Bedah Rumah di Kamal Muara: Komariah Memulai Hidup Nyaman di Rumah Baru

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Arimami Suryo A, Marwan

Djalal dan Bambang, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 1 membantu Komariah merakit berbagai perabotan yang baru saja didapatnya untuk mengisi rumah baru.

Di siang hari nan panas di wilayah Kamal Muara, relawan Tzu Chi dengan sigap membantu Komariah merakit kipas angin barunya. Acara peresmian 10 rumah di Program Bebenah Kampung Tahap Empat baru saja usai dilakukan, makanya ia langsung pulang dan membenahi barang serta perabotan rumah yang juga ia terima. Beruntung sekali hari itu usai kegiatan, ada bapak-bapak relawan yang datang mengunjungi rumahnya dan menawarkan bantuan.

“Ini lemarinya sudah jadi ternyata Bu.. Ibu tinggal masukin baju aja ke sini nih. Udah bagus..,” kata Djajal, relawan Tzu Chi yang memeriksa barang apa yang kira-kira bisa ia rakit.

“Nah.. kipas aja nih Bu, saya bantu pasang yaa..,” lanjutnya langsung mengeluarkan obeng dari tas selempang yang selalu dibawanya. “Tenang aja Bu, ini mah udah kerjaan sehari-hari, pasti beres,” tuturnya langsung disambut senyum Komariah.

Sejak pagi perasaan Komariah sangat rumit diungkapkan: ya senang, ya sedih, ya bahagia, ya haru juga. Air matanya bahkan menetes saat ditanya tentang kisah rumah lamanya. “Banyak kenangannya,” katanya pelan dengan suara terisak.

Kondisi rumah Komariah sebelum dibedah merupakan rumah panggung dengan arap asbes, alas papan dan dinding triplek.

Rumah Kenangan dari Suami
Rumah lama Komariah di Kamal Muara sudah ditinggalinya sejak tahun 1987, 37 tahun yang lalu. Beberapa kali rumah itu direnovasi hingga menjadi rumah panggung karena menyesuaikan kondisi lingkungan yang seringnya dilanda banjir rob. Alasnya papan, dindingnya triplek, dan atapnya asbes. Kondisi rumah yang seperti ini hampir rata di kawasan pesisir Kamal Muara. Hanya orang yang perekonomiannya lumayan, yang mampu membangun dan meninggikan rumah dengan menggunakan batu bata, hebel, atau bahan bangunan yang layak lainnya. Selebihnya, kurang lebih kondisinya sama seperti rumah Komariah.

Di dekat WC ini, Komariah pernah jatuh hingga kakinya terperosok ke bawah karena papan yang rapuh. Akibatnya kakinya bengkak dan tidak bisa berjalan. Nyeri itu masih kerap ia rasakan hingga saat ini.

Di tahun 2007, ketika suaminya meninggal, rumah Komariah jarang terurus, dalam artian tidak ada lagi yang bisa membantu memperbaiki. Kalau dulu apa-apa bisa mengandalkan sang suami, setelahnya ya dia harus mengandalkan diri sendiri. Tak mungkin juga Komariah meminta tolong anak-anaknya karena mereka pun masih kecil.

Sejak saat itu, renovasi rumahnya selalu memanggil tukang atau tetangga. Dengan kondisi perekonomian yang juga terpuruk karena suaminya tiada, ia mengusahakan sebisa mungkin agar anak-anaknya bisa merasa lebih nyaman tinggal di rumah dengan memperbaiki satu demi satu masalah yang ada.

Saat ini Komariah sendiri sehari-hari bekerja sebagai buruh pengupas kulit kerang dengan hasil satu embernya dihargai 5 ribu rupiah. Pendapatannya pun tergantung dari rajin dan cepatnya ia mengupas kerang. Sementara itu anak pertamanya sudah berkeluarga tinggal di rumah mertua. Anak keduanya lah yang sekarang membantunya menghidupi keluarga dengan bekerja di pabrik. Sementara anak terakhirnya masih bersekolah.

“Kalau inget kondisi terakhir rumahnya mah sudah mau rubuh lah. Kalau ada angin, bunyi kreot.. kreot... tikus banyak, asbes bocor. Saya pernah juga kejeblos papan lapuk, jatoh ke bawah sampai batas paha, abis itu kaki bengkak nggak bisa dipakai jalan. Itulah makanya saya bilang banyak kenangannya,” tuturnya tertawa dengan mata berkaca-kaca.

Komariah mengungkapkan perasaan bahagianya langsung di hadapan PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma.

Kehadiran para relawan Tzu Chi yang membantu merakit perabotan ke rumahnya pun membuatnya merasa sangat terbantu karena banyak orang yang perhatian kepada keluarganya.

“Senang sekali loh banyak yang nolong. Makanya terharu, sedih, nangis, biasanya sendiri udah nggak ada suami.. ini banyak yang bantuin. Tadi pasang kipas dibantu sama bapak-bapak relawan, dijelasin juga cara pakainya. Seneng banget,” ujar ibu tiga anak ini.

“Biasanya kan ya sendiri, namanya ditinggal suami pas anak-anak masih kecil, jadi harus bisa apa-apa sendiri. Makanya terharu banget ketemu banyak orang yang baik-baik, bantu ini-itu, perhatian sekali, semua dikasih, serumah-seisinya. Alhamdulillah.. terima kasih banyak sekali,” lengkap Komariah.

Ada Cinta Kasih dari Banyak Orang
Ketika relawan usai merakit beberapa barang, Komariah dan beberapa tetangga yang sedang berkunjung berdecak kagum, berpikir bahwa uang dari Yayasan Buddha Tzu Chi sungguh banyak sehingga bisa membantu pembangunan rumah di Kamal Muara yang saat ini sudah ada 30 rumah.

Hong Tjhin bersama ibu-ibu penerima bantuan, termasuk Komariah bersukacita dan berbagi kebahagiaan.

“Ini yang punya yayasan kaya banget ya Pak? Sampai bisa bantu banyak orang,” kata seorang tetangga Komariah. Mendengar pernyataan itu, relawan langsung meluruskan, bahwa semua uang yang dipergunakan untuk membantu pembangunan rumah atau membantu masyarakat di berbagai misi Tzu Chi lainnya adalah hasil patungan, hasil donasi dari banyak orang, hasil cinta kasih dan kepedulian antar sesama.

“Bantuan ini asalnya bukan dari satu orang Bu, ini dari banyak orang di luar sana yang baik hatinya karena semua orang bisa saling bantu. Jadi kalau mau bantu orang, nggak perlu nunggu kaya dulu karena bantu nggak harus banyak. Dari yang sedikit-sedikit, kalau terkumpul dan dijadiin satu, hasilnya jadi banyak. Ibu pun bisa kalau mau bantu orang, bisa pakai tenaga atau pakai uang kecil yang kalau dikumpulkan hasilnya besar,” papar relawan.

Para relawan berpamitan usai membantu Komariah merakit berbagai perabotan rumah. Relawan juga berbagi bahwa berdonasi bisa dilakukan siapa saja.

Penjelasan itu membuat tetangga Komariah mengangguk-angguk paham. Semangat dana kecil, amal besar ini memang terus digaungkan oleh Tzu Chi seperti kata Master Cheng Yen bahwa, berdana tak hanya menjadi hak monopoli orang kaya saja, namun merupakan wujud persembahan kasih sayang yang tulus dari semua orang. Karena nyatanya, dari hasil donasi banyak sekali masyarakat juga relawan, Tzu Chi terus bisa menggaungkan berbagai misi dan memberikan bantuan bagi warga yang membutuhkan, salah satunya Komariah.

Saat ini Tzu Chi juga masih terus mengajak masyarakat untuk bergotong royong demi mewujudkan pembangunan 100 rumah layak dan sehat di Jakarta. Sebab, melalui pembangunan satu rumah, perubahan yang lebih baik dari segi lingkungan, kesehatan, perekonomian akan terjadi dalam satu buah keluarga. Untuk itu, mari dukung keluarga seperti Komariah dalam mewujudkan mimpi dan harapannya memiliki rumah yang lebih baik melalui:

Virtual Account BCA
00602-00519800027
Bebenah Kampung DKI Jakarta

“Kekuatan akan menjadi besar bila kebajikan dilakukan bersama-sama, berkah yang diperoleh akan menjadi besar pula.”
(Kata Perenungan Master Cheng Yen)

Editor: Arimami Suryo A.

Artikel Terkait

Bedah Rumah di Kamal Muara: Komariah Memulai Hidup Nyaman di Rumah Baru

Bedah Rumah di Kamal Muara: Komariah Memulai Hidup Nyaman di Rumah Baru

03 April 2024

Sejak pagi perasaan Komariah sangat rumit diungkapkan: ya senang, ya sedih, ya bahagia, ya haru juga. Air matanya menetes saat ditanya tentang rumah lamanya. “Banyak kenangannya,” katanya lirih. 

Bedah Rumah di Kamal Muara: Menempati Rumah Idaman Jelang Lebaran

Bedah Rumah di Kamal Muara: Menempati Rumah Idaman Jelang Lebaran

01 April 2024

Seperti kisah-kisah haru terdahulu di Kamal Muara, artikel ini pun berisi kisah  serupa, yakni gambaran dari momen kebahagiaan yang mengular dari tahun ke tahun. Semakin panjang sukacita dan semakin banyak rumah yang nyaman yang dimiliki oleh warga.

Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -