“Simpan Sampah Pada Tempatnya”

Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya
 
foto

Nina dari Yayasan KIRAI menyampaikan sharingnya tentang cara membuat kompos untuk kalangan rumah tangga dengan menggunakan drum.

Sebanyak 30 orang relawan Tzu Chi mengikuti sharing pemanfaatan sampah rumah tangga dari Yayasan KIRAI bertempat di Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Gedung ITC Lt. 6, Mangga Dua Raya, Jakarta. Acara yang dipandu oleh relawan Tzu Chi, Winarso Shixiong ini memperkenalkan 4 orang pembicara dari Yayasan KIRAI Indonesia yang sudah menjalankan pemanfaatan sampah rumah tangga di beberapa daerah untuk dijadikan kompos dan vermi kompos (membuat kompos dengan media cacing).

Joko Heru dari Yayasan KIRAI mengatakan, jika kita menjalankan program pemanfaatan sampah rumah tangga, ini berarti minimal kita sudah membantu program pemerintah dalam hal penanggulangan sampah yang saat ini sangat mengkhawatirkan. “Tujuannya mengurangi sampah di lingkungan sekitar kita, mengurangi sampah di rumah kita,” ujar Joko.

Metode yang Sederhana
Metode yang sangat mudah dijalankan adalah dengan menggunakan drum. Nina dari Yayasan KIRAI menjelaskan metode ini di hadapan relawan Tzu Chi yang hadir dalam acara itu. “Drum plastik di sekelilingnya diberi lubang pada semua sisinya. Di dalamnya, pada lapisan pertama kita isi dengan pecahan genting, lalu di lapisan kedua kita isi dengan kompos yang sudah jadi. Selanjutnya, masukkan sampah sayuran atau kulit buah-buahan yang sudah dicincang sampai halus, setelah itu kita tutupi lagi dengan kompos yang sudah jadi. Begitu seterusnya hingga sampah memenuhi drum tersebut. Jika sudah penuh, setiap 1 minggu sekali sampah tersebut diaduk secukupnya dan jangan lupa sampah kompos tersebut harus selalu disiram setiap hari agar terjaga kelembabannya. Setelah didiamkan selama satu bulan, volume sampah yang ada di drum itu akan berkurang,” jelas Nina. “Setelah satu bulan, sampah dalam drum tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel kecil dan hawa dari kompos tersebut terasa panas. Ini perlu kita diamkan dulu selama satu hari sebelum digunakan sebagai pupuk tanaman,” lanjut Nina.

foto  foto

Ket : - Nina menunjukkan sebuah drum yang dipakai sebagai media untuk membuat kompos organik dari sampah
           rumah tangga. (kiri)
         - Para relawan Tzu Chi yang hadir juga akan mencoba metode komposter untuk skala rumah tangga ini, guna
           mengurangi volume sampah rumah tangga di tempat tinggalnya masing-masing. (kanan)

Metode ini sangat mudah dijalankan jika setiap rumah mau menjalankannya, dan cara ini pun tidak membutuhkan lahan yang luas. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengupayakan agar sampah dari rumah bisa kita manfaatkan semuanya agar tidak ada yang terbuang. Dengan menjalankan metode ini, banyak manfaatnya untuk bumi kita, yaitu mengurangi volume sampah yang dibawa ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), memperpanjang umur TPA, mengurangi pencemaran di tanah, dan mencegah produksi gas rumah kaca.

Dalam kesempatan itu, Maskana Mu`ad dari Yayasan KIRAI juga memberikan strategi pengolahan sampah dengan budidaya cacing untuk mengolah sampah atau yang biasa disebut dengan ”Vermi kompos”. Vermi artinya cacing, sedangkan kompos adalah perombakan bahan organik secara biologis. Pengertiannya adalah proses pengomposan dengan bantuan cacing tanah sebagai perombak utama. Namun metode ini perlu penanganan yang serius.

foto  foto

Ket : - Joko Heru dari Yayasan KIRAI menyampaikan materi tentang pemanasan bumi yang salah satunya
           merupakan efek dari gas rumah kaca. (kiri)
         - Sekeliling drum diberi lubang untuk memberikan udara saat sampah dan kompos yang sudah jadi.
           Kompos itu perlu didiamkan sehari untuk menormalkan suhunya. (kanan)

Dalam kesempatan itu, Maskana mengatakan, banyak orang yang menanyakan kepadanya, sampah dari tahun ke tahun tidak ada perubahan, artinya sampah terus menjadi masalah yang serius di ibukota. “Banyak orang yang mengatakan, saya ngomongin sampah dari tahun ke tahun tapi tidak ada perubahan, tetap begini-begini saja (sampah selalu jadi masalah di Jakarta -red). Dari pertanyaan seperti itu saya sangat mudah sekali menjawabnya, bahwa orang itu tidak pernah sama sekali berbuat nyata terhadap sampah. Kalau orang itu pernah berbuat atau (berpartisipasi) sekecil apapun saya yakin pertanyaannya tidak seperti itu,” ungkapnya.

Langkah-langkah pengolahan sampah adalah masukkan sampah pada tempatnya, memilah sampah, dan mengolah sampah. Jadi konotasi umum bahwa kalimat “Buanglah Sampah Pada Tempatnya” secara langsung kita tidak menghargai sampah tersebut, karena kita memakai kata “buang”, yang berarti kita sudah tidak peduli sampah itu larinya kemana. Jadi langkah awal adalah bagaimana kita memasukkan atau menyimpan sampah pada tempatnya. Artinya, jika memakai kata memasukkan atau menyimpan, kita sudah menganggap bahwa sampah tersebut mempunyai nilai manfaat untuk kita.

foto  

Ket : - Para relawan Tzu Chi dengan cermat mengikuti acara sharing metode pengolahan sampah rumah tangga
           yang diberikan oleh Yayasan KIRAI Indonesia.

Masalah sampah di Jakarta saat ini menjadi keprihatinan bersama, apalagi tempat pembuangan sampah saat ini hanya satu, yaitu TPA Bantar Gebang di Bekasi, Jawa Barat. Ini sangat memprihatinkan, apalagi Jakarta sebagai daerah ibukota yang sudah pernah mendapat penghargaan ADIPURA, tetapi sampahnya justru dibuang ke Bekasi. Artinya kita (warga Jakarta -red) mempunyai tanggung jawab yang besar, minimal untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut ke Bantar Gebang, Bekasi. Ini bisa kita mulai dari skala rumah tangga, dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita bersama. Agar bisa berjalan lancar, sosialisasi mengenai pengolahan sampah rumah tangga ini tidak cukup waktu sehari atau dua hari, tetapi setahun dan bahkan puluhan tahun baru dapat berhasil. Tapi semua harus dimulai dari sekarang. Tidak ada kata terlambat untuk memulai kebaikan.

 

Artikel Terkait

Baksos NTT: Cinta Kasih di Tarimbang (Bag.2)

Baksos NTT: Cinta Kasih di Tarimbang (Bag.2)

12 April 2012
Kedatangan para relawan mendapat sambutan hangat dari kepala desa dan juga camat setempat yang turut ikut serta dalam pembagian beras cinta kasih ini.
Suara Kasih: Menyadarkan Hati Manusia

Suara Kasih: Menyadarkan Hati Manusia

27 April 2012 Untuk itu, insan Tzu Chi juga diundang untuk menggelar pameran foto tentang kondisi saat terjadi bencana. Semoga pascabencana kali ini, warga Jepang bisa segera tersadarkan dan tidak terus terbuai untuk terus mengejar keuntungan.
Mengimbangi Keseharian dengan Berbagi Kasih

Mengimbangi Keseharian dengan Berbagi Kasih

15 September 2015

Menjadi seorang relawan Tzu Chi tak pernah membuat Pipit, salah seorang relawan dari Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas Xie Li Kalimantan Timur melepaskan tanggung jawabnya pada keluarga. Menurutnya, semuanya tergantung dari cara mengatur waktu dan tanggung jawab masing-masing.

Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -