Berkat Jodoh yang Baik (Bag. 1)

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto, Dok. Pribadi
 
 

fotoKedekatan Ahmad dengan siswa siswinya jelas tergambar di sini. Dengan penuh kekompakan mereka berfoto bersama.

Sebagai manusia, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di hari depan. Semua serba tidak pasti, demikian pula yang dialami oleh Ahmad Damanhuri (32) guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang dahulu tak sedetik pun berpikir dan bercita-cita menjadi seorang guru serta bertemu dengan Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi.

Lika Liku Kehidupan Ahmad
Usai lulus sekolah SMA, Ahmad seharusnya dapat melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta berkat beasiswa yang diberikan oleh Pendidikan Nasional Olahraga karena bakatnya di bidang atletik. Namun, karena latar belakang keluarga tidak ada yang kuliah maka oleh salah satu kakaknya dikatakan, “Ngapain kuliah jauh-jauh. Udah kerja aja mendingan.” Maka Ahmad lantas mengikuti saran kakaknya itu. Satu tahun bekerja, Ahmad merasa tidak banyak peningkatan berarti yang ia rasakan. Akhirnya di tahun 1997 ia mendaftar menjadi seorang anggota TNI. “Satu bulan digembleng di Purworejo hingga pantohir (Pemantauan Tingkat Akhir), ternyata uang administrasinya dimakan sama yang bawa,” katanya.

Gagal menjadi tentara, Ahmad lalu bekerja di Cibubur sebagai bagian administrasi ringan. Di sana, ia lagi-lagi tertipu karena uang yang sudah terkumpul dengan sistem saham untuk membuat sanggar anak-anak, dibawa kabur bosnya. Penat dengan semua kondisi itu, Ahmad lantas memutuskan untuk kuliah di sebuah perguruan tinggi. “Tadinya ga kepikiran jadi guru. Niatnya ingin kerja aja di kantor gitu,” tambahnya.

Saat itu, Ahmad mengambil jurusan manajemen komputer dan kebetulan salah satu dosen ternyata memperhatikannya. Oleh dosen itu, di tahun 1999 ia diajak bekerja sebagai teknisi bagian IT di sekolah Kanisius Jakarta. Saat di Kanisius inilah, ia dekat dengan Pastur Rio yang juga kemudian lantas menawarkan kesempatan baginya untuk menjadi guru. “Kesempatan emas itu saya ambil. Meski syaratnya harus kuliah lagi,” tuturnya. Maka ia pun kuliah lagi di Universitas Muhamadiyah Jakarta. “Setelah lulus S1 (Sarjana Strata Satu-red), ya udah saya ambil di guru. Kayanya cocok karir saya di guru,” pikirnya waktu itu.

Di Kanisius, Ahmad bertahan hingga tahun 2003. “Kenapa saya pindah dari Kanisius karena ijazah saya belum keluar. Ijazah keluar tahun 2004-2005,” terangnya. Saat itu, di Kanisius memang sedang ada penyetaraan guru-guru. Mereka yang sudah S1 boleh mengajar di sana. “Ya saya malu lah maka saya pindah ke Sekolah Yakobus, sebuah sekolah yang berada di Kelapa Gading,” ujarnya. Di Sekolah Yakobus, Ahmad bertahan mengajar hingga tahun 2006, hingga akhirnya kemudian melamar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi.

 

foto  foto

Ket : - Tidak hanya menjadi guru, Ahmad Damanhuri juga menjadi pelatih atletik bagi murid-murid Sekolah             Cinta Kasih Tzu Chi.(kiri)
         - Memberikan segala ilmu yang dimilikinya merupakan tekad Ahmad agar para muridnya bisa menjadi            orang yang berhasil dan berguna. (kanan)

Berkat Koran dan Doa
“Saya tahu Tzu Chi dari koran dan berkat doa juga ya,” katanya. Ahmad memang selalu berdoa semoga ia bisa mendapatkan pekerjaan yang dekat dengan rumah dan dekat keluarga. Selama ini ia sangat berterima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi. Berterima kasih karena dahulu saat di tempat lain, ia bekerja di Jakarta sementara rumahnya di Bogor.

“Rumah saya jauh di bogor. Jadi waktu saya terbuang sia-sia untuk perjalanan saja, bahkan saya sering mengantuk dan terjatuh dari motor. Jadi kalau sudah capek saya naik kereta, tapi malah jadi sering telat ngajar,” kenangnya. Maka pada saat melamar pekerjaan dan ditawarkan mess, Ahmad mengaku bahagia sekali karena bisa bertemu dengan istri dan anak setiap hari. “Kalau ada masalah bisa saling curhat. Dulu yang tidak didapatkan sekarang bisa didapatkan,” pungkasnya. Maka, ia pun bersyukur karena kini telah tinggal dan menetap bersama keluarganya di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta. Perumahan yang dekat dengan sekolah tempat ia mengajar. 

Ahmad mengetahui adanya lowongan pekerjaan pengajar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi juga dari sebuah koran harian yang diberikan seorang temannya di Yakobus. “Pak Ahmad ini ada Buddha Tzu Chi,” katanya mengingat-ingat. Temannya ini sudah tahu Buddha Tzu Chi bagus dan menyarankannya untuk menonton dahulu DAAI TV. “Ah masa sih. Saya penasaran lihat siarannya. Wah bener kerelawanannya tinggi. Itu yang bikin saya termotivasi meski tadinya ga mau pindah. Biarlah memang kerjaaan saya seperti ini,” paparnya.

Ia lantas membawa surat lamaran pekerjaan ke Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi di Mangga Dua. Waktu ia datang ke Mangga Dua, ijazahnya ditaruh begitu saja oleh yang menerima. “Bu, kok ditaruh begitu saja. Nanti ga diperiksa?” tanyanya. “Udah nanti saya periksa,” kata orang yang menerima. Karena peristiwa itu, Ahmad jadi terus memikirkan nasib lamarannya. Sebulan Ahmad tidak dihubungi sama sekali hingga satu bulan setengah setelah memasukkan lamaran, ia mendapatkan panggilan telepon dari Sekolah Cinta Kasih.

foto  foto

Ket : - Sebagai guru yang gemar berolahraga, Ahmad selalu memotivasi anak didiknya untuk selalu mengejar             prestasi, salah satu di bidang olah raga atletik. (kiri)
         - Berbekal semangat, "Kamu Bisa" Ahmad Damanhuri senantiasa memotivasi siswa siswi didiknya yang             tertarik di bidang atletik. (kanan)

“Saya kaget ketika ditanya apa masih ingat dengan Sekolah Cinta Kasih. Wah ga tau pak,” jawabnya saat itu. Tapi ketika dibilang dari Buddha Tzu Chi barulah Ahmad ingat. Tantangan yang dihadapi Ahmad tidak itu saja, ia sempat dikatakan gagal lolos tes karena dari hasil pemeriksaan kesehatan terdiagnosa mengalami kelainan ginjal. Ia lantas protes karena inginnya diterima bekerja. “Saya olahraga melulu, ga mungkin lah kelainan ginjal. Saya tahu,” sergahnya. Tes kesehatan ulang diadakan hari itu juga dan hasilnya memang bagus. “Saya sudah stres waduh gimana saya ga diterima nih,” tandasnya.

Pertama kali mengajar, ia mendapati adanya ceramah dari Master Cheng Yen. “Wah ada biksu nih. Tapi kok pelajarannya sama dengan Islam yang isinya tentang kebaikan. Tentang menangani orang seperti ini. Rinciannya juga sama,” analisanya saat itu. Tidak puas dengan analisa pribadi, Ahmad bertanya ke Pak Buhori, guru agama Islam di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang berkata, “Iya sama Pak Ahmad.” Dari situlah Ahmah makin tertarik untuk mengenal Tzu Chi. Pertama kali mengajar pula, Ahmad kaget dengan metode pengajaran yang ada dan juga anak-anaknya. “Saya kira anak-anak Tionghoa tapi ternyata hitam-hitam,” tuturnya. Kesan pertama Ahmad, saat anak-anak diajarkan pelajaran komputer, mereka sangat antusias mengikutinya.

Bersambung ke bagian 2

  
 
 

Artikel Terkait

Kebersamaan, Menciptakan Kehidupan Baru

Kebersamaan, Menciptakan Kehidupan Baru

20 Maret 2014 Penyakit katarak masih menjadi momok bagi mereka yang telah lanjut usia. Pada umumnya penyakit katarak menyerang mereka yang berusia 45 tahun ke atas. Terlebih lagi ditambah lingkungan dan pola hidup yang tidak sehat.
Bedah Buku: Pendidikan Tzu Chi Menjadi Manusia Seutuhnya

Bedah Buku: Pendidikan Tzu Chi Menjadi Manusia Seutuhnya

06 Juni 2014 Kegiatan bedah buku komunitas Hu Ai Angke biasa rutin diadakan setiap hari Senin di Jalan Kapuk Muara No 5 (Kantor Annie Shijie). Hari itu tanggal 24 Maret 2014, pukul 20:00 WIB kegiatan kembali diadakan dengan khusus mengundang Mei Rong Shijie, wakil koordinator Er Tong Ban dan Tzu Shao Ban, untuk membahas tentang pendidikan Tzu Chi.
Bumiku Rumahku

Bumiku Rumahku

25 Agustus 2020

Minggu, 23 Agustus 2020 kelas budi pekerti dilakukan secara daring melalui aplikasi Zoom dari rumah masing-masing, dengan menggabungkan dua kelas, Qin Zi Ban kecil dan Qin Zi Ban besar yang dihadiri oleh 61 partisipan termasuk para duifu mama dan moderator.

Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -