Beri Mereka Kesempatan

Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya
 
 

foto Di luar syuting anak-anak SLB Darma Asih sudah terbiasa dengan kehidupan film seperti alat-alat film. Mereka ingin sekali mengetahui dunia film.

Sejak pukul 06.30 kegiatan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Darma Asih Depok sudah mulai berdenyut padahal hari itu adalah hari Minggu, 9 November 2008. Beberapa orang siswa asik berbincang dengan menggunakan bahasa isyarat tangan. Mereka adalah Hardi dan Kahfi.

Pagi itu di SLB ini dilakukan kelanjutan pembuatan drama kisah nyata berjudul "Keluarga Parikin" yang diproduksi oleh DAAI TV bersama SET Film. Pembuatan drama ini menjadi unik karena melibatkan 20 siswa-siswi SLB Darma Asih Depok. Mereka adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental down syndrome, tunarungu dan tunawicara. Pada pukul 9 para siswa dan guru serta kru film sudah siap di lokasi, sementara Hardi dan Kahfi pun sudah membaur dengan teman-temannya dalam seragam merah putih.

Awalnya saya sudah membayangkan betapa sulitnya mengarahkan anak-anak yang mengalami down syndrome ini. Saya mengira akan terjadi beberapa kali pengulangan dalam satu adegan saja. Ternyata pemikiran itu salah besar. Sejak saya mengikuti proses syuting, adegan demi adegan berjalan dengan lancar. Anak-anak ini sangat "sadar" dengan kamera, dan mereka sangat patuh pada arahan yang diberikan oleh kru film. Bahkan antara kru film, artis, dan mereka sangat akrab. Ini berkat pendekatan awal kru-kru dan aktor serta aktris yang menganggap mereka seperti sahabat dan teman yang menyenangkan.

foto  foto

Keterangan :

  • Dua puluh orang murid tingkat SD, SLB Darma Asih mengisi pembuatan drama kisah nyata "Keluarga Parikin". Salahsatu adegan menggambarkan upacara di halaman sekolah. (kiri)
  • Ari yang bertubuh gemuk dan berkulit hitam ingin menunjukkan kepada dunia bahwa anak-anak sepertinya juga mampu menjadi aktor-aktor yang handal. (kanan)

Dia adalah Ari (18). Anak ini mengalami down syndrome dan sejak kelas 1 SD sudah bersekolah di SLB Darma Asih Depok. Dalam penuturannya pada saya, Ari mengatakan sangat senang bermain film dari pengalaman pertamanya ini. Dia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa dia juga mampu bermain film seperti anak-anak pada umumnya. Jefry, seorang pemain yang memerankan tokoh Pak Uut, juga menuturkan pengalamannya selama proses pembuatan drama ini. "Sangat terkesan sekali karena ini kali pertamanya saya bermain dengan anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Tapi dalam proses perjalanannya ternyata tidak yang seperti saya duga, anak-anak ini sangat menyenangkan dan mereka sadar betul dengan kamera. Sehari saja saya tidak bersama mereka rasa kangen itu besar sekali, terutama sama dia ini," ujarnya sambil memeluk Ari yang duduk di sampingnya. Ari pun demikian sayangnya kepada Jefry. Itu ia tunjukkan dengan balik memeluk Jefry. Mereka sudah seperti keluarga sendiri.

Jefry menganggap hidup anak-anak ini memang harus benar-benar diisi sebaik mungkin dan sebahagia mungkin. Karena kebahagiaan bukan milik orang-orang "normal" saja tapi milik mereka juga, anak-anak yang seperti Ari ini. Ada kesan yang sangat mendalam dalam ingatan Jefry. "Mereka ini sangat humanis, mesra banget senyumnya juga tuch¡KManiiisss banget," katanya lagi sambil mencubit gemas dagu Ari. "Pokoknya kangen terus dechh nggak ngeliat dia sehari aja," lanjutnya. Sewaktu saya tanyakan, "Ari sayang nggak sama Pak Uut?" dengan tersipu malu Ari menjawab "Sayang" sambil memandang Jefry. Sewaktu saya tanya lagi, "Sayangnya gimana?" Ari langsung memeluk Jefry dengan hangatnya tanpa ada rasa sungkan.

foto  foto

Keterangan :

  • Ari saat berakting di depan kamera, menyalami gurunya. Drama berjudul "Keluarga Parikin" ini dibuat oleh DAAI TV dan SET Film dalam 10 episode. (kiri)
  • Para siswa SLB Darma Asih yang terdiri dari anak-anak down syndrome, tuna rungu, dan tuna wicara, sesungguhnya sangat humanis. Senyum mereka mewakili ketulusan hati. (kanan)

Menurut Jefry hal yang paling menantang dalam pembuatan drama "Keluarga Parikin" ini adalah ketika pertama kali mereka bertemu dan memulai pendekatan. "Itu yang paling sulit," ujar Jefry. Namun setelah sudah dekat dan saling mengenal, dengan sendirinya kesulitan itu hilang. Apalagi mereka ini sangat sadar dengan kamera sehingga menurut Jefry anak-anak ini adalah aktor-aktor yang handal. "Kalau diijinkan, saya akan melatih akting gratis pada anak-anak ini," janjinya. Jefry mendapat hikmah dari pembuatan drama ini yang sangat berbeda dengan drama pada umumnya. Selain berdasarkan pada kisah nyata, drama ini juga mencerminkan bahwa anak-anak dengan ketidaksempurnaan juga mempunyai hak-hak yang sama seperti anak-anak biasa. Jangan mengasihani mereka tapi beri mereka kesempatan bahwa mereka bisa hidup layak seperti anak-anak pada umumnya.

Pesan saya untuk pemirsa DAAI TV, jangan melewatkan drama kisah nyata "Keluarga Parikin" ini. Mudah-mudahan dapat menumbuhkan kesadaran dan juga memberikan hiburan. Dan yang pasti akan mendidik kita dalam menjalani kehidupan dalam sebuah keluarga.

  
 

Artikel Terkait

Antusias Wong Palembang Mengikuti Audisi Vegetarian Chef Indonesia Season 2 Bersama Daai TV

Antusias Wong Palembang Mengikuti Audisi Vegetarian Chef Indonesia Season 2 Bersama Daai TV

02 Agustus 2024

Pada 20 dan 21 Juli 2024 telah dilakukan Audisi Vegetarian Chef Indonesia Season 2. Sebanyak 37 Peserta dari 46 pendaftar telah mengikuti audisi langsung di Sekolah Kusuma Bangsa.

Memperpanjang Barisan Tim Medis Humanis Tzu Chi

Memperpanjang Barisan Tim Medis Humanis Tzu Chi

05 November 2019

Mengingat begitu pentingnya kesehatan dalam kehidupan, TIMA Surabaya mengadakan Sosialisai yang bertajuk Mengenal Barisan Relawan Medis Humanis. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan peran TIMA dalam menjalankan visi misi kesehatan dan kemanusiaan di Tzu Chi.

Semangat Cecil yang Tulus Menjalani Hidup Bersama Sang Buah Hati

Semangat Cecil yang Tulus Menjalani Hidup Bersama Sang Buah Hati

03 Maret 2021

Adalah suatu kebahagiaan bagi relawan apabila melihat para penerima bantuan bisa menularkan semangatnya kepada sesama, terlebih kepada keluarganya. Itulah yang dirasakan Rita Malia Widjaja, relawan Tzu Chi He Qi Tangerang ketika mengunjungi Cecilia. 

Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -