Para staf Tzu Chi Hospital bersama mahasiswa Stikes Andalusia dengan penuh semangat menuangkan celengan mereka satu per satu dalam kegiatan tuang celengan yang rutin diadakan setiap tiga bulan sekali, kali ini sebagai bentuk dukungan untuk program sosial rumah layak huni.
Ruangan ballroom lantai 23 Tzu Chi Hospital dipenuhi 310 staf rumah sakit, Jumat lalu 25 Juli 2025. Hari itu adalah jadwal tuang celengan para staf Tzu Chi Hospital yang rutin diadakan per tiga bulan sekali. Berbeda dari rutinitas sebelumnya, kegiatan tuang celengan kali ini dilengkapi dengan sharing inspiratif, juga talkshow yang dibawakan oleh Andre Zulman (Kepala External Relation & Social Project Tzu Chi) dan Teksan Luis (Koordinator Program Bebenah Kampung Tzu Chi).
Dengan tema Tetes Cinta Kasih Membangun Harapan Baru, Andre membawakan kisah tentang Program Bebenah Kampung: 4.000 Rumah, Ribuan Harapan, Satu Cinta Kasih. Dimana ia menjelaskan masih ada ribuan keluarga di sekitar kita yang tinggal dalam kondisi tidak layak. Program Bebenah Kampung adalah upaya nyata Tzu Chi Indonesia untuk merenovasi rumah tidak layak huni, menyulapnya menjadi ruang yang sehat, aman, dan penuh harapan.
Dalam sesi sharingnya, Andre memulai dengan sebuah pertanyaan sederhana namun menggugah, "Kenapa sih organisasi sosial seperti Tzu Chi ikut cawe-cawe urusan rumah? Ikutan urusin rumah-rumah yang tidak layak huni?"
Andre Zulman, Kepala External Relation & Social Project Tzu Chi, memaparkan secara mendalam tentang Program Bebenah Kampung dengan tema “4.000 Rumah, Ribuan Harapan, Satu Cinta Kasih” di hadapan lebih dari 310 staf Tzu Chi Hospital. Ia mengajak semua untuk berperan aktif alam perubahan.
Ternyata jawabannya terletak pada realita yang menyentak, yang mana ada lebih dari 25 juta warga Indonesia hidup dalam kemiskinan, dan sebagian besar tinggal di rumah-rumah yang nyaris roboh, sempit, pengap, dan jauh dari kata layak. Bahkan, dari 10 rumah, sembilan di antaranya masuk dalam kategori kumuh.
Melalui pengalamannya, Andre menceritakan potret rumah-rumah di Jakarta yang dihuni bergantian karena sempitnya ruang. Di satu rumah berukuran 2x3 meter, bisa tinggal 11 hingga 12 orang. Mereka tidur bergiliran, anak-anak malam hari, orang tua tidur setelah pagi. Ada pula kisah dimana ketika ada yang meninggal dunia, jenazah harus dikeluarkan dengan berdiri karena lorong antar-rumah terlalu sempit untuk dilalui tandu.
Andre menegaskan bahwa kondisi seperti ini nyata dan ada di sekitar kita. Karena itulah, sejak tahun 2006, Tzu Chi memulai program Bebenah Kampung. Hingga kini, lebih dari 1.400 unit rumah telah direnovasi di berbagai penjuru Indonesia, dari Aceh hingga Biak. Khusus pascabencana, 6.800 unit rumah juga telah dibangun di Aceh, Palu, hingga Sulawesi Tengah. Kini, melalui program baru, Renovasi 4.000 Rumah Tidak Layak Huni, Tzu Chi fokus membenahi hunian warga miskin di Pulau Jawa yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Bogor, Tangerang, Depok, Bandung, Banyumas, hingga Surabaya.
Kegiatan tuang celengan kali ini juga dilengkapi dengan talkshow inspiratif yang dibawakan oleh Andre Zulman dan Teksan Luis, Koordinator Program Bebenah Kampung Tzu Chi, yang saling berbagi cerita dan semangat untuk mendukung program renovasi rumah.
Yang membuat program ini lebih istimewa adalah keterlibatan relawan secara menyeluruh. Mereka tidak hanya berdonasi, tetapi juga turun langsung ke lapangan, melakukan survei, ikut membangun, hingga mendampingi warga. Salah satunya adalah Teksan, relawan yang sudah punya jam terbang tinggi dalam program ini.
Teksan tak langsung ahli, awalnya ia memulai perjalanannya sebagai relawan untuk program bedah rumah dengan rasa takut: takut dengan sambutan yang kurang baik dari warga, takut menghadapi kondisi yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Tapi di balik lorong sempit dan rumah-rumah reyot itu, ia menemukan panggilan hati untuk ikut memperbaiki hidup orang lain. Dari rumah tanpa dinding atau ranjang di atas got, juga lantai kerang atau atap bocor, ia belajar bersyukur dan bergerak.
“Jadi kadang kalau bisnis lagi jelek gitu saya mikir (agak mengeluh). Tapi kalau ingat warga Kamal Muara (yang rumahnya tidak layak), mereka sanggup gitu tinggal puluhan tahun di tempat yang begitu tanpa ada kata-kata yang keluar komplain atau gimana. Jadi kenapa saya mesti komplain dengan kondisi saya sekarang. Makanya walaupun mesti berbagi waktu dengan kegiatan bedah rumah tapi saya bisa mengatur dan mengontrol diri juga,” paparnya.
Mengumpulkan dari yang Kecil
Kisah dari Kamal Muara juga menggugah para peserta yang hadir di acara itu. Della Wiranti dan Sarah Khairunisa, mahasiswa semester dua yang mengaku tergerak hatinya setelah tahu bahwa celengan kecil yang mereka tuang hari itu, ternyata bisa menyumbang untuk program renovasi 4.000 rumah.
“Ini yang pertama kali setelah sekian lama saya nggak nuangin celengan. Tapi hari ini saya ikut senang, karena ternyata hasil sumbangan ini buat bangun rumah. Empat ribu rumah, itu nggak sedikit. Awalnya saya pikir, ‘ah ini cuma receh, apa iya berarti?’ Tapi setelah dengar talkshow dan cerita-cerita tadi, saya sadar, sekecil apapun itu bakal berguna banget buat mereka. Walaupun mungkin dari celengan saya hanya dapat satu bata untuk bangun rumah, tapi saya yakin semoga ini bisa bermanfaat,” cerita Sarah, semangat.
Della Wiranti, Riska Tri Maelani, dan Sarah Khairunisa (dari kiri ke kanan) turut hadir dan berbagi kisah serta motivasi mereka dalam berkontribusi secara langsung melalui program renovasi 4.000 rumah yang bertujuan memberikan kehidupan yang lebih layak bagi keluarga yang membutuhkan.
Pernyataan itu disambut hangat oleh Della, “Saya juga senang banget. Meskipun sedikit, rasanya bahagia bisa bersumbangsih. Setelah ini saya akan lebih semangat lagi ngisi celengan. Pengen share ke temen kampus juga tentang kisah ini,” tuturnya tak kalah antusias.
Riska Tri Maelani, seorang perawat di lantai 9, pun turut membagikan pengalamannya yang pernah ikut turun ke Kamal Muara ketika pembongkaran rumah penerima bantuan dilakukan. Ia menyaksikan langsung rumah-rumah yang lembab, bercampur bangkai tikus dan ikan, juga anak-anak kecil yang tinggal di dalamnya yang hidup setiap harinya, tanpa tahu kapan lantai kayu di bawah mereka akan ambruk.
“Anak-anak itu kan harusnya mendapatkan kehidupan yang layak. Setidaknya rumah nyaman buat dukung pertumbuhan dan masa belajarnya,” kata Riska, “Makanya senang banget dengan kegiatan tuang celengan seperti ini, karena mungkin banyak orang yang berpikir bahwa kita selalu berbagi harus dengan nominal yang besar. Tapi tidak loh, di Tzu Chi kita diajarkan bahwa nominal kecil, amalan sangat besar. Intinya tidak peduli seberapa besar nominalnya, kita bisa bantu lebih banyak orang. Apalagi kalau kita menyebarkan ke orang lain lagi kan, membantu menyebarkan kebaikan juga gitu.”
Yuk Ikut Bergerak
Memang tidak semua dari kita bisa turun langsung menjadi relawan dan turut membangun rumah. Tapi setiap dari kita bisa menyisihkan sedikit, seperti uang jajan, uang parkir, atau kembalian belanja dan menjadikannya butiran cinta kasih. Dari situlah, satu demi satu rumah akan berdiri. Satu demi satu keluarga akan hidup lebih layak. Dan satu demi satu keluarga akan tumbuh di lingkungan yang sehat, bersih, dan penuh harapan.
Program Bebenah Kampung 4.000 Rumah Tidak Layak Huni ingin membuka masa depan bagi keluarga juga anak-anak. Menumbuhkan ekonomi warga. Dan yang terpenting: menghadirkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan pengalamannya, Andre Zulman menggambarkan potret nyata kondisi rumah-rumah tidak layak huni di berbagai wilayah di pulau Jawa, menyoroti kebutuhan mendesak akan renovasi dan perbaikan bagi ribuan keluarga kurang mampu.
Kisah tentang program 4.000 rumah ini memang menyentuh hati. Tapi jika kisah ini hanya berhenti di satu tempat atau satu ruangan saja, maka ia hanya akan menjadi sekadar cerita. Ia akan berakhir sebagai catatan yang menginspirasi, tapi tidak mengubah apa-apa.
Seperti yang dikatakan Andre, program ini tidak akan berjalan hanya dengan niat baik. Program ini butuh gerakan, butuh tangan, dan butuh hati dari kita semua. Tanpa dukungan, tanpa kisah yang disebarkan atau ajakan satu teman untuk ikut peduli, maka program 4.000 rumah itu hanya akan jadi angka. Ia akan tetap menjadi 4.000 rumah yang hanya kita-kita saja yang tahu.
“Kita ingin kebaikan ini tumbuh. Kita ingin lebih banyak keluarga bisa tidur dengan tenang. Kita ingin anak-anak bisa belajar di ruang yang terang, bersih, dan aman. Kita ingin perubahan. Dan perubahan itu bisa dimulai dari kita, hari ini juga. Jadi kita harus menyebarkan kebaikan, hal-hal yang inspiratif juga harus dibagikan. Jangan biarkan kebaikan berhenti di telinga. Sebarkan ceritanya. Ajak temanmu. Ambil bagian,” tutur Andre.
Untuk itu, mari kita tidak hanya menjadi penonton dari kisah inspiratif ini. Mari menjadi bagian dari kisahnya.
Editor: Arimami Suryo A.