“Saya Percaya, Joshua Pasti Hidup.”

Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika, Dok. Pribadi
 
 

fotoKarena kesalahan dalam operasi, kondisi Joshua menurun drastis. Saat itu berat badannya hanya 1,8 kg.

Beberapa dokter sudah memvonis Joshua, kalau anak itu sudah tidak bisa lagi diselamatkan. Namun Nataniel, sang ayah tetap bersikukuh kalau anaknya pasti akan sanggup untuk bertahan hidup. 

 

Seperti pada kehamilan pada umumnya, saya (Nataniel Ngilawane) dan istri (Iriani Ivana), selalu memeriksakan kondisi buah hati kami secara rutin kepada seorang dokter kandungan. Dan menurut sang dokter, tidak ada masalah pada kehamilan Iriani. Namun setelah istri saya melahirkan pada tanggal 18 Desember 2007, baru kami tahu kalau anak laki-laki kami, Joshua Urami Desener Ngilawane, mengalami cacat bawaan— tidak memiliki anus.

Malapraktik
Saat itu Joshua tidak bisa langsung dioperasi, hal ini dikarenakan dokter bedah di Biak sedang berada di luar kota. Maklum saja, di Biak dokter bedah memang hanya ada satu orang. Oleh karena itu empat hari kemudian, saya dan istri membawa Joshua ke Makassar untuk segera dioperasi. Tepat tanggal 22 Desember 2007, Joshua menjalani operasi pembuatan kalastomi (lubang anus) buatan di dadanya. Setelah dioperasi, kondisi Joshua bukannya membaik, tapi justru malah semakin menurun. Dia seperti kekurangan cairan dan bergantung pada cairan infus. Kalau infus dilepas, kondisi Joshua langsung drop. Saya sempat menanyakan hal ini kepada dokter yang mengoperasi Joshua, tapi beliau bilang kalau hal tersebut normal.  Hingga akhirnya anak saya harus hidup dengan cairan infus selama lebih kurang tiga bulan.

Melihat hal ini, salah satu dokter anak di sana pun berkata kepada saya. “Bapak Nataniel coba konsultasi dengan dokter yang melakukan operasi anak bapak, jangan-jangan ada kesalahan,” katanya. Tapi belum sempat saya berkonsultasi dengan dokter tersebut, anak saya sudah kritis, dan masuk ICU. Dokter bilang kepada saya kalau Joshua sudah tidak bisa tertolong lagi. Kondisi Joshua memang sangat memprihatinkan. Lubang kalastominya terus-menerus mengeluarkan darah. Ketika saya coba tutup, darah justru keluar dari mulut dan hidungnya. Dia sudah dalam keadaan tidak sadar. Saya dan istri berdoa, memohon kepada Tuhan agar Joshua dapat bertahan. Setelah berdoa, saya dan keluarga akhirnya berkonsultasi dengan dokter yang menangani Joshua, agar Joshua bisa segera dibawa ke Jakarta.

Mendengar hal tersebut, dokter tidak berani mengambil resiko untuk memindahkan Joshua ke Jakarta. Dia berkata, “Penerbangan Biak-Jakarta cukup jauh, dan sangat membahayakan Joshua.” Saya menjawab, “Tidak dokter. Saya sudah berdoa kepada Tuhan, dan Dia sudah jawab doa saya, dan saya harus segera membawa anak saya ke Jakarta.” Awalnya pihak dokter di Makassar tetap tidak bersedia, tapi setelah saya paksa akhirnya mereka mau mengantarkan kami ke Jakarta.

foto  foto

Ket : - Walaupun dokter sudah mengatakan bahwa Joshua sudah tidak bisa tertolong, namun Nataniel dan                Iriani (orang tuanya) tidak putus asa mencari jalan untuk kesembuhan Joshua.(kiri)
       - Joshua jarang sekali mengeluh. Meskipun harus menjalani beberapa tindakan operasi dan terapi, ia tetap           riang dan bersemangat untuk sembuh.(kanan)

Operasi Perbaikan
Tanggal 13 Maret 2008, sesampainya kami di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, kondisi Joshua semakin memburuk. Dia mulai kejang, dan kami langsung membawanya ke RS Pantai Indah Kapuk (PIK), untuk mendapatkan penanganan pertama. Selama dua jam ditangani, dokter pun memanggil saya. Untuk kedua kalinya saya mendengar dari dokter kalau Joshua sudah tidak bisa lagi dapat tertolong. Tapi saya tidak putus asa. Dengan secuil harapan, kami meminta pihak rumah sakit untuk merekomendasikan Joshua ke rumah sakit yang mungkin bisa menangani Joshua. Akhirnya pada hari yang sama, Joshua dipindahkan ke RS Pluit, dan mendapatkan penanganan lebih kurang 12 jam di sana, sebelum akhirnya kami pindahkan ke sini (RS Harapan Kita). Sesampainya Joshua di RS Harapan Kita, dokter langsung membuat jadwal operasi. Tapi dari hasil pemeriksaan laboratorium, Joshua tidak bisa dioperasi karena hasil lab-nya tidak mendukung— nilai abumen 1%, protein 1%, kalori 1%, dan Hb yang rendah.  Mereka menjelaskan, kalau saya bersikeras, 99% kemungkinan Joshua meninggal di meja operasi.

Saya bilang, ”Dokter, untuk apa saya bawa anak saya ke sini kalau tidak dioperasi? Saya bawa Joshua, karena saya ingin ada operasi perbaikan. Saya tahu pemeriksaan lab memang tidak mendukung, tapi saya percaya, dan yakin kalau Tuhan menjawab doa saya.” Setelah lebih kurang dua jam melobi dengan dokter bedah dan anastesi, akhirnya mereka mau melaksanakan operasi perbaikan kalastomi. Dalam keadaan tidak sadar, 18 Maret 2008, Joshua dioperasi. Operasi yang berjalan selama lebih kurang 3,5 jam itu berjalan dengan baik, meskipun kondisi Joshua masih dalam keadaan kritis. Selama 16 hari berada di ICU kondisi Joshua berangsur-angsur pulih. Berat badannya yang saat pertama kali masuk hanya 1,8 kg terus bertambah. Setelah saya amati, ternyata memang  ada kesalahan dalam operasi Joshua di Makassar. Oleh karena itu, saya langsung mengadukan hal ini ke Konsul Kedokteran Indonesia (KKI). Dokter yang melakukan operasi perbaikan sempat bilang kepada saya, “Ada kesalahan dalam pemotongan usus Joshua. Jadi sebanyak apapun diberi vitamin dan makanan tidak akan terserap oleh tubuh Joshua, karena akan langsung terbuang.” 

foto  foto

Ket : - Kini Joshua terlihat jauh lebih baik. Tidak hanya lebih sehat, ia pun tumbuh menjadi anak yang aktif dan              cerdas. (kiri)
          - Para relawan Tzu Chi yang mendampingi Joshua pun merasa sangat tersentuh melihat perjuangan              kedua orang tua Joshua untuk kesembuhan anak mereka.(kanan)

Akhir Penantian yang Panjang
Biaya pengobatan Joshua sangatlah besar, lebih kurang Rp 100 juta. Sedangkan asuransi kesehatan yang saya miliki hanya mengcover sekitar 20 juta saja. Sebenarnya, tidak lama setelah operasi Joshua sudah bisa langsung pulang. Tapi karena saya tidak mampu membayar biaya rumah sakit, maka Joshua dan istri saya terpaksa tinggal sementara (lebih kurang 3 bulan) di lingkungan rumah sakit, hingga saya berhasil melunasi semuanya. Saat operasi perbaikan berhasil dilakukan, dokter juga berpesan kepada saya kalau sebaiknya sebelum usia satu tahun, Joshua sudah harus menjalani operasi untuk menutup lubang kalastominya. Tapi karena biayanya cukup besar, sedangkan saya juga masih mencicil hutang biaya operasi Joshua dahulu, maka kami hanya bisa berdoa agar ada donatur yang bersedia membantu Joshua.

Setelah dua tahun berdoa, Tuhan menjawab doa kami. Saya bertemu dengan Ibu Novi, salah satu relawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Biak. Mendengar cerita perjuangan hidup Joshua, Ibu Novi sangat terharu dan berkata kepada saya akan berusaha membantu Joshua dengan mengajukan permohonan bantuan pengobatan ke yayasan. Setelah menjalani survei oleh relawan Tzu Chi Biak dan Jakarta, akhirnya Joshua bisa menjalani operasi dengan bantuan biaya pengobatan dari Tzu Chi. Tanggal 11 Januari 2010, kami tiba di Jakarta dan langsung menuju ke RS Harapan Kita. Betapa terkejutnya kami setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, baru ditemukan kalau Joshua hanya memiliki satu ginjal yang tengah infeksi. Saya dan istri sangat terpukul.  

Ternyata infeksi tersebut terjadi karena syaraf pada saluran kencing Joshua terganggu sehingga tidak bisa memompa seluruh urine untuk keluar. Karena tidak bisa keluar, maka sebagian urine kembali ke ginjal, dan membuatnya terinfeksi. Karena kondisi ginjal tidak membaik, akhirnya para dokter memutuskan untuk memindahkan saluran kencing Joshua, agar ginjalnya kembali normal. Tanggal 9 Februari 2010, Joshua menjalani operasi pembuatan anus. Dan tanggal 10 Mei 2010, ia pun kembali menjalani operasi pemindahan saluran kencing yang diberi nama “monti”. Mendengar Joshua harus menggunakan kateter (pipa untuk mengeluarkan urine) seumur hidup, Iriani, ibunya terus menangis. Mungkin ia tidak sampai hati melihat Joshua harus bergantung pada kateter. Saya menasihatinya untuk terus berdoa, karena saya yakin tidak ada yang tidak mungkin di mata Tuhan.


Lebih kurang 5 operasi dan 10 tindakan yang sudah dilalui Joshua. Saya tahu, itu semua berhasil dilewatinya, berkat kuasa Tuhan. Saat ini, kondisi Joshua sudah jauh lebih baik. Ia sudah mulai buang air besar melalui lubang anusnya. Tidak hanya itu, walaupun sudah dibuatkan monti, tapi urine yang keluar dari saluran kencing jauh lebih banyak, dibandingkan dengan menggunakan kateter. Saya bersyukur sekali, sekarang kami tengah menunggu kondisi Joshua benar-benar pulih. Saya dan istri berjanji, nanti setelah kembali ke Biak kami juga mau bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Karena kami merasakan sendiri, perhatian dan kepedulian yang diberikan oleh para relawan, menguatkan kami untuk terus berjuang demi kesembuhan Joshua. Kalau saya melihat Joshua yang sekarang aktif dan cerdas, saya terharu. Begitu banyak cobaan yang harus dilewati bocah itu, tapi dia tetap kuat dan bertahan.

  
 
 

Artikel Terkait

Kunjungan Kasih ke Kaliawi Pascakebakaran

Kunjungan Kasih ke Kaliawi Pascakebakaran

16 Oktober 2019
Jumat, 04 Oktober 2019 Relawan Tzu Chi Lampung kembali meninjau kondisi rumah warga Kaliawi yang habis terbakar pasca bencana kebakaran satu bulan yang lalu. Sebelas rumah yang terbakar kini sudah mulai dibangun, dan untuk kebutuhan seperti air juga sudah cukup. Selama satu bulan Tzu Chi Lampung memberikan bantuan air bersih untuk warga. 
Sui Mo Zu Fu:  Gan Xie

Sui Mo Zu Fu: Gan Xie

20 Januari 2012 Para pengisi acara Pemberkahan Akhir Tahun 2011 sangat bersemangat dalam membawakan setiap acara, mulai dari pemukulan genderang, isyarat tangan hingga pertunjukan drama. Di salah satu sisi acara, “Bodhisatwa kecil’  dari  Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng.
Mendidik Melalui Kelas Budi Pekerti

Mendidik Melalui Kelas Budi Pekerti

25 Juli 2022

Minggu, 10 Juli 2022 menjadi hari yang penuh sukacita bagi Tim Pendidikan Tzu Chi Pekanbaru, karena kelas budi pekerti kembali diadakan secara tatap muka dengan dua kelas yakni Qin Zi Ban Kecil untuk murid kelas 1-3 SD dan kelas Tzu Shao untuk murid SMP-SMA.

Walau berada di pihak yang benar, hendaknya tetap bersikap ramah dan bisa memaafkan orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -