Dari Cileungsi Sampai Tzu Chi

Jurnalis : Riani Purnamasari (He Qi Utara), Fotografer : Riani Purnamasari (He Qi Utara)
 
 

fotoBudi Setyawan yang datang jauh dari Cileungsi Jawa Barat untuk mengikuti pelatihan pijat yang diadakan Yayasan Kembang Mas dan difasilitasi oleh Tzu Chi. Pelatihan ini diadakan dari tanggal 15 Juni - 4 Juli 2010.

“Pemandangan indah di dunia tergantung pada kondisi batin manusia, kedamaian di dunia juga bermula dari kondisi batin manusia. Keindahan alam kehidupan diciptakan oleh kondisi hati setiap orang, demikian pula dengan perdamaian dunia.” (Master Cheng Yen)

Aku berjalan melewati setapak demi setapak di jalan berbatu dengan genangan air bergemericik di kakiku. Dengan tongkat “ajaibku”, 30 menit berjalan, membuatku bisa mencapai terminal bus. “Kalideres …., kalideres!!” ujar kenek dari sebuah bus yang kuyakini sangatlah besar. Kulangkahkan kaki menaiki tangga bus sendirian. Menunggu penumpang lainnya datang, kurasakan kegembiraan tak terbatas dari perjalananku kali ini. Ya, aku akan ke Jakarta.

Kecelakaan yang Merengut Penglihatan
Aku adalah Budi Setyawan. Aku terlahir dengan mata yang sehat di Kota Malang, 30 tahun silam dan kini aku bertempat tinggal di Cileungsi, Bogor. Aku hidup sederhana dengan istri yang menyayangiku bernama Sriyanti dan 1 orang anak. Kecelakaan di tahun 2004 lah, yang membuatku tak memiliki indra penglihatan lagi. Menyadari kekuranganku, aku tak jatuh ke dalam keputusasaan. Aku menerima kekuranganku apa adanya. Aku masih mampu membayangkan terangnya dunia di mataku kala aku masih mampu melihat. Tanpa waktu yang lama, aku menemukan sebuah lapangan pekerjaan baru untuk menghidupi aku dan keluargaku: memijat. Memang tidak mudah untuk belajar memijat. Dengan bantuan istriku, aku mulai mencari informasi pelatihan pijat bagi orang sepertiku— tunanetra. Satu per satu ilmu pijat kupelajari. Mulai dari pijat terkilir, pijat setelah melahirkan sampai lulur. Ilmu pemijatan ini pun kemudian kuajarkan kepada istriku sehingga dia tidak perlu lagi bekerja sebagai buruh pabrik.

Di tahun 2009, aku bergabung dengan Yayasan Pusat Kembang Mas di Bandung. Berawal dari pertemuanku dengan teman-temanku dari pelatihan yang kuikuti. Sepengetahuanku, Yayasan Kembang Mas ini memiliki metode pengajaran pijat yang berbeda, yaitu pemanfatan energi dari dalam tubuh. Di tahun tersebut aku tak berkesempatan mengikuti pelatihan dari Yayasan Kembang Mas, karena anakku yang sakit sedang membutuhkan perhatian. Kesempatan pun kembali tiba di tahun 2010. Bahkan pada kesempatan kali ini, Yayasan Kembang Mas bekerja sama dengan sebuah yayasan sosial kemanusiaan yang bernama Yayasan Buddha Tzu Chi untuk teknik pengobatan Body Space Medicine. Kesempatan ini pun tak kusia-siakan. Dengan bermodal keberanian, aku meyakini langkahku menuju kota impianku, Jakarta.

foto  foto

Ket : - Dengan hati gembira Budi mengikuti acara penutupan pelatihan hari itu. Budi merasakan banyak              manfaat dari pelatihan Body Space Medicine ini.(kiri)
         - Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasihnya kepada para laoshi (guru) yang telah              membimbingnya, Budi menyalami satu per satu para guru. (kanan)

Tanggal 15 Juni 2010, perjalananku menuju dunia pijat yang baru dimulai. Pelatihan fisik yang kualami sangat berat. Pagi hari kulewati dengan senam Shaolin yang memusatkan energi pada daerah yang berbeda-beda setiap harinya. Banyak para peserta yang kemudian mundur dan banyak beristirahat di tepi lapangan. Namun dengan adanya tekad kuat, aku terus bertahan. Siang hari kemudian kulewati dengan melatih chi– ku bersama para laoshi (guru) dalam bentuk Body Space Medicine. Hal ini terus berulang sampai 20 hari berlalu.

Bagian dari Keluarga
Hari ini, 4 Juli 2010, aku mempersiapkan batik, celana panjang, dan sepatu terbaikku. Dengan hati gembira kumulai hari ini dengan terus melatih chi. Aku merasakan banyaknya manfaat dari pelatihan Body Space Medicine ini. Namun betapa berat perpisahan hari ini. Aku harus mengucapkan selamat tinggal kepada para laoshi yang sudah kuanggap sebagai bagian dari keluarga besar yayasan Kembang Mas dan Yayasan Buddha Tzu Chi. Bertempat di lantai 3 RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, penutupan pelatihan pun dilakukan. Salah satu sharing yang terngiang di kepalaku berasal dari salah seorang relawan Yayasan Buddha Tzu Chi, Agus Rijanto. Beliau berkata, “Banyak orang yang mampu melihat, namun mata hatinya buta.” Kalimat ini menyadarkanku, bahwa aku dan teman-temanku masih memiliki mata yang lebih penting, yaitu mata hati.

Seperti biasa, makanan yang disediakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi adalah vegetarian. Sangat unik, terbuat dari tepung dan jamur. Aku pun dengan lahap menghabiskan makan siang tersebut. Segera setelah kuhabiskan, selamat tinggal kuucapkan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah memfasilitasi kebutuhan aku dan teman-temanku selama pelatihan ini. Duduk kembali di sebuah bus yang akan mengantarkan aku ke terminal, aku berikrar pada diriku untuk terus bervegetarian, menerapkan ilmu BSM ini ke dalam tempat pijatku dan terus berkontribusi dan menjalani budaya kemanusiaan Tzu Chi.

  
 
 

Artikel Terkait

Sayonara Kawan..!

Sayonara Kawan..!

08 Desember 2010
Minggu tanggal 21 November 2010, kelas Xiao Tai Yang sudah sampai pada akhir rangkaian program kelas bimbingan budi pekerti. Sudah banyak kenangan yang dilalui bersama dengan para dui fu Mama (relawan pendamping kelompok -red)dan para Shigu/Shibo.
Internasional : Berdoa Meningkatkan Panen

Internasional : Berdoa Meningkatkan Panen

27 Desember 2010
Seorang petani dari Myanmar yang menerima benih tanaman dari Yayasan Buddha Tzu Chi berdoa setiap hari untuk tanamannya serta menghindari penggunaan pestisida, dan akhirnya ia mendapatkan hasil panen berlimpah.
Sampah yang Bernilai Emas

Sampah yang Bernilai Emas

27 Juli 2010
Selain para relawan dewasa, kegiatan ini juga diikuti oleh para relawan cilik. Ada tiga Bodhisatwa cilik yang terlibat dalam pengumpulan barang daur ulang ini. Diantaranya adalah Tivana, gadis cilik yang baru saja membuka pen kakinya akibat jatuh beberapa waktu lalu.
Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -