Bulir - bulir Kebahagiaan
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Anand Yahya![]() Senyum kegembiraan yang tampak dari wajah Abubakar mengekspresikan rasa syukur terhadap apa yang ia dapatkan, sebuah rumah yang layak untuk keluarga yang ia cintai. | Jalannya sedikit tertatih. Postur tubuhnya yang cukup tinggi, membuat pria berperawakan kurus dan berkulit coklat legam tersebut harus sedikit menundukkan kepalanya ketika melewati antena parabola yang berada di belakang kantor pengelola Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Panteriek, Banda Aceh. Dengan serius, pria bernama lengkap Abubakar Malem ini mendengarkan seluruh panduan dari Rozak, salah satu relawan Tzu Chi yang menyampaikan informasi bahwa Abubakar dan keluarganya resmi mendapatkan satu unit rumah di Perumahan Cinta Kasih Panteriek. |
Mendengar kabar tersebut, Abubakar terlihat bahagia. Hal ini tersirat dari nada suaranya yang bersemangat menjawab setiap pertanyaan yang saya lontarkan. Usia Abubakar sudah tidak muda lagi, ia lahir di Pidie, 11 November 1945. Kondisi tubuhnya pun ternyata tidak sempurna. Pendengarannya sangat lemah, namun ini bukan hanya karena usianya yang sudah lanjut. "Dulu, ketika saya masih jadi supir, bagian telinga saya sering dipukul oleh tentara Gerakan Aceh Merdeka (GAM), apabila saya tidak membayar uang ketika melewati jalan yang dijaga oleh mereka," jelas Abubakar. Kedua bola matanya pun mengalami kelainan sejak lahir. Kelainan yang disebut juling. Tidak hanya itu, bencana alam tsunami ternyata menyisakan sebuah tanda di tubuh Abubakar, yang tidak akan pernah ia lupakan selamanya. Awalnya saya cukup penasaran tanda seperti apakah itu? Tiba-tiba tanpa dikomando, Abubakar mengangkat celana panjang sebelah kiri dan menunjukkan sebuah kaki plastik yang berada di dalamnya. "Tsunami telah mengambil sebelah kaki saya," tutur Abubakar datar. Beragam alasan mulai berputar di dalam kepala saya. Tapi akhirnya saya pun tahu apa yang telah menimpa kaki kiri bapak dari 7 orang anak ini. ![]() ![]() Ket : - Abdul Rozak, relawan Tzu Chi, memberikan pengarahan kepada Abubakar saat penandatanganan perjanjian Bencana alam tsunami telah memisahkan Abubakar dari Tamara, putri bungsunya. Dan ketika ia mencoba mencari jasad Tamara di tumpukan mayat yang bergelimpangan di Aceh pada saat itu, tanpa sengaja kaki kirinya terkena sebuah paku. Karena menganggap luka di kakinya hanya luka biasa, Abubakar tidak mempedulikannya dan tetap melakukan pekerjaan sebagai pegawai di sebuah bengkel las. Hari berganti hari, luka di kaki Abubakar ternyata mulai meluas dan membusuk. "Bau sekali. Mungkin jarak satu meter pun sudah tercium baunya, badan saya pun semakin habis. Karena bau, saya menjadi tidak nafsu makan sedikit pun," jelasnya. Saya tersentak ketika tahu bahwa Abubakar bisa bertahan dengan kondisi kaki seperti itu selama lebih kurang dua tahun. "Setelah mencoba berobat di kampung (Sigli) selama satu tahun, ternyata tidak ada kemajuan. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh dan di sini akhirnya saya mendapat pengobatan," ucapnya. Kaki kiri Abubakar harus diamputasi melalui sebuah operasi gratis pada awal Maret 2003. "Bermodalkan surat korban tsunami dan kartu miskin, akhirnya saya bisa dioperasi secara gratis. Setelah operasi saya sempat stres. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk menghidupi keluarga." Beruntung, Abubakar tidak terlarut dalam keterpurukannya. Dengan bantuan dari seorang teman, Abubakar kini sudah memiliki sebuah becak (salah satu alat transportasi di Aceh yang menggunakan sepeda motor dalam pengoperasiannya). ![]() ![]() Ket : - Anak-anak Abubakar mengemas barang-barang mereka untuk segera tinggal di Perumahan Cinta Kasih "Sebenarnya dokter menyarankan kepada saya, sebaiknya penggunaan kaki buatan digunakan minimal enam bulan pascaoperasi. Tapi himpitan ekonomi, memaksa saya untuk menggunakannya setelah lebih kurang tiga bulan pascaoperasi," Abubakar bertutur. Walaupun kadang harus menahan nyeri, Abubakar terus berjuang untuk keluarganya. Bulir-bulir keringat yang menetes di atas dahinya tidak terbuang dengan percuma. Diki Arifin, salah satu putranya berhasil meneruskan pendidikannya ke jenjang sarjana dan meraih beasiswa. "Saya mungkin bodoh. Saya juga tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan. Saya juga buta huruf. Tapi saya tidak mau anak saya juga bodoh. Jadi, walau harus berjuang keras, saya bersedia," tuturnya. Kehidupan yang dilalui oleh Abubakar dan keluarga sangat memprihatinkan. Ia bercerita kepada saya bahwa sepanjang hidupnya ia selalu berada dalam belenggu kemiskinan. Melihat pria di depan saya begitu tulus menjalani lika-liku hidupnya, membuat saya lebih mensyukuri kehidupan yang sudah saya miliki saat ini. Keluarga Abubakar memang kompak dan bersahaja. | |
Artikel Terkait
Saling Berbagi Kasih
26 Oktober 2015Minggu pagi, 18 Oktober 2015, sebanyak 16 relawan Tzu Chi bertolak menuju Panti Jompo Wisma Sahabat Baru, Duri Kepa, Jakarta Barat untuk melakukan kunjungan kasih kepada para kakek dan nenek penghuni panti. Mereka mengajak gerakan senam tangan, memijat, dan menghibur para penghuni panti.

Ketulusan Membawa Kedamaian
31 Maret 2021Setelah hampir empat bulan terpaut dari kelas terakhir di tahun 2020, kelas budi pekerti kelompok Qin Zi Ban kembali diadakan secara online pada Minggu, 28 Maret 2021.

Bantu Pemerintah Benahi Pemukiman Padat Penduduk di Kelurahan Tanah Tinggi
23 November 2023Satu lagi karya kemanusiaan Tzu Chi akan segera dibangun di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat dalam program bebenah kampung. Tepatnya di RT 005/ RW 012 akan dibangun rumah susun 4 lantai yang terdiri dari 12 unit.