Erika korban ledakan kompor di Basilam

Jurnalis : Sutopo, Fotografer : Sutopo

 

Tak seorangpun dapat mengetahui nasib dan jalan hidup yang akan dilalui dari hari ke hari. Kita hanya dapat merencanakan hidup ini, tapi kenyataannya belum tentu sesuai dengan rencana. Begitu pula yang terjadi pada Erika Rosmeini Sitanggang, wanita berusia 24 tahun ini telah menjadi korban ledakan kompor.

Siapa yang tak kenal dengan gadis yang bernama Erika Rosmeini di daerah Basilam, seorang gadis berkulit putih dengan wajah ayu ditambah lagi dengan kegemarannya bersolek, membuat penampilan Erika menjadi primadona di desanya. Terkadang Erika ikut kakaknya yang bekerja di Komplek Cemara Asri di Medan sebagai pelayan restoran.

Ditahun 2003 Erika menikah dengan Edy Susanto, seorang pemuda dari desa Basilam. Setelah menikah, Erika tinggal di Perumahan Tanjung Putri desa Basilam. Dari perkawinan mereka, lahir seorang bayi perempuan bernama Vivi yang kini berusia 1 tahun.

Pada tanggal 12 Februari 2005 pukul 13.00 WIB, ketika Erika sedang menggoreng kripik, tiba-tiba kompor minyak tanah Erika meledak, api dan minyak panas seketika itu juga menyambar tubuhnya. Erika langsung dilarikan ke Puskesmas Batu 6 Basilam, namun pihak Puskesmas tidak sanggup menanganinya, kemudian Erika dirujuk ke R.S.U Tanjung Pura, namun rumah sakit tersebut juga tidak menyanggupi untuk mengobati Erika.

Kemudian Erika dibawa ke R.S.U H. Adam Malik Medan. Orang yang melihat Erika pasti kaget dan tidak percaya seorang Erika yang berkulit putih dan berwajah ayu berubah 180 derejat. Hampir semua famili dan teman-teman Erika ikut prihatin dengan kondisi yang dialami Erika. Hanya ibu Erika, Ibu Megawaty Tampubolon yang selalu setia mendampingi puterinya. Setelah 6 bulan melihat kondisi Erika yang tak menampakkan kemajuan, ditambah lagi faktor ketiadaan biaya, maka pihak keluarga Erika memutuskan untuk membawa Erika pulang ke desa Basilam dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Kakak Erika yang bekerja di Komplek Cemara Asri tidak pernah memberitahukan keadaan adiknya yang sebenarnya. Dia hanya mengaku gajinya diberikan kepada ibunya setiap bulan untuk mengobati adiknya yang sedang sakit, dia menitipkan gaji melalui teman-temannya yang kebetulan pulang ke desa.

Selain kakak Erika, ada seorang wanita yang berasal dari desa Basilam, bekerja ditempat yang sama di Komplek Cemara Asri. Pada bulan November 2005 yang lalu dia telah berhenti bekerja, namun karena ada sesuatu yang diperlukan darinya, maka pimpinan restoran menyuruh supir untuk mendatangi rumahnya sekaligus berpesan agar singgah ke rumah Erika yang sedang sakit untuk mengetahui keadaannya sekaligus mengambil fotonya.

Alangkah terkejutnya ketika supir kembali dari desa Basilam dan memperlihatkan foto-foto Erika, barulah pimpinan tempat kakak Erika bekerja yang juga merupakan insan Tzu Chi ini sadar dengan apa yang telah terjadi. Tak lama beliau menceritakan perihal ini kepada koordinator Sosial Tzu Chi Medan, yakni ibu Pau Cin.

Maka pada tanggal 04 Desember 2005, relawan Tzu Chi dengan membawa serta ambulan menyusuri desa Basilam di kabupaten Langkat – 45 Km dari Medan dengan waktu tempuh 3 jam. Jalan yang dilalui ternyata tidaklah mudah. Dari jalan Medan- Binjai masuk dari jalan aspal sejauh 5 Km menuju jalan kebun. Setelah itu naik rakit menyeberangi sungai. Pada saat itu hujan sedang turun dengan derasnya, tapi hal ini tidak membuat langkah insan Tzu Chi surut. Perjalanan dilanjutkan melewati jalan kebun sejauh 10 Km dengan waktu tempuh 1 jam. Disanalah Erika tingal kini dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Sewaktu tiba di rumahnya, bertemu dengan ibu serta ayah Erika. Ibunya berkata bahwa mereka belum ada uang untuk membayar mobil ambulan serta biaya perawatan Erika, tapi mungkin akan dicicil setiap bulan. Mendengar keluhan ibu Megawaty tersebut, ibu Aida dari Tzu Chi Medan menjawab bahwa biaya ini ditanggung oleh Tzu Chi, ibu tidak perlu khawatir, maka setelah itu ibu Megawaty langsung memeluk ibu Aida sanking terharunya dan merekapun mengangis.

Kondisi luka bakar ditubuh Erika yang sudah 10 bulan telah menimbulkan aroma yang kurang sedap bagi orang disekitarnya, namun insan Tzu Chi sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini, terutama Bpk Sun Seng yang dengan tidak canggung-canggung turut mengangkat tubuh Erika dan membawanya menuju ambulan.

Untuk perawatan kulit, rumah sakit yang terbaik hanya ada di Pematang Siantar, jarak tempuh Medan-P. Siantar adalah 2 jam perjalanan. Namun karena diperkirakan untuk langsung ke P. Siantar akan membuat Erika terlalu kelelahan, maka diputuskan untuk opname di R.S.U Lubuk Pakam satu malam untuk kemudian besok pagi melanjutkan perjalanan ke P. Siantar.

Hari-hari dilalui oleh Erika di R.S. Harapan Jaya dikota Pematang Siantar dalam perawatan dokter dan setiap minggunya insan Tzu Chi hadir disamping Erika yang sedang didampingi orang tua serta suaminya.

Keinginan Erika segera sembuh secara perlahan sudah menunjukkan hasil, sekarang Erika sudah mulai tersenyum dan sudah dapat bercanda dan duduk bersama insan Tzu Chi yang mengunjunginya. Semoga saja apa yang Erika inginkan yang juga insan Tzu Chi harapkan, Erika dapat sembuh dan pulang ke kampungnya melewati hari-hari yang bahagia.


Artikel Terkait

Merawat Frans, Merawat Harapan

Merawat Frans, Merawat Harapan

23 Juli 2020

Frans Diego (38) dulunya merupakan pemuda yang cemerlang. Ia mahir di bidang komputer, bahkan telah bekerja sebelum lulus kuliah. Di hari wisudanya sebagai Sarjana Ilmu Komputer dari Universitas Gunadarma, rekan kerjanya pun berdatangan. Julia Marisi bangga dengan putranya dan yakin akan masa depan Frans yang cemerlang. Namun rupanya nasib berkata lain. 

Tzu Chi Indonesia Kembali Meraih Rekor MURI

Tzu Chi Indonesia Kembali Meraih Rekor MURI

28 Januari 2015 Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dalam kategori Pelopor Pembangunan Rumah Susun dengan Pembinaan Berkelanjutan Bagi Kaum Miskin pada 27 Januari 2015.
Langkah Kecil, Dampak Besar

Langkah Kecil, Dampak Besar

19 Desember 2024

Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan pelatihan relawan abu putih ke 1 pada Minggu, 8 Desember 2024 yang dihadiri 49 relawan. Kegiatan dengan tema "Langkah Kecil, Dampak Besar," mengajak relawan memahami segala sesuatu dimulai dari tindakan sederhana.

Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -