“Rumahku, Istanaku”

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya
 
 

fotoWalikota Jakarta Utara menyerahkan kunci kepada Urbanus, salah seorang warga penerima bantuan Program Bebenah Kampung Tzu Chi di Cilincing, Jakarta Utara pada tanggal 17 Juni 2011.

Dimulai pertama kali di Kampung Belakang, Kamal, Jakarta Barat pada tahun 2006, Program Bebenah Kampung Tzu Chi terus bergulir ke beberapa wilayah di Jakarta lainnya, seperti Kelapa Gading, Pademangan, dan menyusul Cilincing Jakarta Utara. Program Bebenah Kampung Tzu Chi sendiri mengusung Program “3S” (Sehat Rumah, Sehat Lingkungan, dan Sehat Ekonominya) yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di rumah yang kurang layak.

Setelah dilakukan peletakan batu pertama pada tanggal 2 April 2011 lalu, akhirnya pada tanggal 17 Juni 2011 dilakukan penyerahan kunci kepada 12 orang dari 43 penerima bantuan Program Bebenah Kampung Tzu Chi di wilayah Cilincing Jakarta Utara. Kedua belas warga yang berbahagia itu adalah Supini, Urbanus, Zainudin, Markum, Suparmi, Rian, Nastiah, Nahrawi, Suryati, Eko Budiyanto, Akun, dan Marisan. Wajah kedua belas orang ini tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya tatkala menerima kunci rumah mereka yang baru.

“Kita telah menjalin jodoh yang baik hari ini dan mudah-mudahan beberapa warga sudah bisa menempati rumah barunya,” kata Hong Tjhin, mewakili pihak Tzu Chi Indonesia, “kita akan meneruskan kembali survei di wilayah Cilincing ini karena memang masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan.” Dalam kesempatan itu Hong Tjhin juga mengajak para warga penerima bantuan program Bebenah Kampung Tzu Chi ini untuk turut bersumbangsih melalui celengan bambu setiap hari semampu yang mereka bisa. “Bisa sisihkan 100 atau 200 rupiah setiap hari untuk membantu orang lain tentu akan sangat bermanfaat bagi warga lain yang membutuhkan program seperti ini,” tandasnya, “semoga (program) ini bisa menjadi panutan dan contoh yang baik. Dengan rumah baru, semoga memberi harapan yang baru.”

Walikota Jakarta Utara H. Bambang Sugiyono dalam sambutannya menyampaikan harapannya agar warga yang telah menerima rumah ini dapat menjaga, merawat, dan menjadi teladan bagi warga lainnya dalam menerapkan pola hidup yang baik dan sehat. “Jadikan rumah ini surganya di dunia. Kalau kita sudah menganggap rumah itu surga kita, maka kita akan hidup bahagia. Orang bahagia itu kalau rumahnya bersih, hijau, sampahnya ada tempatnya. Rumah yang baik dan sehat ini juga akan membentuk jiwa insan-insan yang pandai bersyukur.” Diharapkan meskipun kondisi masyarakat di wilayah Cilincig masih banyak yang kurang mampu tetapi dengan adanya program bebenah kampung dan pola hidup yang baik dan sehat ini lingkungan dan kehidupan masyarakatnya menjadi sehat.

foto  foto

Keterangan :

  • CEO DAAI TV Hong Tjhin mewakili pihak Tzu Chi mengajak warga penerima bantuan untuk bisa bersyukur dan juga tergerak untuk bersumbangsih membantu orang lain dengan cara menyisihkan uangnya ke dalam celengan bambu. (kiri)
  • Dari 43 rumah yang dibedah di Cilincing, 12 rumah diantaranya sudah selesai pembangunannya dan sudah siap pula untuk dihuni. (kanan)

Donatur Tzu Chi
Kebahagiaan diungkapkan oleh Urbanus dan istrinya Tutik Mintarsih saat Walikota Jakarta Utara, relawan Tzu Chi beserta para donatur dalam program Bebenah Kampung ini mengunjungi rumahnya. “Sangat bersyukur, puas, dan senang luar biasa. Tadinya kan rumah kami nggak layak huni. Sangat hancur, tapi setelah ini saya sangat bangga terutama terhadap Tzu Chi, donatur dan para relawannya, sangat luar biasa perhatiannya kepada sesama manusia, tanpa membeda-bedakan agama,” kata Tutik Mintarsih dengan mata berkaca-kaca.

Kebahagiaan dan rasa syukur Urbanus dan istrinya tidak hanya diungkapkan lewat kata-kata, tetapi ia juga turut bersumbangsih melalui Tzu Chi untuk membantu sesama. Tercatat sudah dua bulan berturut-turut Urbanus dan istrinya menjadi donatur Tzu Chi. “Kami mau jadi donatur dan relawan,” tegas Tutik, “Tadinya nggak tahu berhubung ada pembangunan yang berkelanjutan ini saya ikuti, tidak terbebani dan dengan hati yang sukacita saya memberi. Karena kita nggak mungkin dalam hidup mengambil berkah kita semua, kita (juga) harus memberi. Berbagi rasa dan kebahagiaan sama orang lain.”

Urbanus pun siap menjaga dan merawat rumahnya ini dengan kemampuan yang ia miliki. “Misalkan waktunya dicat lagi ya kita akan cat, pokoknya rumah ini nggak akan dijual, kita akan rawat sampai anak-cucu,” tegas Urbanus. Saat ditanya bagaimana perasaannya sebelum dan sesudah rumahnya dibangun, Urbanus mengatakan, “Dibanding dulu jauh. Sekarang lebih nyaman dan layak huni. Kalau dulu saya mikir kapan bisa punya rumah yang layak, kalau hujan bocor, dan kebanjiran. Tapi sekarang dah tenang kami.”

foto  foto

Keterangan :

  • Wajah bahagia menyelimuti Urbanus dan Tutik Mintarsih istrinya saat walikota, relawan Tzu Chi dan donatur mengunjungi rumah barunya. (kiri)
  • Nahrawi (56) didampingi pengurus RT di wilayahnya dengan ceria menceritakan kehidupan dan kebahagiaannya setelah rumahnya diperbaiki dalam program Bebenah Kampung Tzu Chi. (kanan)

Pak Nah yang Ceria
Usianya sudah kepala lima, tetapi sikap dan gaya hidup Nahwari (56) tetap tak berubah. Di mata para tetangga, Nahrawi adalah sosok yang menyenangkan, dapat menghibur orang lain, ringan tangan dan berperilaku jujur. Meski kehidupannya sangat sederhana Nahwari dapat menjalani kehidupannya dengan penuh kebahagiaan. Maka tatkala rumahnya yang berada di RT 005/04 Cilincing ini menjadi salah satu rumah yang terpilih untuk diperbaiki, kebahagiaan Nahrawi atau yang akrab dipanggil Pak Nah ini pun semakin besar.

Ditinggal oleh istri tercinta pada tahun 2006, Nahrawi yang sejak muda berprofesi sebagai petugas keamanan ini pun tinggal bersama ke-4 anaknya: Nani 36), Ribut (31), Narto, dan Sadin. Dengan rumah yang sempit dan kurang layak huni inilah Nahrawi beserta anak dan cucunya tinggal di gubuk yang sederhana. “Kalau hujan bukan bocor lagi, banjir. Nggak bisa tidur, nungguin air surut dan buangin ke jalan. Bukan cuma hujan aja, kalau pas air lagi pasang juga kebanjiran,” kata Nahrawi.

Kini bayangan  air hujan menetes masuk ke rumahnya sudah jauh dari benaknya. Terlebih rumahnya pun sudah ditinggikan dari jalan sehingga kekhawatiran air rob akan masuk ke rumah sangat jauh. “Beribu gembira dah. Sebelumnya nggak kebayang bisa punya rumah kayak gini. Kata orang-orang ngimpi apa luh, Nang bisa punya rumah gini,” terang Nahrawi.

Tinggal sejak tahun 1968 di Cilincing, Nahrawi mengaku jika tanah yang dimilikinya sekarang merupakan pemberian dari Ketua RT dulu. “Saya suruh nempatin, bayar kalau ada duit, berhubung nggak ada duit ya udah ampe sekarang belum kebayar. Untung ama yang punya dah diikhlasin,” ungkap Nahrawi. Beruntung pula 12 tahun lalu ia telah mengurus sertifikat kepemilikan tanahnya ini yang didanai oleh Bank dunia kala itu. “Warga lain banyak yang nggak mau ngurus, akhirnya sekarang mereka nggak bisa menerima bantuan program bebenah kampung ini,” kata Titin, salah seorang pengurus RT.

Sikap Nahwari yang ringan tangan ini pula yang membuat masyarakat di sekitarnya merasa senang dan tanpa segan membantu pria yang kini menjadi pekerja lepas harian ini. Hampir setiap ada kegiatan kemasyarakatan di kampungnya Nahrawi selalu turun tangan membantu. “Dari mudanya baik, banyak jasanya dan membantu, jadi ketika sudah tua meski tanpa diminta warga pun langsung memberi,” terang warga lainnya. Sikap ini pula yang kemudian membawanya untuk selalu membantu setiap kali ada kegiatan pembongkaran rumah di Cilincing. Dari 43 rumah yang dibongkar termasuk rumahnya sendiri, Nahrawi hampir dipastikan tak pernah absen membantu. “Bantu terus, pokoknya selama bisa bantu kita bantu,” ungkapnya. Sikap Nahrawi yang ringan tangan inilah yang membuat para tetangganya pun tak sungkan untuk memberinya uang ataupun sesuatu yang dibutuhkannya.  “Kalau memberi ke Pak Nah mah kita nggak pernah ragu, habis orangnya dari dulu juga suka bantu-bantu orang, apalagi kalau untuk kepentingan lingkungan,” terang Titin dan diamini rekan-rekan pengurus RT lainnya.

Di penghujung wawancara, Nahrawi dengan sigap mengambil dan mengayuh sepedanya untuk kembali ke lokasi tempat diadakannya penyerahan kunci . “Saya harus bantuin relawan (Tzu Chi) untuk bongkar tenda dan cabutin bendera,” katanya pamit.

  
 

Artikel Terkait

Menyambut Para Bodhisatwa Cilik

Menyambut Para Bodhisatwa Cilik

21 Agustus 2013 Jumlah murid untuk kelas ini sebanyak 54 orang yang dibagi ke dalam 5 grup. Jumlah murid Xiao Thai Yang ada 38 anak yang dibagi ke dalam 4 group. Sedangkan untuk Tzu Shao Ban ada 64 anak yang dikelompokkan dalam 7 kelompok.
Peduli Merapi : Sumbangsih Banyak Pihak

Peduli Merapi : Sumbangsih Banyak Pihak

06 November 2010
Hari Jumat dinihari, 5 November 2010, Gunung Merapi kembali meletus, mengeluarkan awan panas setinggi hampir 3,5 kilometer. Akibat letusan dahsyat itu tercatat 55 orang meninggal. Daerah rawan pun diperluas dari semula 15 kilometer kini meningkat menjadi 20 kilometer.
Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -