Di Balik Penampilan Drama Sutra Bakti Seorang Anak

Jurnalis : Shielfi (He Qi Utara 1), Fotografer : Erli Tan


Sebelum pementasan Sutra Bakti Seorang Anak, anak-anak dari kelas budi pekerti Qin Zi Ban kelas kecil membawakan isyarat tangan Xin Xing (Bintang Hati).

Satu tahun telah terlewati, tanpa terasa sudah memasuki masa akhir dari kelas bimbingan Budi Pekerti di tahun 2019. Selama dua hari, 9 dan 10 November 2019, anak-anak Qin Zi Ban dan Tzu Shao Ban dari komunitas He Qi Utara 1, Utara 2, Barat 1, Barat 2, Pusat, dan Timur disibukkan dengan kamp gabungan. Puncaknya pada acara penutupan pada Minggu 10 November, yang diadakan di Guo Yi Ting, Tzu Chi Center, PIK pukul 14.00 WIB.

”Apa kabar Papa Mama!” Dengan semangat relawan Christine didampingi Andhika membuka dengan hangat acara penutupan itu.

Berbagai acara dilangsungkan untuk mengisi acara penutupan tersebut, dibuka dengan penampilan isyarat tangan dari DAAI Mama dengan lagu Da Ai De Hai Zi (Buah Hati Mama). Dengan piawai mereka membawakan shou yu yang lirik lagunya mengenai besarnya cinta kasih seorang ibu kepada anaknya. Acara kemudian dilanjutkan dengan isyarat tangan Xin Xing (Bintang Hati) oleh anak-anak dari kelas Qin Zi Ban Kecil.

Ruangan terlihat padat oleh orang tua dan keluarga anak-anak yang hadir. Bahkan setelah kanan kiri dan belakang sudah ditambah kursi pun, beberapa orang tua harus berdiri di paling belakang. Tak kurang dari 700 orang hadir saat itu. Antusias para orang tua ini tak lain untuk menyaksikan buah hati mereka berperan di Drama Sutra Bakti Seorang Anak (SBSA), yang merupakan acara puncak dari kelas budi pekerti tahun ini.


Pementasan Sutra Bakti Seorang Anak diperankan oleh 288 anak-anak Qin Zi Ban dan Tzu Shao Ban dari total 326 pemain.


Bagi diri Jusui (pegang mic), menjadi PIC drama adalah sebuah ladang pelatihan yang membuatnya lebih bersabar dalam setiap situasi.

Terdiri dari 10 bab, drama ini dimainkan 288 anak Tzu Shao dan Qin Zi Ban dari berbagai komunitas dari total 326 pemain. Pementasan drama pun mendapat tepuk tangan riuh. Beberapa hadirin tampak terharu setelah menyaksikan drama ini. Walaupun yang memerankan adalah anak-anak, tetapi mereka  dapat memerankan dengan baik, aktingnya, mimik wajahnya, dan gerak gerik mereka mampu membuat penonton hanyut dalam alur cerita drama SBSA ini.

Tak heran mereka dapat menghayati peran dengan baik, karena sebenarnya untuk pementasan ini mereka telah berlatih sejak awal tahun. Menurut Jusui, PIC drama ini, anak-anak telah berlatih sejak bulan Februari 2019 di komunitas masing-masing. Hal ini membuat tantangan tersendiri bagi Jusui karena latihannya baru digabung pada bulan Oktober. Keberhasilan pementasan pun tidak ia anggap keberhasilan dirinya belaka. “Drama ini berhasil bukan karena saya, tapi karena semua, all team, saya hanya sebagai koordinator yang hanya mengarahkan mereka aja,” tukasnya.

Sebagai PIC drama Jusui menganggapnya sebagai ladang pelatihan diri. “Dalam proses membuat drama seperti ini kan mereka belajar, tapi kita juga belajar. Saya belajar bagaimana menangani mereka, bagaimana bersabar dengan tingkah laku masing-masing yang berbeda,” ungkap Jusui. Ia pun mengaku mengalami perubahan diri yang signifikan. Nada tinggi yang banyak terdengar di kamp tahun lalu sudah hampir tidak terdengar di kamp tahun ini.


Melalui perannya sebagai seorang suami di drama, William Tan (paling atas, kiri) belajar memahami tanggung jawab dan kesulitan ayahnya.


Berperan sebagai anak yang ditinggal orang tua, Aurelio (kiri) berpesan agar kita dapat berbakti kepada orang tua selagi mereka masih hidup.

“Yang saya butuhkan dari mereka hanyalah keseriusan, kalo mereka serius dan kerja sama, saya juga nggak pengen pake nada tinggi, hahaha. Cuma kadang-kadang ya karena saat saya bicara tidak ada yang mendengarkan,” ungkap Jusui sambil terkekeh. “Tetapi yang saya seneng ternyata saat kita pasrah, mereka bilang ’shigu tarik nafas, shigu tenang, shigu minum dulu,’ mereka bisa menghibur gitu loh, jadi sebenarnya mereka perhatian,” lanjutnya.

Bukan saja Jusui, anak-anak juga mendapatkan banyak hal. Salah satunya William Tan yang memerankan seorang suami yang istrinya tengah hamil di Bab Kehamilan. Melalui peran ini William berkomentar, “Jadi biar aku bisa tahu jadi papa kayak apa, belajar responsibility, juga kesusahan papa aku,” ucapnya.

Ada pula Aurelio yang mendapatkan peran di Bab Penutup sebagai seorang anak yang ingin berbakti namun orang tua telah tiada, puncak emosinya saat ia meneriakkan ‘Mama’ di akhir drama. Demi memerankan perannya dengan baik, kadang sampai kakinya sakit karena berulang kali latihan. Suara teriakan yang kurang sehingga peran menjadi kurang maksimal menjadi tantangan baginya. Melalui peran ini ia pun merasakan kesan mendalam, “Kalau ingin berbakti pada orang tua jangan pada saat orang tua telah tiada, kita harus berbakti kepada orang tua yang masih ada, jangan sudah tiada baru menyesal,” pesannya.


Aldrich Bertram Tjuwondo (kanan, depan) di salah satu perannya sebagai anak yang sadar setelah salah pergaulan.


Usai pementasan drama, semua pemain naik panggung dan menyanyikan lagu Senyuman Terindah.

Karena banyaknya bagian dalam satu bab, ada juga yang berperan lebih dari satu, seperti Aldrich Bertram Tjuwondo yang mendapat 4 peran sekaligus di Bab Kesalahan Anak. Perannya sebagai orang tua, tamu, dan dua kali sebagai anak dalam satu bab menimbulkan tantangan tersendiri. “Harus bolak balik, harus bergerak cepat di belakang panggung dari satu peran ke peran lainnya,” tutur Aldrich.

Dari aktingnya di atas panggung, Aldrich terlihat serius mendalami perannya. Peran yang membuatnya paling puas adalah sebagai anak yang bergaul dengan preman dan dipukuli lalu berbalik sadar. Makna dari Sutra ini pun dapat ia tangkap melalui peran yang dimainkannya. “Pelajaran yang saya dapat dari peran ini adalah jadi anak itu nggak boleh gitu, nggak bole bergaul dengan orang yang tidak baik kayak geng-geng (preman) gitu. Kedua, jadi anak itu nggak bole pulang malam-malam, kalo pergi dari rumah harus kasih kabar ke orang tua,” terangnya.


Acara ditutup dengan doa bersama oleh hadirin yang jumlahnya tak kurang dari 700 orang.

Usai pementasan drama, semua pemain sebanyak 326 orang tampil di atas panggung seraya menyanyikan lagu Senyuman Terindah. Acara dilanjutkan dengan nyanyian lagu Fu Qin (Ayah) oleh anak-anak kelas budi pekerti sambil menggandeng tangan ayah sendiri, dan lagu Dang Ni Lao Le (Di Saat Kamu Tua) oleh anak-anak dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Acara kemudian ditutup dengan doa bersama dan pesan cinta kasih dari Liu Sumei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

“Walaupun kalian masih kecil, mungkin kalian belum benar-benar memahami kesulitan orang tua dalam membesarkan kalian. Jadi kalian harus benar-benar berbakti dan taat pada orang tua. Berbakti sangat mudag, tapi taat tidaklah mudah. Gan en juga kepada para orang tua atas dukungannya pada Tzu Chi, gan en pada semua relawan yang telah bersumbangsih selama ini. Saya sangat terharu. Terima Kasih!” ungkap Liu Sumei.

Editor: Metta Wulandari


Artikel Terkait

Di Balik Penampilan Drama Sutra Bakti Seorang Anak

Di Balik Penampilan Drama Sutra Bakti Seorang Anak

20 November 2019

Terdiri dari 10 bab, drama ini dimainkan 288 anak Tzu Shao Ban dan Qin Zi Ban dari berbagai komunitas dari total 326 pemain. Beberapa hadirin tampak terharu setelah menyaksikan drama ini. Walaupun yang memerankan adalah anak-anak, mereka  dapat memerankan dengan baik dan mampu membuat penonton hanyut dalam alur drama.

Bertambahnya satu orang baik di dalam masyarakat, akan menambah sebuah karma kebajikan di dunia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -