Bersyukur Atas Apa Yang Kita Miliki

Jurnalis : Lindawati Tjiawi (Tzu Chi Medan) , Fotografer : Ryanto Budiputra (Tzu Chi Medan)


Anak-anak Jingsi Ban memberikan makanan ringan sebagai buah tangan untuk siswa-siswa YAPENTRA.

YAPENTRA (Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera) yang berada di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara adalah yayasan yang memberikan pendidikan dan pelatihan kepada disabilitas netra yaitu mereka yang penglihatannya terganggu. Yayasan ini didirikan tahun 1977 oleh Gereja Kristen Protestan Indonesia(GKPI) dan Hildesheimer Blindenmission,e.V (HBM) Jerman dengan tujuan agar disabilitas netra dapat hidup mandiri.

“Dulu pendiri yayasan ini melihat ada orang buta yang meminta-minta di jalanan, maka dia berpikir bahwa dia harus memberikan pendidikan dan pelatihan kepada mereka, supaya para tuna netra dapat bekerja dan menghasilkan uang bukan dengan meminta-minta di jalan,” Jabes Silaban,S.Pd, selaku Direktur YAPENTRA menjelaskan.   

Bapak Jabes, Direktur YAPENTRA ikut memberikan sumbangan korban badai Idai di Afrika.

Ada 66 siswa di yayasan ini, dari SD, SMP, SMA, bahkan ada  juga yang kuliah di Perguruan Tinggi. Semua pelajaran yang mereka pelajari sama dengan yang di sekolah umumnya, hanya mereka menggunakan huruf Braille (huruf yang berbentuk titik-titik menonjol) untuk belajar. Dengan meraba huruf Braille mereka bisa membaca layaknya orang yang penglihatannya normal. Mereka juga dilatih hidup mandiri. Siswa-siswa  ini datang dari berbagai kabupaten di Sumatera Utara.

“Di sini kita melatih mereka berjalan dengan tidak kaku, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, menjalankan aktivitas hidup sehari-hari hampir sama dengan orang yang bisa melihat. Kita buat pelatihan kehidupan sehari-hari di tempat ini,” ungkap  Jabes.

Yayasan ini juga melatih siswa-siswi sesuai talenta  yang mereka miliki. Seperti Hotman yang sudah tinggal di YAPENTRA sejak tahun 2007, karena memiliki talenta  bermain keyboard, maka dia dilatih untuk memperdalam talentanya. Hotman akan memainkan keyboard dan siswa-siswi yang lain bernyanyi  saat  ada acara dan ada pengunjung yang datang.


Hotman (kiri) memainkan keyboard, sementara Heri (kanan) duduk di sampingnya ikut bernyanyi.

“Sebelum ke sini saya pernah belajar keyboard  di kampung, terus di sini memperdalam belajar keyboard, hobby saya ini main keyboard,” tutur Hotman dengan antusias.

“Menjalani hidup dia kurang semangat, kurang dalam banyak hal, tapi kalau main musik  dia  langsung semangat, langsung hidup kembali, ketemu musik  he’s alive,” Jabes menjelaskan tentang Hotman.

Untuk mengajari anak-anak Jingsi Ban (Kelas Kata Perenungan Master Cheng Yen) agar belajar bersyukur atas apa yang mereka miliki, maka pada Minggu pagi, 14 April 2019 relawan Tzu Chi Medan membawa anak-anak Jingsi Ban yang berjumlah 38 anak  ke YAPENTRA. Di sini anak-anak Jingsi Ban bisa belajar bersyukur dari siswa-siswa YAPENTRA.


Relawan dan anak-anak Jingsi Ban memperagakan isyarat tangan Satu Keluarga diikuti oleh pengurus YAPENTRA.

”Kita memilih membawa Xiao pu sa (sebutan untuk anak-anak Jingsi Ban) ke YAPENTRA karena ingin mereka bisa lebih belajar bersyukur pada apa yang sekarang mereka dapatkan dari kedua orang tua mereka,” kata Marliani Tjula, koordinator kegiatan kunjungan kasih ini.

Sementara itu Tony Honkley, Wakil Hu Ai Medan Timur berharap kunjungan ini dapat menjalin hubungan yang baik antara Yayasan Buddha Tzu Chi dengan YAPENTRA, dan sama-sama bisa belajar.

”Kami berharap hari ini kita bisa sama-sama belajar antara adik-adik dari Jingsi Ban dengan adik-adik dari YAPENTRA, mudah-mudahan dalam waktu yang singkat ini bisa menjalin hubungan yang  baik antara kita,” tutur Tony .

Relawan dan anak-anak Jingsi Ban menghibur siswa-siswa YAPENTRA dengan memperagakan isyarat tangan Satu Keluarga, yang diikuti oleh pengurus dari YAPENTRA. Siswa-siswa dari YAPENTRA juga tidak ketinggalan menyanyikan lagu Mandarin tentang mama. 


Relawan Tzu Chi merayakan ulang tahun bersama untuk  siswa YAPENTRA dan anak-anak Jingsi Ban yang lahir pada bulan April.

Untuk mempererat tali persahabatan, diadakan games mencari teman sesama jenis. Anak-anak Jingsi Ban dan anak-anak YAPENTRA dibaur dalam 10 kelompok, setiap kelompok ada anak-anak jingsi Ban dan anak-anak YAPENTRA, anak-anak Jingsi Ban matanya ditutup dengan kain saat dibagi ke kelompoknya, agar mereka tidak mengetahui siapa saja yang ada di kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi dengan nama hewan dengan kata sandi suara dari hewan group tersebut, misalnya group bebek dengan kata sandi kwek kwek, ayam jago dengan kata sandi kukuruyuk. Setelah itu mereka semua dibaur ke lapangan, kemudian mereka akan mencari kelompok masing-masing dengan kata sandi. Yang pertama kali terkumpul kelompoknya adalah pemenang. Permainan ini sangat seru, semuanya sangat bahagia saat bermain.


Siswa YAPENTRA dan anak-anak Jingsi Ban dengan mata diikat kain saling mencari anggota kelompoknya masing-masing saat bermain games.

“Tujuan games ini agar para xiao pu sa banyak-banyak bersyukur, karena mereka masih bisa melihat dunia yang indah ini, terus biar para xiao pu sa juga bisa berbaur dan berteman bersama dengan anak-anak YAPENTRA tanpa memandang perbedaan atau kekurangan mereka”, Jesslyn menjelaskan.

Suasana bahagia dirasakan oleh semua anak-anak, baik dari Jingsi Ban maupun YAPENTRA  dan relawan juga orang tua xiao pu sa yang ikut  berkunjung. Di saat bersama tanpa ada perbedaan, yang ada rasa bahagia dan haru. Begitu juga dengan Lastiur (20 tahun), siswi YAPENTRA yang sudah 13 tahun belajar di sana  merasa sangat senang bisa main bersama.

“Permainannya lucu, karena teman-teman Buddha Tzu Chi bingung cari teman-temannya dengan mata ditutup, sedangkan kami tidak bingung dan merasa lucu, sambil ketawa-ketawa kami mencari teman” Lastiur mengatakan dengan senyuman sambil mengingat permainannya.


Jovelyn Hutama terduduk kecapaian sehabis bermain games.

Lastiur yang sudah banyak belajar di YAPENTRA, awal ke sana kalau berjalan bisa terbentur sekarang sudah tidak lagi, sudah bisa berjalan layaknya orang yang bisa melihat. I berharap  teman-teman dari Yayasan Buddha Tzu Chi bisa datang berkunjung kembali.

“Saya senang banget, sangat berharap seperti ini lagi dan teman-teman Buddha Tzu Chi datang lagi,” Lastiur mengungkapkan harapannya. 

Demikian juga dengan Heri (22) siswa YAPENTRA yang berharap  dapat menjalin hubungan baik dengan anak-anak Jingsi Ban  dan berharap kunjungan kembali dari mereka.

“Saya senang sekali di acara ini karena saya merasa banyak yang peduli dengan kami, di mana mereka bisa mengenal kami dan kami merasa banyak teman. Saya rasa kita harus terus-menerus  menjalin hubungan baik dengan teman-teman  yang datang sekarang, bila perlu teman-teman datang setiap hari,” tutur Heri. 


Siswa YAPENTRA dan anak-anak Jingsi ban foto bersama untuk kenang-kenangan.

Pada kesempatan ini, Tony Honkley juga mengajak pengurus YAPENTRA, relawan, anak-anak Jingsi Ban  dan orang tuanya yang ikut kunjungan kasih ini untuk memberikan kepedulian kepada saudara-saudara yang kena musibah badai Idai di Afrika berupa sumbangan dana sukarela. Ajakan ini disambut baik oleh semua yang hadir. Kemudian acara dilanjutkan dengan merayakan hari ulang tahun untuk siswa-siswa YAPENTRA dan anak-anak Jingsi Ban yang lahir pada bulan April. Semuanya menyanyikan lagi Selamat Ulang Tahun dan kemudian yang ulang tahun memotong kue bersama.

Di akhir acara, anak-anak Jingsi Ban memberikan buah tangan berupa makanan ringan kepada siswa-siswa YAPENTRA. Bapak Jabes Silaban sangat menghargai kunjungan kasih ini.

”Saya apresiasi  Yayasan Buddha Tzu Chi, mereka terus berusaha membantu tanpa memandang suku, agama, ras seperti lagu” Satu Keluarga”, mereka mau memperkenalkan kehidupan tuna netra di sini dengan siswa Buddha Tzu Chi,” ungkap Jabes dengan rasa bahagia.


Siswa-siswi YAPENTRA menghibur dengan menyanyikan lagu Mandarin tentang mama.

Kunjungan kasih ke YAPENTRA dapat mendidik xiao pu sa karena dengan melihat kondisi keterbatasan siswa-siswa di sana bisa menumbuhkan rasa iba dan rasa syukur mereka. Mario (12 tahun) murid Teen class Jingsi Ban merasa sangat bersyukur karena bisa melihat dengan jelas.

“Saya merasa bersyukur karena bisa melihat, sedangkan teman-teman YAPENTRA tidak bisa melihat. Saya merasa kasihan melihat mereka. Saya akan mengurangi penggunaan HP/gadget untuk mencegah kerusakan mata,” kata Mario. 

Rasa syukur dan iba juga dirasakan oleh Jovan sielyn Hutama (9 tahun) murid Kids class Jingsi Ban. ”Saya merasa kasian  terhadap mereka, karena mereka tidak bisa melihat, saya merasa sangat beruntung dan bersyukur sekali,” tutur Jovelyn.


Tony Honkley memberikan kata sambutan. Ia berharap kunjungan ini dapat memperat hubungan yang baik antara Yayasan Buddha Tzu Chi dengan YAPENTRA.  

Orang tua murid Jingsi Ban dan relawan Tzu Chi yang ikut kunjungan kasih ini juga merasa senang melihat siswa-siswi YAPENTRA bisa hidup mandiri dan berharap anak-anak Jingsi Ban bisa merasa bersyukur dengan apa yang mereka miliki. Seperti apa yang diungkapkan oleh Nelly, orang tua Frans Ermanto.

“Dengan mengikuti kegiatan  ini saya pribadi sangat senang, karena melihat siswa-siswa di YAPENTRA yang walaupun penglihatannya kurang jelas tapi mereka bisa hidup dengan teratur dan gembira. Jadi saya berharap anak-anak saya dan Tzu Shao lainnya bisa bersyukur karena mereka masih bisa melihat dengan jelas. Saya juga berharap anak-anak bisa lebih menghargai mata dan kurangi main game.”

Dengan bersyukur akan mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian. Mengutip kata perenungan Master Cheng Yen “Manfaatkanlah waktu dengan baik dan hargai kesempatan yang ada. Kita semua hendaknya bersikap saling bersyukur, menghargai, dan mengasihi antar sesama”.


Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Bersyukur Atas Apa Yang Kita Miliki

Bersyukur Atas Apa Yang Kita Miliki

24 April 2019

Untuk mengajari anak-anak Jingsi Ban (Kelas Kata Perenungan Master Cheng Yen) agar belajar bersyukur atas apa yang mereka miliki, mereka diajak berkunjung ke YAPENTRA. YAPENTRA yang berada di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara adalah yayasan yang memberikan pendidikan dan pelatihan kepada disabilitas netra yaitu mereka yang penglihatannya terganggu.

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -