Cobaan di Usia Senja

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Anand Yahya

Mbah Joyo (seorang nenek) namanya. Dalam usia yang mendekati 70 tahun, ia hanya paham satu bahasa yaitu bahasa Jawa yang telah dikenalnya sejak kecil. Ia sudah sejak lama tinggal di Imogiri, Bantul, dan mencari rejeki dengan berjualan kelapa di pasar.

Hari itu mbah Joyo datang ke lokasi baksos kesehatan Tzu Chi dengan gerobak yang ditarik oleh menantunya. Rambut berubannya tampak kusut, dan tampak kerak bekas darah yang mengering di dahinya. Wajah Mbah Joyo sangat lelah, telapak kanannya bengkak dibalut kasa yang sudah dinodai bercak-bercak darah yang sudah menguning. Sementara lengan bawah kirinya agak bengkok tidak wajar.

Mbah Joyo mungkin tidak menyadari berapa parah kondisinya, ia hanya mengatakan tangannya sakit. Dengan tetap duduk di atas gerobak, Weny, perawat Tzu Chi, membuka perban di tangan kanan yang rupanya sudah menempel. Berkali-kali mbah Joyo berseru kecil, setengahnya karena takut dan setengahnya lagi karena sakit. Agak sulit berkomunikasi karena perbedaan bahasa yang dikuasai.

Pelan2 sekali, perban baru dapat dilepaskan dari tangannya. Saat terlepas seluruhnya, tampak telapak yang bengkak itu sudah mulai membusuk. Menurut Weny, hal itu dikarenakan penanganan pertama yang diterima mbah Joyo kurang baik. Luka yang disebabkan nenek tersebut tertimpa tembok dan palang rumahnya saat terjadi gempa tidak dibersihkan dulu dari pasir dan kotoran yang menempel, melainkan langsung diberi obat dan dibalut. Akibatnya setelah beberapa hari, jadi seperti ini.

Setelah perban dilepas, Weny mulai membersihkan luka dan membuang bagian yang membusuk. Untungnya pembusukan tidak terlalu dalam. Mbah Joyo terus merintih, saat sakitnya tidak tertahankan, ia menyebut nama Allah berulang-ulang. Relawan yang lain berusaha mengalihkan perhatian mbah Joyo dari rasa sakitnya. Rupanya mbah Joyo sudah 2 hari ini tidak terlalu nafsu makan, karena itu relawan Tzu Chi menyuapinya makan roti mengingat tangan kiri mbah Joyo pun tidak leluasa bergerak. Sambil makan, relawan juga terus memancing obrolan dengan mbah Joyo.

Mbah Joyo tinggal di sebelah selatan kantor kecamatan tempat baksos diadakan. Ia memiliki 3 orang anak, seorang diantaranya sudah meninggal saat masih kecil. Dari 2 orang anaknya, ia memiliki 4 orang cucu. Karena semua anaknya sudah berkeluarga, di rumah ia hanya tinggal berdua dengan suaminya. Saat menyebut suaminya, kesedihan kembali meliputi sebab suaminya meningga saat gempa terjadi.

Tangan kanan mbah Joyo selesai dibalut, dan menurut dokter ortopedi Tzu Chi, Dr. Rusdi Arman, Sp.B, tangan kirinya harus di-gips. Meski masih takut, mbah Joyo cukup menurut pada kata-kata dokter, padahal sejak kecil ia belum pernah disuntik, dan hari itu ia harus diinfus.

Mbah Joyo termasuk salah satu pasien yang kondisinya termasuk parah. Usai di-gips ia harus beristirahat sejenak. Lulu, relawan Tzu Chi yang tidak menguasai bahasa Jawa mencoba menghibur sebisanya dengan membersihkan tangan2 mbah Joyo dari kotoran dan bercak darah dengan kapas.

Gempa ini telah memberi guncangan yang masih terasa dalam hidup mbah Joyo. Masa depan setelah gempa yang menghancurkan rumahnya masih diselimuti kabut. Tzu Chi berharap dapat menemani mbah Joyo melalui cobaan di usia senjanya ini.

Artikel Terkait

Sukacita di Panti Wreda Cinta Kasih

Sukacita di Panti Wreda Cinta Kasih

25 Januari 2010

“Berbahagialah anak-anak yang masih memiliki orangtua. Jaga dan sayangilah mereka sama seperti kita menjaga dan menyayangi diri kita sendiri, karena orangtua tidak selamanya akan bersama dengan kita”

Cermin Kasih dan Bakti Seorang Anak

Cermin Kasih dan Bakti Seorang Anak

06 November 2025

Melalui kegiatan Xun Fa Xiang bertema “Anak yang Mempersembahkan Dagingnya”, sebanyak 34 relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Barat 1 diajak merenungkan makna bakti kepada orang tua.

Unpam Mendukung 3.000 Rumah untuk Palu dan Lombok

Unpam Mendukung 3.000 Rumah untuk Palu dan Lombok

05 November 2018
Sabtu, 3 November 2018, Tzu Chi menerima donasi sebesar Rp. 122.250.000,- dari Universitas Pamulang (Unpam) untuk aksi peduli gempa dan tsunami di Lombok (NTB) serta Palu (Sulawesi Tengah).
Giat menanam kebajikan akan menghapus malapetaka. Menyucikan hati sendiri akan mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -