Baksos Palembang: “Mencuci Kaki Mama”

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana Santy
 
 

fotoPelayanan yang tulus dan dilakukan dengan sepenuh hati membuat para pasien merasa senang karena seperti berada dalam lingkungan keluarga sendiri.

“Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.” (Master Cheng Yen)

Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-74 yang diadakan di Palembang pada tanggal 29 april 2011 sampai 1 Mei 2011 ini telah meninggalkan banyak kenangan manis untuk relawan-relawan yang terlibat di dalamnya.

Dalam kegiatan ini setiap relawan mendapat tugas masing–masing yang berbeda, ada yang mendapat tugas di bagian pendaftaran, pengukuran tensi darah, serta ada pula yang bertugas menuntun pasien dan lainnya. Walaupun tugas mereka berbeda satu sama lain, namun semuanya bertujuan sama, yaitu untuk melayani pasien-pasien baksos dengan sepenuh hati. Salah satu tugas yang membuat relawan memiliki perasaan tersentuh yaitu bagian cuci kaki pasien. Di tempat ini relawan bertugas untuk mencuci kaki pasien sebelum masuk ke ruangan operasi agar kakinya bersih.

Salah satu relawan yang ikut mengambil tugas di bagian ini adalah Diana (23). Tugas mencuci kaki pasien ini meninggalkan kesan khusus baginya. Diana yang hadir di hari kedua baksos ini mengaku tidak mendapat tugas khusus, namun ia berinisiatif untuk mencari teman-teman yang memerlukan bantuannya, hingga tibalah ia di bagian cuci kaki pasien. Begitu melihat teman-temannya memakai sarung tangan dan mereka semua mengantri menunggu pasien,  lalu ia pun bertanya apa yang sedang mereka lakukan. Saat mendengar teman-temannya hendak mencuci kaki pasien, ia pun langsung berkata mau ikut membantu.

Tidak ada rasa sungkan dan jijik saat Diana mencuci kaki pasien. Dia begitu tertarik dan tidak ragu-ragu untuk memakai sarung tangan dan ikut antri untuk ikut cuci kaki pasien. Setelah mencuci beberapa kaki pasien, timbul pemikiran dan kata hati dalam dirinya yang ingin mengikat jodoh dengan para pasien. “Saya tidak ingin mencuci saja, saya ingin mengikat jodoh, jadi saya lihatin mata mereka dan tanyain datangnya dengan siapa atau gimana nanti pulangnya, perasaannya gimana,” ucap diana. Ternyata interaksinya dengan pasien membuatnya mendapatkan satu hal yang begitu menyentuh hatinya. “Ternyata yang saya lihat adalah sepasang mata yang tengah berkaca-kaca,” ucap Diana mengambarkan pasien yang ia cuci kakinya.

Berkali-kali sang ibu berkata maaf karena merasa sungkan, berkali-kali juga Diana mengatakan “tak apa-apa”. Rupanya ibu itu begitu terharu dan tersentuh dengan kegiatan baksos ini, salah satunya adalah karena sikap para relawan yang begitu hangat kepada mereka. Walaupun relawan dan pasien tidak mengenal satu sama lain, tetapi relawan memperlakukan mereka dengan begitu baiknya. “Di titik itu pula saya sadari walaupun ini hanya mencuci kaki pasien, tapi di sinilah langkah mulia yang kita semua lakukan,” ungkap Diana.

foto  foto

Keterangan :

  • Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi pertama di Palembang ini telah memberikan kesan khusus bagi setiap relawan yang terlibat di dalamnya, termasuk Diana yang membantu mencucikan kaki pasien. (kiri)
  • Tidak ada rasa sungkan dan jijik bagi Diana (tengah) untuk mencucikan kaki pasien, ia menganggap ini adalah bentuk dari pelatihan diri. (kanan)

Diana yang sehari-hari mengajar bahasa Inggis di sekolah dan tempat lesnya, tidak merasa bagian mencuci kaki ini sebagai tugas dan beban. ”Kita melayani mereka yang kurang mampu, kita berikan pelayanan yang baik dan sekaligus kita juga melatih diri kita sendiri,” ungkap Diana. Ia pun mengenang masa lalunya yang hanya mendapat kesempatan sekali saja dalam seumur hidupnya untuk mencuci kaki ibunya. “Sepertinya saya flash back, ada kilasan balik ke masa lalu, ini saya tengah mencuci kaki mama sendiri,” ungkap Diana.

Ia pertama kali mengenal Tzu Chi saat diajak seorang temannya untuk ikut gathering relawan di Jakarta. Tibanya di sana ia pun diajak mengunjungi Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. “Dari sana aku berpikir Tzu Chi memang suatu organisasi yang luar biasa,” ungkap Diana setelah melihat relawan yang saling bekerja sama dengan baiknya tanpa memandang perbedaan agama dan ras.  Ia merasa senang mengikuti kegiatan kali ini karena merupakan bakti sosial kesehatan Tzu Chi pertama yang dilakukan di Palembang. “Ini adalah langkah awal bagi kami untuk mengembangkan Tzu Chi Palembang,” ujar Diana dengan penuh semangat.

Pada penutupan acara, saat Diana dan semua relawan selesai memeragakan isyarat tangan lagu “Satu keluarga” di depan semua pasien, ia menghampiri seorang ibu yang menjadi salah satu pasien operasi katarak dan memeluknya dengan begitu erat. Saat melihat sang ibu ikut bernyanyi “Satu Keluarga” dengan begitu antusias dan terus menatapnya sambil terus bernyanyi, hal ini telah meninggalkan perasaan khusus bagi Diana hingga membuatnya terharu dan meneteskan air mata. Kebahagian tidak hanya dirasakan pasien, kebahagiaan juga dirasakan setiap orang yang terlibat di dalamnya.

  
 

Artikel Terkait

Menyaksikan Indahnya Pengembangan Diri Sang Buah Hati

Menyaksikan Indahnya Pengembangan Diri Sang Buah Hati

27 Januari 2023

Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan kelas budi pekerti pada Minggu, 15 Januari 2023. Dalam pertemuan kali ini, seluruh peserta didik menyambut Tahun Baru Imlek Kelinci Air dengan mempelajari sejarah Imlek dan berbagai tradisinya.

My Dream: Kagum Sekaligus Terinspirasi

My Dream: Kagum Sekaligus Terinspirasi

02 Agustus 2017
Kekaguman akan penampilan My Dream juga muncul dari para tokoh nasional di Indonesia, salah satunya KH. Maman Imanulhaq, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan di Majalengka, Jawa Barat dan Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud.
Kasih untuk Warga Teluk Naga

Kasih untuk Warga Teluk Naga

21 Maret 2017

Pada tanggal 18 Maret 2017, relawan Tzu Chi Tangerang dan relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat bersama-sama membagikan kupon pembagian paket cinta kasih di Desa Muara dan Desa Lemo yang terletak di Kecamatan Teluk Naga, Tangerang. Di daerah ini sebagian besar masyarakatnya memiliki perekonomian kurang mampu. Sebagian besar masyarakat Desa Muara bekerja sebagai nelayan, sementara di Desa Lemo rata-rata bertani. 

Orang yang memahami cinta kasih dan rasa syukur akan memiliki hubungan terbaik dengan sesamanya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -