Sepertinya dia kesulitan mau mulai dari mana membersihkannya.” Selama 2 hari (1 – 2 Maret) 2014, relawan Tzu Chi bahu-membahu membersihkan rumah, mulai dari memilah sampah, mengepel lantai, menyikat dinding dan kaca, membersihkan lemari dan kursi hingga mencuci piring, gelas, dan sendok yang sudah lengket dengan lumpur yang berbau.

Menghormati dan Memahami Perasaan Orang Lain
Aroma tak sedap langsung menyambut kami tatkala memasuki halaman rumah yang cukup luas ini. Tumpukan barang-barang yang memadati halaman masih lengket dengan lumpur. Bau lebih menyengat ketika memasuki pintu rumah ini. Aroma lumpur dan kotoran yang menyatu membekap hidung kami. Dari sini saya membayangkan bagaimana keluarga ini bisa tinggal di rumah dengan kondisi seperti ini. Dengan niat yang teguh, para relawan pun bahu-membahu membersihkan rumah ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Barang-barang perabotan rumah tangga ini sudah sulit untuk dibersihkan, tetapi relawan tetap membersihkannya hingga bersih dan dapat digunakan kembali (kiri).
  • Dengan keikhlasan dan ketulusan, pekerjaan apapun yang dilakukan akan membawa kebahagiaan di hati (kanan).

Tanpa memedulikan seragam mereka, relawan mengepel lantai dan menyikat dinding rumah. Di halaman depan, tanpa dikomando relawan memilah barang-barang yang masih bisa dipakai dan tidak lagi bisa dipakai. Beberapa kali Christine, relawan Tzu Chi yang akrab disapa Acu membujuk Lie Soei Hiong untuk mau membuang barang-barang yang memang sudah tidak bisa lagi dipakai. “Buang aja ya, kalau disimpan malah jadi sampah dan bisa jadi bibit penyakit,” bujuk Acu. Meski awalnya berat, akhirnya Lie Soei Hiong pun mengizinkan relawan memasukkan kain-kain dan seprai yang memang kondisinya sudah rusak dan tidak bisa lagi digunakan.

Meski tinggal hanya bertiga dengan suami dan anaknya, Lie Soei Hiong ternyata suka menyimpan barang-barang dan pernak-pernik. Parahnya, meski sudah rusak dan sulit untuk digunakan kembali, ia masih tetap berat untuk membuangnya. “Saya lihat kemelekatannya agak tinggi. Mungkin juga lihat ini sayang, itu sayang. Kita juga harus menghormati dan menghargai pendapatnya, jadi saya bilang sama relawan harus izin kalau mau buang sesuatu,” terang Like Hermansyah, yang menjadi motor kegiatan ini. “Kalau dia masih melekat, kita hargai mereka,” tambahnya. Dengan pendekatan dan cara yang lembut, relawan akhirnya dapat meyakinkan Lie Soei Hiong untuk membuang barang-barang yang tak lagi berguna, meski sebagian masih tetap ingin ia bersihkan dan pertahankan. “Ya kita tetap hormati keputusannya,” kata Acu Shijie.

Agar pembersihan rumah dapat berjalan efektif maka relawan pun berbagi tugas. Ada yang mencuci piring, memindahkan barang-barang, mencuci lemari dan kursi, menyikat dinding, dan juga mengepel lantai. Rencananya relawan hanya akan membersihkan selama 1 (satu) hari saja, tetapi karena barang-barang begitu banyak dan ruangan yang begitu luas maka diputuskan jika relawan akan datang kembali keesokan harinya. “Kita harus tuntaskan apa yang kita mulai. Minggu pagi, kita kembali bekerja sampai jam 3 sore, setelah itu relawan Tzu Chi Jakarta akan pulang ke Jakarta. Ladang berkah ini kemudian dilanjutkan oleh relawan Tzu Chi dari Makassar dan Manado,” kata Like. Toh saat relawan Tzu Chi berpamitan, kondisi rumah Rudi sudah jauh berubah. “Lebih dari senang, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” ungkap Rudi dengan mata berkaca-kaca.

Bersambung ke Bagian 2.

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Harapan dari Pendidikan

Suara Kasih: Harapan dari Pendidikan

14 Juni 2012 Melihat angkatan demi angkatan wisudawan yang menerima pendidikan kita, saya merasa lebih tenang. Pendidikan adalah harapan bagi manusia, juga merupakan harapan bagi masyarakat. Anak-anak harus dibimbing dengan baik agar setelah lulus sekolah, mereka bisa berkontribusi bagi masyarakat dan menjadi insan yang berkualitas.
HUT TIMA ke-17:  Bergandengan Tangan Dalam Barisan TIMA Indonesia

HUT TIMA ke-17: Bergandengan Tangan Dalam Barisan TIMA Indonesia

11 November 2019

Peringatan 17 tahun berdirinya Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia berlangsung sederhana namun meriah, Minggu (10/11/19). Para anggota TIMA menjadikan moment sweet seventeen ini sebagai suatu perjalanan menuju kedewasaan yang baru, dengan tetap bergandengan tangan dan membantu masyarakat hingga pelosok negeri.

Kelas Dharma Discussion Perdana

Kelas Dharma Discussion Perdana

03 September 2015

Setelah Bedah Buku dan Xun Fa Xiang, kini di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk juga diadakan kelas Dharma Discussion. Bertempat di Ruang Gallery Lt.1 Gedung DAAI, Tzu Chi Center, PIK pada 29 Agustus 2015, sebanyak 88 orang dari kalangan umum dan relawan Tzu Chi hadir untuk menyimak kelas diskusi Dharma perdana ini.

Keindahan sifat manusia terletak pada ketulusan hatinya; kemuliaan sifat manusia terletak pada kejujurannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -