Harapan Setelah Mengikuti Baksos

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Anand Yahya
 
 

fotoSeorang relawan menunjukkan rasa hormatnya kepada peserta baksos dengan mencucikan kaki para pasien. Kegiatan mencucikan kaki ini selain mensterilkan pasien sebelum menjalani operasi juga bertujuan melatih ketulusan relawan dalam memberikan pelayanan.

Tidak seperti pagi yang lain, pagi itu, Sabtu 19 Juni 2010 di salah satu sisi bangunan Jakarta Islamic Center, Jakarta Utara, riuh-ramai oleh suara orang tua dan anak-anak yang antri untuk mengikuti bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-68 kerja sama Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan Kepolisian Republik Indonesia. Kedatangan mereka merupakan suatu bentuk perjuangan untuk mendapatkan kesempatan operasi katarak, operasi bibir sumbing, operasi tumor, pengobatan umum, dan gigi secara gratis.

Ahmad Juliana (16) adalah salah satu pasien yang mengikuti baksos operasi bibir sumbing pada hari itu. Setelah lolos tes kesehatan untuk syarat boleh-tidaknya dioperasi, Juliana langsung menuju ruang operasi. Seli (35) dan Nurjanah (33) sebagai orang tua dari Ahmad Juliana tidak pernah menyangka kalau putra pertamanya lahir dalam keadaan sumbing. "Ya...sedih, melihat Juliana lahir sumbing. Tapi mau bagaimana lagi, kita harus menerimanya dengan tegar,” kata Seli sang ayah.

Raut wajah sendu pun mulai terpancar ketika Seli harus menceritakan perjuangan hidupnya sebagai penjual barang bekas dan kondisi Juliana yang minder dalam pergaulan. Karena sering mendapatkan ejekan dari anak-anak seusianya maka Juliana pun tidak berkeinginan melanjutkan sekolah setelah ia tamat sekolah dasar. Sebagai orang tua, Seli dan Nurjanah memahami kesedihan yang dialami oleh putranya. Maka dengan susah payah Seli berusaha untuk mengoperasi sumbing yang diderita Juliana. Namun kondisi ekonomi yang pas-pasan membuat keinginan itu hanya sebatas harapan yang tak kunjung datang.

Belum lagi semasa remaja Juliana memiliki kondisi tubuh yang ringkih. Penyakit tifus, paru-paru, dan tumor di leher kanan telah dialami oleh Juliana hingga membuat tubuhnya menjadi kurus dan kecil. “Dari dulu Juliana selalu sakit-sakitan. Sebentar-sebentar sakit. Anaknya juga minder tidak banyak teman. Mungkin karena tidak banyak keluar dia jadi sakit-sakitan,” kata Nurjanah menambahkan.

Kehadiran bakti sosial seperti inilah yang ditunggu-tunggu keluarga Seli dan Nurjanah. Rasa bahagia dan syukur tidak terkira meletup dari perasaan pasangan ini karena sebentar lagi Ahmad Juliana akan keluar dari ruang operasi dengan kondisi yang lebih baik. “Setelah operasi ini saya mau Juliana sekolah lagi lewat sekolah paket B ( setara SMP-red). Anaknya juga sudah mau,” ungkap Nurjanah.

foto  foto

Ket : - Sebelum dioperasi para pasien operasi katarak terlebih dahulu menjalani pemotongan bulu mata. Dan             itu semua dikerjakan oleh para relawan. (kiri)
         - Nani Rohani (berbaju merah jambu kotak-kotak) merasa sangat berbahagia karena bisa mendapatkan             bantuan untuk menjalani operasi katarak. (kanan)

Banyak Harapan Setelah Operasi
Sementara di sudut lain Jakarta Islamic Center, puluhan pasien telah menunggu untuk menjalani operasi katarak. Dari sekian banyak pasien, salah satu di antaranya adalah Nani Rohani. Wanita berusia 60 tahun ini menderita katarak sejak satu tahun yang lalu. Nasib Nani Rohani memang tidak begitu beruntung. Sekitar 45 tahun lalu anak pertamanya meninggal di usia 18 bulan karena terserang penyakit campak. Kondisi rumah tangganya pun tidak berjalan harmonis hingga akhirnya Nani memutuskan untuk bercerai.

Setelah bercerai, ia kemudian menikah kembali dengan seorang pemuda yang ia anggap cocok dan bertanggung jawab. Mulailah Nani menjalani kehidupannya sebagai pasangan yang harmonis sampai ajal menjemput suaminya di usia yang senja. Kehilangan pasangan hidup sekaligus kepala rumah tangga membuat Nani tak henti-hentinya menangis dan meratapi kepergian sang suami. Seiring dengan kesedihan yang terus menyelimuti hatinya, Nani merasa pandangan dari mata kirinya semakin kabur hingga akhirnya tidak dapat melihat sama sekali. Setelah diperiksa di salah satu puskesmas, dokter yang memeriksa mengatakan kalau Nani menderita katarak dan satu-satunya cara untuk mengobatinya adalah operasi. Namun biaya operasi katarak yang tinggi membuat Nani harus mengurungkan niatnya. “Biar sajalah saya begini, habis operasi mahal saya tidak punya biaya,” akunya.

Di tengah kegalauannya, salah satu keponakannya melihat informasi operasi katarak gratis di salah satu kantor polisi. Dari informasi inilah akhirnya Nani memberanikan diri untuk mendaftarkan diri sebagai peserta baksos Tzu Chi ke-68 yang diadakan pada 19 Juni sampai 20 Juni 2010 di Jakarta Islamic Center.  Pada hari itu Nani terlihat gembira, penuh senyum menunggu giliran operasi. Ia tidak merasa cemas meski waktu operasi akan segera tiba, “Saya tidak takut. Pasrah saja pada Tuhan. Rasa ingin melihat saya lebih besar dari rasa takut,” ungkapnya.

Banyak harapan yang ingin dilakukan oleh Nani setelah menjalani operasi katarak. Di antaranya adalah ia ingin mencari pekerjaan sebagai buruh cuci setelah pandangannya kembali normal dan tentunya hal pertama yang ingin ia lihat adalah foto almarhum suaminya yang sudah lama berdebu tergantung di dinding rumah. “Jika sudah melihat saya ingin mencari kerja. Dan saya ingin melihat foto suami saya. Setiap kali melihat fotonya saya selalu terkenang dirinya,” katanya lirih.

foto  foto

Ket: - Ahmad Juliana (kaus hitam) merasa sangat malu dengan keadaan dirinya yang sumbing. Karena itu             setelah menjalani operasi sumbing ia berniat untuk kembali melanjutkan pendidikannya ke kejar paket             B. (kiri).
         - Raut wajah ceria terpancar dari pasien yang telah selesai menjalani operasi katarak. (kanan)

Harapan Baksos
Membuka kesempatan dari harapan yang tertunda bagi banyak orang adalah tujuan harapan yang ingin dicapai dalam setiap bakti sosial kesehatan yang diadakan oleh Tzu Chi. Bakti sosial yang bertujuan mengentaskan masalah-masalah kesehatan masyarakat yang masih terganjal oleh faktor kemiskinan. Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-68 ini diikuti oleh 132 pasien katarak, 5 pasien sumbing, dan 16 pasien tumor.  

Menurut Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, di dalam setiap kegiatannya, Tzu Chi selalu berlandaskan pada prinsip menjernihkan hati manusia agar dunia terbebas dari bencana. Tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan ras, Tzu Chi berusaha memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat agar dapat mewujudkan masyarakat yang damai. “Cinta kasih universallah yang mendasari misi-misi Tzu Chi. Dengan cinta kasih bisa menciptakan batin manusia yang damai, bahagia, dan jauh dari bencana,” terangnya.

  
 
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Mengubah Sesuatu yang Mustahil

Suara Kasih: Mengubah Sesuatu yang Mustahil

11 Desember 2012 Dengan begitu, seluruh keluarga kita akan hidup harmonis dan bahagia. Jika keluarga bisa harmonis, segala sesuatu akan berjalan dengan lancar. Jika setiap keluarga bisa hidup harmonis, masyarakat pasti bisa hidup damai.
Berbagi Dengan Sukacita

Berbagi Dengan Sukacita

02 Mei 2016

Relawan mengadakan kegiatan kunjungan kasih kepada enam penerima bantuan pada 21 April 2016. Selain memberikan pendampingan dan penghiburan, relawan juga memberikan paket telur.

Suara Kasih : 10 Tahun Tzu Chi di Zamboanga

Suara Kasih : 10 Tahun Tzu Chi di Zamboanga

02 November 2010 Pada hari peringatan ultah tersebut, para pemuka agama dari 4 keyakinan memimpin doa bersama. Mereka adalah pemuka agama Islam, Kristen, Katholik, dan Buddha. Mereka memimpin lebih dari seribu orang melakukan doa bersama.
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -