Galang Hati untuk Sumatera - DHI, Jakarta Utara

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoVivi merasa sedih mendengar berita bahwa salah satu korban meninggal merupakan orangtua dari calon mempelai yang akan menikah. Kehadiran Tzu Chi cukup membuat ia merasa dapat berbuat sesuatu menolong para korban.

 

 

Jalan itu penuh debu, bergelombang di sana-sini dengan genangan air yang tak juga mengering. Meskipun belum musim penghujan, tetapi kawasan itu terus saja tergenang air pada beberapa ruas jalannya. Sejumlah relawan Tzu Chi yang terbagi dalam 3 kelompok terus menyisiri jalan-jalan becek itu, membawa sebuah kotak dana dan masuk dari pintu ke pintu untuk meminta sepotong hati dari setiap orang yang dijumpai.

 

 

 

Bukan Sekadar Empati
Begitu gempa terjadi, Lie Ik Sie langsung menyadari sebuah tugas kemanusiaan telah menanti dirinya. Gempa yang dahsyat di kota Padang membuat Ik Sie teringat akan familinya yang pernah berada di sana. Meskipun kini sudah tidak mendiami Padang lagi, namun bencana yang merenggut begitu banyak korban membuat hatinya terasa tersayat-sayat. “Mereka semua manusia. Melihat mereka yang menderita pilu rasanya, seolah-olah mereka yang menderita tapi kita turut merasa sakit hati,” katanya.

 

foto  foto

Ket :-Ita Purnamasari merasa terharu melihat kegiatan sosial dan kepedulian Tzu Chi terhadap korban bencana. Ita           kemudian berkeinginan untuk bergabung sebagai relawan Tzu Chi. (kiri)
       - Jumat, 2 Oktober 2009, 9 relawan Tzu Chi yang terbagi dalam 3 kelompok mulai menyusuri setiap ruko yang           ada di kompleks Perumahan Duta Harapan Indah, Teluk Gong, Jakarta Utara. (kanan)

Ketika Tzu Chi memutuskan untuk menggalang dana dari pintu ke pintu, Ik Sie menyambutnya dengan penuh antusias. Pekerjaan di kantor pun ia tinggalkan. Setelah mengumpulkan relawan Tzu Chi lainnya, Jumat 2 Oktober 2009 ia berangkat menyusuri setiap ruko yang berada di Duta Harapan Indah, Jakarta Utara untuk menggalang dana.  Baginya kegiatan hari itu bukan sekadar menggalang dana, tetapi lebih dari itu menggalang hati setiap orang yang berjodoh untuk melaksanakan perbuatan baik. Maka setiap orang yang ia jumpai diterangkannya tentang Tzu Chi dan ia ajak untuk tidak sekadar berempati, tetapi menyucikan diri sendiri agar dunia damai sejahtera. .

Tidak sia-sia. Ita Purnamasari yang mendengarnya merasa terharu dan tertarik untuk menjadi relawan Tzu Chi. Ita yang sudah cukup lama bekerja di klub kebugaran sejak kecil memang sudah menyukai kegiatan sosial kemanusiaan. Dulu ketika bencana tsunami melanda Aceh, Ita yang masih duduk di Sekolah Menangah Pertama, merasa terpanggil untuk menjadi relawan dengan cara mengumpulkan dana dari teman-teman sekelasnya yang kemudian diserahkan ke posko peduli bencana. Kehadiran relawan Tzu Chi kali ini tentu membangkitkan kembali semangatnya untuk membantu sesama. “Sesama manusia tidak ada salahnya kita membantu, terlebih itu adalah sebuah bencana yang besar. Saya ingin bergabung di Tzu Chi karena siapa pun akan tertarik untuk menolong sesama manusia. Kita dilahirkan untuk saling tolong menolong, jadi tidak ada salahnya kalau saya bergabung dengan (Yayasan) Buddha Tzu Chi. Sebagai manusia kita harus punya hati untuk membantu orang lain,” jelasnya.

 

foto  foto

Ket : - Seorang pemilik perusahaan yang tertarik dengan kegiatan Tzu Chi dan berencana akan meminta anak-             anaknya untuk mengikuti kegiatan kemanusiaan Tzu Chi.  (kiri)
        - Lie Ik Sie, relawan Tzu Chi yang selain menggalang dana, juga berusaha memperkenalkan Tzu Chi dan                    mengajak anggota masyarakat untuk aktif menjadi relawan kemanusiaan. (kanan)

Di lain tempat, Vivi yang bekerja di sebuah studio foto merasa sangat terpukul ketika mendengar orangtua dari calon mempelai wanita yang menjadi pelanggan studionya, tinggal di Padang dan meninggal akibat gempa. Berita ini ia dapat dari salah satu teman pelanggannya itu melalui sebuah pesan singkat (SMS). Jauh sebelum resepsi pernikahan dilaksanakan kedua calon mempelai telah membayar jasa studionya untuk mengerjakan pemotretan menjelang pernikahan. “Mereka menikah bulan November dan sudah melakukan pemotretan pre wedding satu bulan yang lalu. Berita meninggalnya orangtua mempelai perempuan membuat saya merasa sangat sedih, mereka sudah seperti sahabat bagi saya,” katanya dengan lirih.

Meski Vivi tidak memiliki sanak keluarga yang tinggal di Padang, namun bencana ini turut membuatnya terluka. Ia yang tidak terkena musibah tidak lantas merasa beruntung. Sebab menurutnya siapa pun pasti bisa mengalami kematian hanya tak tahu kapan kematian itu menjemput.

Menaggapi hal ini Ik Sie menerangkan bahwa penggalangan dana bukan sekadar mengumpulkan dana. Tetapi lebih dari itu, yang terpenting adalah mengajak orang untuk mengenal Tzu Chi dan mau menyucikan hatinya. “Sebenarnya hati manusia itu bersih. Satu orang saja yang tersucikan, mungkin ia bisa mempengaruhi beribu-ribu orang lainnya,” jelasnya. 

 

  

  

 

 

 

 
 

Artikel Terkait

Tak Ada Kata Susah

Tak Ada Kata Susah

09 November 2013 ketika lewat tengah hari, nama Tjin pun dipanggil. Dan Lusiana mendapatkan tugas mencuci kaki ibunya. Luar biasa rasa haru yang dipancarkan oleh Tjin. Karenanya sebelum menjalani operasi dengan senyuman yang lebar ia berkata kepada saya kalau hatinya begitu senang.
Penuh Haru di Hari Ibu Internasional

Penuh Haru di Hari Ibu Internasional

09 Mei 2019

Ada yang istimewa pada Kelas Budi Pekerti yang digelar Tzu Chi Bandung pada Minggu, 5 Mei 2019. Hari itu turut diperingati Hari Ibu Internasional, di mana anak-anak dapat mengungkapkan rasa kasih sayang kepada sang Bunda.

Masker Kain untuk Warga Desa Banjar Negeri dan Haduyang, Lampung

Masker Kain untuk Warga Desa Banjar Negeri dan Haduyang, Lampung

05 November 2020

Relawan Tzu Chi Sinar Mas di komunitas Konverta Lampung memberikan bantuan masker kain untuk warga Desa Banjar Negeri dan Haduyang. Selain masker, relawan juga membagikan sembako kepada warga.

Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -