Tzu Chi Indonesia memulai Program Bebenah Kampung Renovasi Rumah Tidak Layak Huni di Kelurahan Galur, Jakarta Pusat. Kegiatan ini diawali dengan survei 47 rumah calon penerima bantuan oleh relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur.
Kerja sama yang telah terjalin antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Kementerian PKP) bersama Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan organisasi lainnya memiliki tujuan bersama dalam mewujudkan Program Bebenah Kampung Renovasi Rumah Tidak Layak Huni bagi warga prasejahtera di DKI Jakarta. Program ini diwujudkan dengan merenovasi unit-unit rumah warga yang nyaris roboh dan tidak layak huni, menjadi hunian yang sehat, bersih, dan layak untuk dihuni.
Hari itu, Sabtu, 21 Juni 2025, bersama petugas dan staf Kelurahan Galur, Jakarta Pusat dan 29 insan Tzu Chi komunitas He Qi Timur memulai Program Bebenah Kampung Renovasi Rumah Tidak Layak Huni dengan melakukan survei langsung kondisi 47 unit rumah warga prasejahtera di Kelurahan Galur. Selain itu relawan, juga mensosialisasikan dan memberikan penjelasan tentang kesepakatan bersama tentang rumah warga nantinya hanyalah dalam bentuk renovasi. Warga calon penerima bantuan juga akan diberikan bantuan berupa uang biaya sewa tempat tinggal sementara selama masa renovasi. Pemberian bantuan uang tersebut akan dilakukan di Kantor Kelurahan Galur, Jakarta Pusat setiap bulan selama dua atau tiga bulan nantinya.
Marwan, staf Eksternal Sekretariat Tzu Chi Indonesia memberikan penjelasan kepada relawan Tzu Chi sebelum melakukan survei ke rumah-rumah warga.
Marwan, staf Eksternal Sekretariat Tzu Chi Indonesia menjelaskan bahwa Program Bebenah Kampung Renovasi Rumah Tidak Layak ini, adalah memperhatikan atap, lantai dan dinding hunian, agar unit-unit rumah yang direvonasi menjadi tempat tinggal yang terang, nyaman, dan memiliki sirkulasi udara yang baik dan sehat. Adapun salah tujuan dari program renovasi rumah ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup lebih baik.
Sekretaris Kelurahan Galur, Hj. Saminem Esos (57) yang juga turut serta menemani insan Tzu Chi melakukan survei juga menjelaskan konsidi masyarakat prasejahtera di Kelurahan Galur. “Masyarakat Kelurahan Galur adalah menengah ke bawah. Tadi yang kita survei itu ada yang pekerjaannya kuli nyuci, pedagang di pinggiran jalan, pegawai serabutan. Rata-rata pekerjaan warga di sini seperti itu,” jelas Hj. Saminem Esos.
Sekretaris Kelurahan Galur, Hj. Saminem Esos (dua dari kiri) turut serta menemani insan Tzu Chi melakukan survei dan mensosialisasikan tujuan kedatangan mereka ke warga prasejahtera.
Saminem merasa prihati melihat kondisi unit rumah warga yang dikunjungi dan berharap unit-unit rumah tersebut segera mendapat sentuhan bantuan dari program ini. “Dari kelurahan sangat berterima kasih atas bantuan Yayasan Buddha Tzu Chi, dengan harapan agar semua usulan rumah Kelurahan Galur dapat terealisasi. Terakhir, bila rumah telah direnovasi, menjadi rumah sehat maka tubuh sehat dan semangat dalam mencari nafkah,” tutupnya.
Walau harus menyusuri gang sempit untuk menuju unit-unit rumah yang disurvei dan diberikan sosialisasi relawan Tzu Chi, Giok Chin Lee (47) sangat bersyukur dengan kondisinya saat ini. “Saya pribadi sangat prihati dan sedih melihat suasana dan kondisi rumah warga sudah tidak layak, kadang banjir bila hujan datang, sirkulasi udara bersih sangat kurang, dan ruang tidur yang tidak sehat bagi kesehatan, serta kondisi ekonomi yang minim,” kata Giok Chin Lee. Ia berharap bantuan program ini dapat memberi manfaat untuk mendapatkan tempat hunian yang layak dan kehidupan yang lebih baik.
Secercah Harapan Memiliki Hunian Layak
Diantara deretan gang sempit, terdapat sebuah lorong gelap yang nyaris tidak ada cahaya matahari, lebarnya hanya 40 sentimeter, sedikit memiringkan badan untuk masuk ke rumah kecil peninggalan Warun (almarhum) yang terletak di RT 006/04 No. 34, Kelurahan Galur, Kecamatan Johor Baru. Di rumah tingkat dua yang rapuh, gelap, dan pengap inilah Warun dan istrinya Kaswina (almarhumah) pernah tinggal bersama delapan anaknya. Kini rumah kecil seluas 3x4 meter persegi tersebut masih bertahan dan dihuni oleh empat anak Warun dan satu orang cucu.
Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur melakukan survei dan sosialisasi mengenai Program Bebenah Kampung Renovasi Rumah Tidak Layak Huni kepada Darti dan Sukandi, anak dari Warun dan Kaswina.
Rumah ini juga sudah rusak di makan usia, beberapa bagian kayu yang lapuk dan keropos di bagian jendela dan pintu rumah. Kaca jendela juga terlihat kotor, hitam, berlumut, dan tertutup. Hal ini menyebabkan sirkulasi udara sangat terbatas sehingga terasa begitu pengap, lembab, dan berbau tidak sedap. Tembok rumah dan cat dinding banyak yang pecah-pecah dan mengelupas. Ruang tamunya beralas tikar sekaligus sebagai alas tidur dan dapur, sedangkan kamar mandi berada di sisi luar rumah dengan pintu kamar mandi terbuat dari kayu dan berlapis seng. Tangga untuk menuju lantai dua juga curam dan terbuat dari kayu. “Saya dan adik saya (Sukandi) tidur di bawah, sedangkan keponakan, adik saya dan Darto (kakak tertua) tidur di lantai atas,” cerita Darti (51), anak ketiga dari Warun.

Kondisi rumah yang ditempati Darti bersama ketiga saudaranya. Tampak kaca jendela yang sudah tidak terurus, kamar mandi yang menggunakan pintu kayu dilapisi seng, dan triplek langit-langit dan kayu penopang yang sudah usang dan lapuk.
Darti, setiap hari bekerja sebagai buruh cuci gosok dengan hanya berpenghasilan 350 ribu rupiah per bulan. Ia menceritakan tidak sanggup untuk merenovasi rumah peninggalan orang tuanya ini karena tidak memiliki biaya. Adiknya, Sukandi juga seorang pemulung botol plastik bekas. Darto, abang tertua seorang pemulung sampah. Sedangkan adiknya Darti yang juga tinggal di situ juga menjadi buruh cuci gosok. Dengan penghasilan dari empat bersaudara ini, terkadang membuat mereka hidup dengan makan seadanya. “Saya yang masak nasi, mereka beli sayur seadanya di luar,” jelas Darti mengenai kondisi ekonomi keluarganya.
Darti juga menambahkan kondisi rumah yang sudah tua ini juga diperparah dengan kebocoran dimana-mana saat hujan. “Lantai atas pada bocor. Kadang tidak tenang kalau hujan, naik ke lantai atas, nampung air hujan dengan ember, kadang-kadang listrik di luar saya matiin. Takut juga begitu, takut korslet. Kayu-kayu banyak yang keropos dimakan rayap. Maunya dibantu bangun, biar nyaman,” ungkap Darti melihat ada secercah harapan atas kunjungan survei relawan Tzu Chi ke rumahnya.
Editor: Arimami Suryo A.