Berderma dalam Keterbatasan (Bag.2)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto, Teddy Lim

fotoTerinspirasi dari kegiatan-kegiatan kemanusiaan Tzu Chi yang ditayangkan di DAAI TV, Handaya dan Komariyah pun tergerak untuk menjadi relawan Tzu Chi.

Mengikuti kegiatan Tzu Chi ternyata juga membawa manfaat positif bagi kedua pasangan ini, khususnya A Fuk yang memang cenderung lebih tertutup dan jarang berinteraksi dengan orang lain. “Alhamdulillah ada perubahan, sekarang (suami) dah lebih baik. Sama orang dah mau ngobrol, nggak seperti dulu,” ungkap Komariyah. Sikap protektif juga ditunjukkan oleh A Fuk kepada istrinya. Karena terlalu merasa khawatir, A Fuk kerap melarang istrinya untuk bepergian seorang diri.

 

“Kemana-mana harus diantar,” ujar Komariyah. “Dulu saya mudah marah, emosi kepada siapapun, namun sekarang saya sudah bisa bilang maaf kepada orang dan mereka pun terima. Setelah saya mendengar dari Tzu Chi, itu bagus. Saya bisa meneteskan air mata (kegiatan Bedah Buku). Dulu banyak orang yang tidak salah kepada saya, tetapi saya sakit hati. Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi, saya lepas,” ungkap Handaya yang bersama istrinya sudah beberapa kali mengikuti kegiatan bedah buku.

Hal positif lainnya adalah kebiasaan bervegetarian yang mulai dilakukan keduanya. Kebiasaan ini pertama kali dilakukan oleh A Fuk, dan pelan-pelan ditularkannya kepada sang istri. “Nggak sulit, sedikit-sedikit, pelan-pelan aja,” ujar Komariyah. Dari kebiasaan ini, kemudian muncul keinginan A Fuk untuk mendirikan restoran vegetarian. Hebatnya, semua persiapan tempat hingga renovasi ruko di bilangan Taman Palem Cengkareng, Jakarta Barat ini dilakukan oleh A Fuk sendiri. Usut punya usut, ternyata keahlian A Fuk dalam “bertukang” ini diperolehnya saat mengenyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) puluhan tahun silam. Tak heran jika kebanyakan perabotan di rumahnya (lemari, rak, dan meja makan) merupakan buah tangan dari pria kelahiran tahun 1968 ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Berkumpul dan berinteraksi di lingkungan keluarga besar Tzu Chi membuat Komariyah merasa nyaman. "Relawan-relawannya mau dengan sabar mendengarkan kami," katanya. (kiri)
  • Berbekal keterampilan yang diperolehnya saat bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB), Handaya dapat merenovasi bangunan dan membuat perabotan rumah tangga sendiri. (kanan)

Memutuskan untuk Menikah
Pertemuan A Fuk dan Komariyah sepertinya mirip kisah dalam novel — setelah terpisah dalam waktu cukup lama akhirnya bisa bertemu kembali. Sebelum menikah, rupanya keduanya pernah bersekolah di tempat  yang sama, sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB) di kawasan Cipete Jakarta Selatan. Keduanya pun belajar di tempat ini hingga tingkat setara Sekolah Menengah Pertama (SMP). Komariyah sendiri terus melanjutkan hingga jenjang setara SMA, sementara A Fuk mengikuti keluarganya bersekolah di Singapura. Komunikasi di antara keduanya pun terputus, dan bersemi kembali puluhan tahun kemudian.

Tahun 2000, sekolah mereka mengadakan reuni di Bogor. Di ajang pertemuan antar alumni inilah Komariyah kemudian kembali bertemu dengan A Fuk. “Waktu itu saya nggak ngenalin, soalnya dia rambutnya gondrong,” kata Komariyah mengenang. Dari sinilah kemudian pertemuan-pertemuan selanjutnya terjalin. Komariyah sendiri saat itu tengah merintis usaha salonnya. Setelah lulus sekolah, Komariyah sempat bekerja di Musium Batik Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sampai akhirnya kemudian memutuskan keluar dan membangun usaha sendiri. Berbekal ijazah kursus kecantikan dan tata rambut, Komariyah pun merintis usaha ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Dengan keterampilannya, Handaya tengah merenovasi ruko miliknya yang akan dijadikan restoran vegetarian di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.(kiri)
  • Mengikuti kegiatan Tzu Chi ternyata juga membawa manfaat positif bagi kedua pasangan ini, khususnya Handaya yang memang cenderung lebih tertutup dan jarang berinteraksi dengan orang lain. (kanan)

Tanpa pernah disangka dan diduga, dalam pertemuan yang singkat itu, A Fuk dengan tegas bertanya pada Komariyah, “Mau nggak menikah dengan saya.”  Laksana petir di siang bolong, pertanyaan itu pun membuat Komariyah terkejut. “Saya bilang nggak bisa jawab. Saya harus pikir-pikir dulu,” kata Komariyah bercerita. Satu hal yang mengganjal di pikiran Komariyah saat itu adalah masalah perbedaan agama. “Tapi A Fuk bilang dia sudah Muslim, dan bahkan sampai menunjukkan KTP-nya,” terang Komariyah. “Saya jadi mualaf sejak tahun 1992,” jelas A Fuk.

Setelah melihat keseriusan A Fuk, akhirnya Komariyah pun tak menampik tatkala pada tahun 2005 A Fuk melamarnya. Komariyah yang tengah merintis usaha salon pun akhirnya mengikuti suaminya dan menjadi ibu rumah tangga biasa, sementara A Fuk bekerja di sebuah pabrik kulit sebagai pengawas. Tahun 2008 A Fuk berhenti dan memulai mencoba berwirausaha hingga sekarang.

Satu hal yang membuat keduanya merasa nyaman dan tenang berada di lingkungan keluarga besar Tzu Chi adalah kehangatan, perhatian, dan kemauan dari setiap relawan Tzu Chi untuk memahami keterbatasan mereka. “Kalau relawan (Tzu Chi) mau sabar mendengar kita…, kalau orang luar belum tentu. Mereka biasanya nggak mau susah-susah berbicara dengan kita,” ungkap Komariyah.

 

Selesai

  
 

Artikel Terkait

Camp yang Menginspirasi

Camp yang Menginspirasi

04 September 2013 Di hari pertama tiba di Jing Si Tang (Aula Jing Si), para pengusaha langsung mendapatkan penjelasan tentang perjalanan Tzu Chi Indonesia selama 19 tahun dan berbagai kegiatan amal yang telah dikerjakan oleh Tzu Chi Indonesia.
Bantuan Sosial Peduli Covid-19 di Kelurahan Ancol dan Kelurahan Pademangan Barat

Bantuan Sosial Peduli Covid-19 di Kelurahan Ancol dan Kelurahan Pademangan Barat

17 Mei 2021

Tzu Chi bersama Polsek Pademangan dan Artha Graha Peduli menyalurkan paket beras dan masker medis untuk warga Kp. Dao Kel. Ancol dan warga Pademangan Barat.

Menularkan Budaya Humanis

Menularkan Budaya Humanis

24 Desember 2013 Tinnie Tiolani (tengah) sedang menjawab berbagai pertanyaan seputar pendidikan humanis dari para peserta. Ia menjelaskan bahwa kunci sesungguhnya dalam mendidik adalah ketulusan hati.
Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -