Celengan untuk Membantu Sesama

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoBusro dan istrinya, Chusmiyati menunjukkan celengan bambu mereka yang telah disumbangkan ke Tzu Chi. Keduanya berniat akan meneruskan semangat ini untuk membantu sesama.

Apakah berat badan Anda turun drastis secara tiba-tiba, sering buang air kecil di malam hari, atau sering merasa haus dan lapar? Jika gejala-gejala itu ada, sebaiknya Anda segera memeriksakan gula darah. Jika kadar gula darah puasa Anda melebihi dari 70-110 mg/dl dan kadar gula 2 jam setelah puasa > 140 mg/dl, maka bisa jadi Anda mengidap Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis. Kadar gula yang tinggi merupakan kondisi yang serius. Namun, jika dikenali secara dini, biasanya komplikasi berbagai penyakit yang menyertainya bisa dihindari.

Perubahan gaya hidup dan pengaturan pola makan juga bisa mencegah perburukan penyakit. Untuk mengontrolnya, lakukanlah pemeriksaan gula darah mulai sekarang karena jika tidak maka akibatnya akan cukup fatal. Seperti yang dialami Busro (50), yang harus kehilangan kaki kanannya akibat luka yang tak kunjung sembuh akibat diabetes yang dideritanya.

Awalnya Hanya Luka Kecil
Sebelumnya tanda-tanda seperti sering buang air kecil saat malam hari dan sering haus dan lapar diabaikan begitu saja oleh Busro. Semua ia anggap sebagai fenomena perubahan fisik tubuhnya yang semakin berumur. Tetapi akibat kelalaiannya itulah akhirnya yang membuat ayah dari Maman Hermansyah (26), Dwi Agustianingsih (23), dan Erwin Sutisna (17) harus merelakan kaki kanannya diamputasi. Padahal, siapa sangka jika semua itu diawali dari sebuah luka kecil di jempol kakinya.

“Awalnya saya lagi nganterin rekening ledeng, tiba-tiba kaki saya melenting seperti kayak habis kena sundut rokok. Saya diamin aja,” kata Busro. Istrinya, Chusmiyati pun menganggap itu hanya lecet biasa. “Saya pikir karena terlalu banyak jalan, maklum bapak kan kerjanya nganterin surat tagihan Perusahaan Air Minum (PAM) ke warga, jadi saya bilang diamin aja, biar pecah sendiri.” Sejak usahanya berdagang jeroan (usus, hati, paru dan jantung) sapi bangkrut, Busro menerima tawaran dari seorang tetangganya untuk mengantar tagihan PAM. Untuk setiap surat yang diantar ke pelanggan, Busro menerima upah Rp 100. “Sebulan saya bisa dapat lima ratus ribu rupiah,” kata Busro. Jadi, untuk mendapatkan upah sebanyak itu, Busro harus mengirimkan 5.000 surat tagihan pelanggan PAM yang ada di wilayah tempat tinggalnya, Tambora, Jakarta Barat.

Kulit yang melenting (melepuh) itu pun akhirnya pecah dengan sendirinya karena gesekan sandal saat Busro berjalan menunaikan tugasnya mengantar surat tagihan ke warga. Selain itu, Busro juga punya tugas tambahan, ia juga menerima titipan tetangga untuk membayar listrik, PBB, juga pembuatan KTP. “Ya, pokoknya kerja serabutanlah,” kata Busro. Karena banyak berjalan, alhasil lecet di kaki itu pun menjadi luka. Luka itu semakin lama semakin besar sampai akhirnya menjalar ke telapak kaki. Meski sudah berobat ke dokter, luka itu tak juga mengering, tetapi justru semakin bertambah besar.

“Saya lalu berobat ke Puskesmas. Besoknya saya disuruh cek darah ke RS Tarakan, periksa, katanya saya kena kencing manis (diabetes). Ya udah saya tanya apa obatnya yang paling ampuh?” tanya saya. Dokter pun menyarankan agar Busro segera dirawat di rumah sakit. Busro pun panik, ia memutuskan untuk pulang saja ke rumah. “Dokter nyuruh dirawat, tapi dianya nggak mau. Takut juga kali nggak ada biaya,” terang Chusmiyati memahami jalan pikiran suaminya. Tetapi karena hanya diobati dengan obat-obatan biasa, luka itu menjadi semakin parah, bahkan telapak kaki Busro menjadi berlubang.

foto  foto

Ket : - Akibat penyakit diabetesnya, Busro (50) terpaksa harus kehilangan kaki kanannya. Sebelumnya luka itu             didiamkan sampai akhirnya relawan Tzu Chi datang membantu pengobatannya. (kiri)
         - Karena luka di kaki Busro sudah terlalu parah, maka dokter memutuskan untuk mengamputasi kakinya             tersebut sebagai satu-satunya jalan kesembuhan. (kanan)

Sejak itulah Busro kehilangan penghasilannya sebagai “kurir”. Untunglah 2 anaknya, Maman Hermansyah dan Dwi Agustianingsih sudah bekerja setamat dari pendidikan SMA. “Kalau untuk bayar air dan listrik dari Maman, kalau untuk biaya sekolah adiknya, dari Dwi,” terang Chusmiyati. Sementara untuk makan sehari-hari keluarga ini mengandalkan hasil dari jualan kecil-kecilan Chusmiyati di rumah. “Makan seadanya aja. Kalau ada kelebihan rezeki baru bisa makan enak,” ujar Chusmiyati sembari tersenyum.

Jadi, jangankan untuk untuk membiayai pengobatan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja keluarga ini sudah kesulitan. “Kalau dirawat di rumah kan saya nggak ngerti, jadi ya lukanya makin lama makin parah. Waktu itu sih saya dah pasrah aja apapun yang terjadi,” terang Chusmiyati, sang suami pun mengangguk setuju.

Satu-satunya Pilihan
Di tengah kebuntuan dan keputusasaan, seorang tetangga dekat rumah menyarankan Busro dan istrinya untuk mengajukan permohonan bantuan ke Tzu Chi. “Kalau memang nggak ada dana, coba minta bantuan ke Yayasan Tzu Chi,” usul Rudi, tetangga mereka. Keyakinan ini semakin diperkuat dengan ajakan dari keponakan Busro yang kebetulan juga mondok di Pesantren Nurul Iman Parung, Bogor. “Sebenarnya sih dari dulu dah pengin, tapi nggak tahu jalannya,” kata Busro dan Chusmiyati.

Setelah melengkapi surat-surat (SKTM, KK, dan KTP), Busro pun didaftarkan oleh tetangganya ke Tzu Chi. “Nggak sampe seminggu, relawan Tzu Chi langsung survei,” terang Chusmiyati. “Waktu datang, saya kaget lihat kondisi kakinya dah seperti itu,” terang Ayen, relawan Tzu Chi yang menyurvei kondisi Busro saat itu. Ayen pun segera bergerak cepat, setelah disetujui permohonan bantuan pengobatannya oleh Tzu Chi, Ayen segera merujuk Busro ke RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sesampainya di rumah sakit, dokter di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menyarankan untuk segera dilakukan amputasi. “Saya sempat ngomong supaya kalau bisa nggak usah diamputasi, tapi kata dokternya nggak bisa. Satu-satunya jalan untuk sembuh harus diamputasi daripada nanti semakin menyebar ke organ tubuh lainnya,” kata Busro tenang. Maka, pada pertengahan bulan September 2009, tim dokter pun mengamputasi kaki kanan Busro. Selama 2 minggu ia dirawat di RSCM Jakarta hingga bekas operasinya benar-benar kering.

Saat ini Busro mengisi hari-harinya dengan menonton TV sembari menjaga dagangan istrinya. Kursi roda dan tongkat penyangga dari pemberian donatur belum bisa dipakainya. “Paling kalau kursi roda buat dipake ke rumah sakit,” kata Busro. “Pernah nyoba pakai tongkat penyangga, tapi Bapak malah jatuh, dan bekas operasinya sempat memar. Saya dah sempat panik, untungnya nggak apa-apa. Makanya sekarang belum coba lagi, saya takut kalau kenapa-kenapa kayak dulu,” ungkap Chusmiyati khawatir.

foto  foto

Ket : - Chusmiyati tak sanggup menahan tangis ketika teringat kembali musibah yang menimpa suaminya              setahun lalu. (kiri)
         - Chusmiyati merasa terharu dengan apa yang sudah dilakukan relawan Tzu Chi kepada suaminya. Hal              inilah yang lalu mendorongnya untuk juga berpartisipasi dalam celengan bambu Tzu Chi. (kanan)

Celengan Bambu
Merasa tersentuh dengan apa yang dilakukan Tzu Chi untuknya, Busro dan istrinya pun menyisihkan sedikit dari keuntungan berjualannya ke dalam celengan bambu Tzu Chi. “Kalau nggak dibantu Tzu Chi ngga tau dah gimana, saya dah nerima aja, pasrah. Saya bersyukur masih ada orang yang mau menolong orang dengan tidak memandang perbedaan-perbedaan apapun,” ujar Chusmiyati haru. Air matanya pun tumpah seiring tangisnya yang tertahan. “Terima kasih sama Tzu Chi saya dah dibantu sampe sembuh begini,” timpal Busro lirih.

Pasangan yang menikah pada tahun 1983 ini pun sangat terharu dengan pendampingan yang dilakukan relawan Tzu Chi. “Penanganannya cepat dan baik. Sampai sekarang kalau suami saya kontrol sebulan sekali juga masih dibantu ama Tzu Chi,” ujar Chusmiyati. Pada bulan Mei 2010 lalu, Busro dan Chusmiyati menyerahkan celengan bambunya ke Tzu Chi. Celengan bambu itu pun kini masih terus diisi oleh Busro dan Chusmiyati, dan rencananya setelah penuh akan kembali ia serahkan ke Tzu Chi. “Saya kan dah ditolong, nah ibarat kata kita juga mau menolong orang lain. Walaupun nggak besar, mudah-mudahan (ini) bisa menolong orang lain juga,” kata Busro dan Chusmiyati berharap.
  
 
 

Artikel Terkait

Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-136: Bahagianya Warga Usai Menjalani Operasi Katarak

Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-136: Bahagianya Warga Usai Menjalani Operasi Katarak

13 Februari 2023
Tzu Chi bersama RS Metro Hospitals dan Polres Metro Tangerang Kota mengadakan baksos kesehatan. Baksos ini melayani pasien katarak, pterygium, bibir sumbing, hernia, bedah minor, dan khitan.
Pemberkahan Akhir Tahun di Biak

Pemberkahan Akhir Tahun di Biak

29 Januari 2013 ujuan diadakannya acara pemberkahan akhir tahun ini adalah sebagai ungkapan syukur karena nikmat yang telah diberkan Tuhan pada satu tahun kemarin serta berdoa bersama demi terciptanya dunia yang bebas bencana.
Ikrar Dalam Hati

Ikrar Dalam Hati

25 Agustus 2011 Dalam training ini banyak sekali kisah relawan mengharukan, misalnya Freddy, relawan Tzu Chi Pekanbaru yang juga pertama kali pulang ke kampung halaman batin. Sebenarnya ia sudah mengenal Tzu Chi sejak duduk di bangku kelas 3 SD saat ia bersekolah di Medan.
Orang yang mau mengaku salah dan memperbaikinya dengan rendah hati, akan mampu meningkatkan kebijaksanaannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -