Berkumpul Untuk Berbagi

Jurnalis : Budi Handoyo (Tzu Chi Singkawang), Fotografer : Bong Bui Khim (Tzu Chi Singkawang)

Sambil meneteskan air mata. Fanny menceritakan kisah hidupnya setelah mengenal Tzu Chi

Hubungan persaudaraan akan terasa hambar bila lama tidak berkumpul. Hubungan pertemanan akan luntur bila lama tidak saling menyapa. Bagaikan air dalam sebuah tong, yang akan habis terpakai jika tidak diisi kembali. Begitu pula hubungan antar relawan di Tzu Chi. Untuk merajut kembali kehangatan yang selama ini terjalin, pada tanggal 28 September 2014 yang bertepatan dengan Hari Tzu Chi Indonesia, Yayasan Buddha Tzu Chi Singkawang mengadakan acara gathering di kantor penghubung Singkawang. Lebih dari 50 relawan yang selama ini aktif mendukung kegiatan Tzu Chi pun berkumpul dan diliputi rasa kangen. Turut hadir pula beberapa penerima bantuan Tzu Chi yang nantinya akan membagikan kisah hidupnya setelah mengenal Tzu Chi.

Menyelami dharma
Sebelum saling berbagi kisah, para relawan terlebih dahulu disuguhkan sebuah ceramah dari Master Cheng Yen tentang giat menciptakan berkah, serta giat melatih sila, samadhi, dan kebijaksanaan. Sila, samadhi, dan kebijaksanaan ini sebenarnya sudah akrab di telinga insan Tzu Chi karena telah diserap ke dalam logo Tzu Chi, yakni: ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pandangan benar, dan pikiran benar.

Para relawan sedang melafalkan Sepuluh Sila Tzu Chi untuk mengingat kembali tekad awal bergabung dalam barisan Tzu Chi

Master berharap kepada murid-muridnya untuk giat berlatih sila, samadhi, dan kebijaksanaan agar tak kehilangan arah. Saat ini, banyak orang yang terlalu sibuk berbuat kebajikan sehingga lupa untuk melatih diri.  Begitu pula dengan mereka yang hanya giat melatih diri dan kemudian lupa bahwa masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan. Jadi, Master mengajarkan untuk menjadi pribadi yang seimbang, yang bisa diwujudkan dengan tekad untuk menempa diri, berperilaku baik di dalam keluarga, dan peduli terhadap masyarakat sekitar. Dengan demikian, seseorang bisa menyadari berkah, menghargai berkah, dan menciptakan berkah lagi kepada orang lain.

Saling berbagi pengalaman
Memasuki sesi sharing, Alfian Shixiong maju duluan untuk menceritakan pengalamannya selama berpartisipasi dalam survei kasus. Walaupun harus kuliah sambil kerja, dia tetap akan meluangkan sedikit waktu untuk berbuat di Tzu Chi. Sudah terbiasa bagi Alfian Shixiong untuk menelusuri lorong sempit dan menapaki jalan yang becek. Pemandangan-pemandangan yang tak enak di mata pun bukan lagi menjadi masalah baginya. “Sebagian orang mungkin merasa jijik atau sebagainya. Tetapi bagi saya, justru hal-hal seperti itu yang terus mengembangkan niat bersumbangsih saya. Jika tak ada niat ini, tak ada Tzu Chi ini, para penerima bantuan kita mungkin masih terus menderita sampai sekarang. Hati cinta kasih telah ada dalam diri setiap manusia, tetapi cara mengembangkannya yang berbeda-beda,” ujarnya.

Kisah lain yang inspiratif datang dari seorang relawan abu-putih, Sam Lan Shixiong. Sebelum bergabung dengan Tzu Chi, kehidupannya begitu berantakan. Rokok sudah bagaikan candu yang mendarah daging di tubuhnya. Bahkan, uang gajinya selalu habis hanya untuk membeli rokok. “Tidak ada rokok, lebih baik tidak usah hidup,” begitulah yang ada di dalam pikirannya. Kebiasaan yang sulit diubah, hubungan kekeluargaan yang tidak harmonis, manajemen keuangan yang kacau, semua itu berbuntut kepada depresi yang berkepanjangan. Mengetahui kondisinya yang memprihatinkan, Tjhang Tjin Djung Shixiong yang merupakan wakil ketua Tzu Chi Singkawang berusaha merangkulnya untuk memperbaiki kehidupan. “Memang terkadang merasa kesal ketika dinasehati A Jung Shixiong. Tidak ada yang bisa kalian dapatkan dengan mencampuri kehidupan saya. Tetapi, ketika emosi sudah reda dan direnungkan kembali, saya sadar perbuatan mereka semua demi kebaikan saya. Saya sungguh berterima kasih kepada kalian yang ada di sini, sungguh bersyukur bisa menjadi bagian dari Tzu Chi. Harapan itu akan tetap ada bagi mereka yang mau berbenah diri,” tutur Sam Lan shixiong.

Bersama-sama meregangkan otot melalui isyarat tangan Xing Fu De Lian

Penderitaan dalam hidup ini memang sulit untuk diakhiri. Ketika satu penderitaan berakhir, penderitaan yang lain akan menghampiri. Akan tetapi, tidak boleh berhenti untuk memperjuangkan pembebasan diri. Itulah yang sedang diperjuangkan oleh Fanny, gadis berumur 19 tahun yang mengalami kelumpuhan akibat penyempitan syaraf tulang belakang. Gadis yang sebelumnya duduk di bangku kelas 2 SMK ini tiba-tiba harus mengandalkan kursi roda di awal tahun 2013. Penyakit yang dideritanya merenggut keceriaannya, biaya pengobatan yang mahal meredupkan semangat hidupnya. Di ambang keputusasaan, harapan datang setelah ibunya mengajukan permohonan bantuan ke Tzu Chi melalui Kantor Penghubung Singkawang. “Waktu itu sudah sangat ingin menyerah. Saya merasa hanya sebagai beban bagi keluarga saya. Kata-kata menghibur dari ibu sudah tidak saya hiraukan. Untunglah survei dan kunjungan kasih dari relawan Tzu Chi menyadarkan saya. Setelah itu, saya mulai berjuang demi sebuah kesembuhan, sampai akhirnya ke Jakarta untuk dioperasi. Terima kasih Yayasan Buddha Tzu Chi. Saya menganggap semua ini sebagai cobaan bagi diri saya,” cerita Fanny dari atas kursi rodanya sambil meneteskan air mata.

Tidak terasa, sudah lebih dari 80 menit para relawan berkumpul bersama menjalin kehangatan. Untuk meregangkan otot sebelum pulang ke rumah masing-masing, para relawan memperagakan isyarat tangan “Xing Fu De Lian” dan “Ren Shi Nin Zhen Hao”. Acara kemudian ditutup dengan foto bersama. Terima kasih kepada para relawan yang bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul, terutama di minggu malam yang merupakan waktu untuk bercengkrama bersama keluarga. Banyak kisah dan pengalaman berharga yang telah dibagikan pada malam ini, tetapi tidak cukup untuk diuraikan semua di sini. Kita harus senantiasa belajar dari pengalaman orang lain untuk meningkatkan kemampuan diri kita, seperti yang dikatakan Master Cheng Yen, “Kemampuan untuk mengagumi orang lain merupakan sikap yang akan meningkatkan martabat diri sendiri.”

Sebagian relawan sedang foto bersama sebagai penutup acara


Artikel Terkait

Berkumpul Untuk Berbagi

Berkumpul Untuk Berbagi

03 Oktober 2014 Hubungan persaudaraan akan terasa hambar bila lama tidak berkumpul. Hubungan pertemanan akan luntur bila lama tidak saling menyapa. Pada tanggal 28 September 2014 yang bertepatan dengan Hari Tzu Chi Indonesia, Yayasan Buddha Tzu Chi Singkawang mengadakan acara gathering di kantor penghubung Singkawang.
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -