Dari Teratai Digital Festival 2025, Anak Asuh Dapat Bekal Aman Menjelajahi Dunia Digital

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Indra Gunawan (He Qi Angke)

Salah satu sesi talkshow di Teratai Digital Festival 2025 membahas tema digital safety bersama para narasumber (dari kiri ke kanan): Tony S.Kom., M.Kom., Ph.D (Dosen Universitas Tarumanagara), content creator Leo Giovani, Lely Hiryanto, Ph.D (Dosen Universitas Tarumanagara), dan Yully Kusnadi, S.E., M.Pd (Kepala Departemen Bakti Amal & Beasiswa Tzu Chi).

Minggu pagi, 20 Juli 2025, ruang Xi She Ting lantai 1 Aula Jing Si dan ruang DAAI Galery di gedung DAAI Tzu Chi Center yang biasanya sepi berubah riuh dengan suara tawa, kehangatan, dan langkah penuh semangat. Ada sebanyak 329 anak dari berbagai jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa berkumpul dalam satu kegiatan bertajuk Teratai Digital Festival 2025. Mereka adalah anak-anak asuh penerima bantuan pendidikan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Dan hari itu, mereka datang bukan cuma untuk menerima bantuan, tapi untuk belajar bersama tentang dunia digital, keamanan di internet, konten media sosial, hingga pengenalan teknologi yang kini kian dekat dalam kehidupan sehari-hari.

Acara ini memang dikemas seperti festival yang berisi talkshow interaktif, sesi tanya jawab, bahkan dilengkapi dengan bocoran cara membuat konten video yang inspiratif. Seluruh rangkaian ini ditujukan untuk mempersiapkan adik-adik anak asuh agar siap menghadapi masa depan yang selaras dengan misi pendidikan Tzu Chi yang bukan semata-mata soal nilai akademis tapi juga menyiapkan anak-anak dengan bekal yang menyeluruh. Termasuk di dalamnya tidak hanya cerdas secara pengetahuan, tapi juga bijak dalam bersikap dalam dunia yang sudah sepenuhnya terkoneksi digital.

Yully Kusnadi, S.E., M.Pd menyampaikan materi seputar perkembangan teknologi dan cara aman menggunakannya kepada anak-anak asuh jenjang SD. Materi disampaikan dengan pendekatan yang ringan, menyenangkan, dan sesuai usia.

Menurut Yully Kusnadi, Kepala Departemen Bakti Amal & Beasiswa Tzu Chi, kegiatan ini hadir sebagai respons terhadap kondisi nyata saat ini. Dunia digital bukan lagi sesuatu yang eksklusif. Ia hadir di tangan siapa saja, termasuk anak-anak dari keluarga prasejahtera.

“Kami melihat adanya kebutuhan mendesak untuk membekali anak-anak dengan kemampuan digital, tapi juga dengan kesadaran. Kami ingin mereka bisa keren di dunia nyata, tapi tetap aman di dunia digital,” ujarnya.

Yully menyebutkan bahwa maraknya konten negatif, perjudian online, penipuan digital, dan informasi hoaks adalah tantangan nyata yang bahkan menyasar usia anak-anak. Karena itu, Teratai Digital Festival dirancang bukan sebagai pelatihan teknis semata, melainkan pendidikan karakter di dunia maya.

Sesi simulasi berupa drama pendek tentang penggunaan smartphone dari Divisi Bakti Amal membuat suasana belajar semakin seru dan menarik perhatian peserta.

Menjaga Diri di Dunia Maya
Salah satu sesi yang paling mencuri perhatian adalah talkshow bertema digital safety yang diisi oleh: Tony S.Kom., M.Kom., PH.D (Dosen Universitas Tarumanagara), content creator Leo Giovani, Lely Hiryanto, PH.D (Dosen Universitas Tarumanagara), dan Yully Kusnadi, S.E., M.Pd (Kepala Departemen Bakti Amal & Beasiswa Tzu Chi). Dalam sesi ini, anak-anak belajar mengenali jenis-jenis ancaman di dunia maya, dari tautan mencurigakan hingga bahaya membagikan data pribadi secara sembarangan.

Immanuela dan Jocelyn (dari kiri ke kanan) mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Teratai Digital Festival 2025 dengan penuh antusias. Keduanya mengaku mendapat banyak wawasan baru tentang keamanan di dunia digital.

Jocelyn, salah satu peserta dari kelas 10, mengaku bahwa ia terbiasa menggunakan media sosial tanpa banyak pertimbangan. “Aku sering banget posting hal-hal pribadi di Instagram yang cenderung malah oversharing. Dulu aku pikir itu wajar aja, tapi ternyata ada risikonya. Sekarang aku jadi lebih hati-hati,” tuturnya.

Teman seangkatannya, Immanuela, bahkan mengaku bahwa sebelumnya ia tidak terlalu peduli dengan keamanan digital, sampai akhirnya mendengar kisah nyata teman ibunya yang rekeningnya terkuras karena klik tautan palsu. “Nah materi hari ini bener-bener bikin aku semakin paham gimana cara jaga diri di dunia maya dengan jangan nge-click link sembarangan apapun itu. Soalnya mamaku juga sering banget dichat-in penipu. Pokoknya aku selalu mengingatin mamaku, jangan mencet link sembarangan, ataupun kalau misalkan disuruh download sesuatu, jangan mau,” katanya sudah paham batasan.

Chelsea (kedua dari kiri) makin memahami pentingnya membatasi informasi pribadi saat berselancar di dunia maya. Ia juga terinspirasi untuk terus membagikan hal-hal positif lewat media sosialnya.

Sama seperti Immanuela, Chelsea siswi kelas 9 juga bercerita pernah mengalami sendiri bagaimana kelengahan terhadap keamanan data pribadi bisa berujung pada situasi berbahaya. Saat itu, ibunya menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal dan memintanya untuk menjawab. Tanpa curiga, ia mengangkat telepon tersebut. Anehnya, tak lama setelah itu, ia merasa seperti kehilangan kesadaran dan tanpa sadar menyebutkan PIN ATM kepada penelepon. Beruntung, sang ibu yang berada di dekatnya segera menyadarkan, sehingga ia bisa menghentikan percakapan sebelum terjadi hal yang lebih jauh. Dari kejadian itu, ia baru benar-benar menyadari bahwa modus hipnotis lewat telepon bukanlah sekadar rumor, melainkan sesuatu yang nyata dan berbahaya.

Pengalaman tersebut membuatnya jauh lebih berhati-hati, terutama terhadap telepon dari nomor yang tidak dikenal. Ia merasa, materi yang dipelajari dalam sesi hari itu sangat penting dan relevan, bahkan bisa langsung ia bagikan kepada teman-teman di kelas maupun di organisasi. Harapannya, pengalaman pribadinya ini bisa menjadi pembelajaran bagi orang lain, bahkan menjadi bekal jika suatu saat ia diminta berbicara atau memberikan edukasi di sekolah tentang pentingnya menjaga keamanan data pribadi.

Membangun Pemahaman dan Pandangan Baru
Menerima antusias belajar yang besar dari anak-anak, Leo Giovani, mengaku terkesan dengan semangat belajar mereka. “Antusias mereka luar biasa. Pertanyaannya tajam dan relevan banget sama kondisi sekarang. Aku sempat mikir dua kali sebelum jawab, takut malah salah,” ujar Leo senang.

Leo juga mengingatkan pentingnya eksplorasi yang sehat di media sosial. Menurutnya, anak-anak sekarang sangat cepat beradaptasi, tapi mereka tetap perlu tahu batas. “Eksplor boleh, tapi tahu batasan. Karena dunia maya itu luas, dan tidak semua yang terlihat menyenangkan itu aman,” tambahnya.

Tak sedikit anak-anak yang merasa pengalaman di acara ini membuka cara pandang baru. Ivan, siswa kelas 12 yang aktif di organisasi sekolah maupun wihara, mengaku awalnya melihat artificial intelligence (AI) sebagai ancaman. “Aku pikir AI itu akan gantiin semua pekerjaan manusia. Tapi setelah dijelaskan, ternyata AI itu bisa jadi partner kalau kita tahu cara pakainya,” katanya.

Leo Giovani membagikan pandangannya tentang pentingnya menjaga diri saat bermedia sosial, serta perlunya memiliki batasan sehat dalam menjelajahi dunia digital.

Yang membuat acara ini semakin berkesan adalah suasana yang aman dan terasa penuh dukungan. Anak-anak merasa nyaman untuk bertanya, berdiskusi, bahkan berbagi pengalaman pribadi yang mungkin sebelumnya sulit mereka ceritakan.

Bagi Yully sendiri, acara ini bukan hanya tentang transfer ilmu, tapi juga membangun kepercayaan diri. “Kita nggak bisa prediksi seperti apa masa depan mereka. Tapi kita tahu satu hal, selama mereka punya kemauan untuk belajar, punya nilai baik, dan terus meng-upgrade diri, mereka akan bisa bertahan di mana pun,” katanya. Ia menambahkan, pendidikan yang menyeluruh yang menyentuh aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap hidup adalah misi jangka panjang yang akan terus dijalani oleh Tzu Chi.

Menjelang akhir acara, suasana masih riuh. Banyak dari mereka berharap kegiatan seperti ini bisa diadakan lagi. Bagi mereka, Teratai Digital Festival bukan cuma soal belajar mempersiapkan diri bertumbuh dengan teknologi, tapi mereka juga merasa dirangkul juga didampingi dalam proses tumbuh berkembangnya.

“Ini acara keren banget, Kak. Aku suka semua materinya, pembicaranya, dan suasananya. Nggak kerasa belajarnya, tapi pulang bawa banyak hal,” ujar Jocelyn. “Seru, menarik, dan menyenangkan itu tiga kata yang bisa menggambarkan talk show tadi,” imbuh Immanuela menantikan sesi selanjutnya.

Ivan menunjukkan ketertarikan yang tinggi terhadap materi seputar AI dan konten digital. Ia berharap dapat memanfaatkan teknologi secara positif untuk mendukung karya-karya masa depannya.

Tak cuma berbagi keseruan berkumpul bersama, dari Teratai Digital Festival pula anak-anak menjadi semakin paham bahwa kecanggihan AI bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk bekerja lebih efisien dan kreatif asalkan digunakan dengan bijak. AI bukan pengganti ide-ide orisinal manusia, melainkan alat bantu yang bisa mempercepat proses dan memperluas sudut pandang. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, penting bagi kita untuk tetap memegang kendali, menjaga etika, dan terus mengasah kreativitas. Karena pada akhirnya, kualitas konten terbaik tetap lahir dari hati, kreativitas, dan kendali pikiran manusia itu sendiri.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Berbagi Cinta Kasih di Gathering Anak Asuh Awal Tahun 2019

Berbagi Cinta Kasih di Gathering Anak Asuh Awal Tahun 2019

18 Januari 2019

Gathering Bulanan Anak Asuh kembali diadakan Relawan Tzu Chi di He Qi Pusat pada Minggu 6 Januari 2019 di Gedung ITC Mangga Dua lantai 6, Jakarta Pusat. Tema acaranya adalah "Pemberkahan Akhir Tahun 2018 dan Penyambutan Tahun 2019".

Teratai Cup 2024: Saling Mengenal dan Menggali Potensi

Teratai Cup 2024: Saling Mengenal dan Menggali Potensi

25 Juni 2024

Tzu Chi Indonesia mengadakan perlombaan Teratai Cup 2024 bagi anak-anak asuh yang dibantu Tzu Chi pada Sabtu, 22 Juni 2024 dengan tajuk “Menggali Potensi Menggapai Masa Depan”.

Membina Kebersamaan Bagai Satu Keluarga

Membina Kebersamaan Bagai Satu Keluarga

29 Mei 2024

Pendampingan Kelas Anak Asuh Teratai relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat melakukan kunjungan kasih ke rumah para anak asuh Teratai lainnya. Kegiatan ini diikuti oleh 39 anak asuh Teratai dengan didampingi oleh relawan Tzu Chi.

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -