Seorang nenek di Desa Kunir, Kabupaten Jepara tersenyum bahagia mendapat bingkisan cinta kasih dari relawan.
“Ucapan terima kasih adalah bahasa terindah di dunia, juga merupakan sikap yang paling tulus dalam menjalin hubungan di antara sesama”
(Kata Perenungan Master Cheng Yen)
“Namo Buddhaya Mbah”, ucap seorang relawan.
“Namo Buddhaya. Sinten nggih, saking pundi, wonten nopo (Siapa ya, darimana dan ada keperluan apa-red)?” sahut Mbah Muri yang tampak bingung. Salah satu relawan menjelaskan kedatangannya. Setelah mendengarkan penjelasan dari relawan, Mbah Muri tampak tersenyum kecil.
“Maturnuwun nggih, matursuwun sanget (Terima kasih sekali-red),” ucap Mbah Muri dengan senyum teruntai dan mengucap syukur yang tiada henti. Kakek berusia 70 tahun ini tinggal sendiri di rumah yang berlokasi di Desa Bleber, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Ia seorang duda lansia yang sudah tidak bekerja lagi.
“Aku dewean, ben dino yo ngene iki, lungguh wae ning omah, kadang lungo kebun (Saya tinggal sendiri di rumah, keseharian saya ya seperti ini, hanya duduk-duduk di rumah dan kadang ke kebun),” ujarnya. “Untuk makan juga kadang saya masak kadang juga nggak. Tergantung ada bahan apa yang bisa dimasak di rumah,” imbuh Mbah Muri.

Relawan mengantarkan bingkisan cinta kasih langsung ke rumah warga yang sudah terdata.
Selain Mbah Muri, ada juga Mbah Suti warga Dukoh Desa Ngablak RT 2 RW 12. Mbah Suti seorang janda dan hidup sendiri. Melihat tim relawan datang, Mbah Suti dengan senyum lebar menyambut. “Namo buddhaya, ngapurane nggih gubuke kotor, niki nembe dedek geni (Namo Buddhaya, maaf ya rumahnya kotor, ini lagi menyalakan api di tungku).”
Dengan mempersilahkan relawan masuk, Mbah Suti bergegas masuk ke dalam kamar dan berganti pakaian. “Sek tak ganti klambi, iki klambine suwek kabeh (Sebentar tak ganti baju, ini bajunya banyak yang robek),” ucapnya. Mbah Suti memang nampak menggunakan pakaian yang sederhana namun tidak mengurangi keindahan wajah beliau yang dari awal kedatangan relawan selalu senyum ramah.
Mbah Suti tinggal di rumah yang sederhana. Hanya terdapat dua ruangan, yakni dapur dan tempat tidur. Dengan nada lembut Mbah Suti bertanya, “Mbake sinten nggih? saking pundi? (Anda siapa ya? Dari mana?)” tanya Mbah Suti. Tim relawan pun menjelaskan maksud dan tujuan berkunjung. Dengan wajah berseri Mbah Suti mengucapkan terima kasih.

Mbah Wakini tampak bahagia mendapat bingkisan cinta kasih untuk menyambut Waisak.
“Maturnuwun nggih sedoyo, Mbahe kaget, yo seneng, yo bungah (Terima kasih ya semuanya, Mbah kaget ya senang, ya bahagia),” tutur wanita 70 tahun tersebut. Tim relawan tidak hanya menyerahkan bantuan cinta kasih tetapi juga berbincang dan menanyakan kesehatannya.
“Mbahe yo dewe,..ngeten niki mbak, mas, bendinone mbahe luru telo, tak gawe tape, tak jual di pasar Ngablak, nggo tuku beras duwite (Mbah ya hidup sendiri, seperti ini mbak mas, setiap harinya mencari singkong dibuat tape, dijual ke pasar Ngablak, uangnya untuk beli beras),” ucap Mbah Suti.
Meski tinggal sendiri dan tetap bekerja keras, namun Mbah Suti selalu mensyukuri kehidupannya. “Nggih bersyukur mas, mba,.. Mbahe isih iso eker-eker adol tape iso nggo tuku beras lan bendinane. Mbuh sak rupa-rupane isih iso mergawe seng penting sehat (Ya bersyukur mas, mbak. Mbah masih bisa berusaha cari uang dengan jualan tape bisa untuk beli beras dan kebutuhan sehari-harinya. Entahlah seadanya, yang penting masih bisa bekerja dan sehat-red),” ucapnya penuh semangat.
Relawan bergotong royong menyerahkan bingkisan cinta kasih untuk warga di Kecamatan Juwana.
Selain Mbah Muti, relawan berbagi bingkisan cinta kasih untuk Mbah Wakini (80). “Matur nuwun nggeh sedoyo mawon (Terima kasih semuanya-red),” ucapnya menerima paket dengan satu tangannya. Sementara tangan yang satunya masih dalam pemulihan akibat jatuh. “Iki ape buwak banyu isah-isahan malah kepleset terus tangan tak nggo jagang (Ini tadinya mau buang air cucian, tapi terpeleset, tangan yang satu untuk pegangan,” tutur Mbah Wakini menceritakan kisahnya. Tangan yang dipakai untuk menopang tubuhnya mengalami retak, sehingga diperban hingga sekarang masih dalam pemulihan.
Mbah Wakini tinggal sendiri di rumah cucunya yang merantau di luar kota. Mbah Wakini salah satu lansia yang rajin ke Wihara mengikuti kebaktian umum. Jarak antara rumah ke viharanya sekitar 700 meter namun begitu tidak menyurutkan semangatnya untuk berdoa di vihara dengan berjalan kaki jika tidak ada tebengan. “Ben entok berkah go sangu sok mben (Biar dapat berkah untuk bekal nanti-red),” kelakarnya ketika ditanya kenapa rajin sekali ke Wihara.
Relawan menyerahkan bingkisan sembako untuk seorang nenek di Desa Sidomulyo, Kecamatan Gunung Wungkal.
Hari itu, relawan Tzu Chi Pati membagikan paket hari raya Waisak kepada umat yang kurang mampu. Kegiatan dilaksanakan dua tahap yakni pada tanggal 4 Mei 2025 untuk wilayah Kecamatan Cluwak, Kecamatan Juwana, Pati. Sementara tanggal 8 Mei 2025 pembagian paket dilaksanakan di wilayah Kabupaten Gunung Wungkal, Kabupaten Pati dan Desa Kunir Kabupaten Jepara. Sebanyak 251 paket telah dibagikan. Paket ini berisi beras 5kg, gula 1kg. minyak goreng 1 liter, biskuit, dan teh kotak.
Dengan semangat kebersamaan dan kepedulian, pembagian paket hari raya ini menjadi momentum yang berharga untuk merenungkan makna sejati dari kehidupan. Melalui aksi ini mengingatkan akan pentingnya berbuat kebaikan, menghilangkan keserakahan, dan melayani sesama dengan tulus. Semoga kebaikan dan kasih sayang selalu menyertai kita semua dalam perjalanan hidup ini. Selamat Hari Raya Waisak.
Editor: Khusnul Khotimah