Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, bersukacita bersama barisan relawan dan dokter dalam perayaan Hari Ulang Tahun TIMA ke-23.
Perayaan Hari Ulang Tahun ke-23 Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia pada Minggu, 16 November 2025 di Guo Yi Ting, Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk berlangsung hangat dan penuh keharuan. Dengan mengangkat tema: Bersatu Hati dan Bersumbangsih Menapaki Jalan Cinta Kasih, ratusan dokter dan tenaga kesehatan berkumpul untuk merayakan usia organisasi yang semakin matang sekaligus kembali memantapkan tekad untuk terus hadir bagi masyarakat yang membutuhkan.
Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei, bersukacita mengenang perjalanan panjang TIMA. Ia teringat masa ketika kegiatan medis Tzu Chi masih bermula dari kelompok kecil yang mengadakan bakti sosial sederhana. Waktu seperti melaju tanpa terasa, ternyata sudah 23 tahun misi pengobatan itu berjalan, tumbuh, dan menguat. “Kini kita punya organisasi yang begitu besar dan begitu banyak anggota TIMA baru yang bergabung,” ucapnya dengan mata berbinar.
Dari kenangan itu, ia kemudian menautkannya pada makna dari Mars Tzu Chi yang sudah mereka lantunkan di awal acara. Seperti Buddha di zamannya, yang dikenal sebagai tabib agung, para relawan kesehatan Tzu Chi juga diajak meneladani semangat yang sama. “Ketika ada orang yang kesulitan, menderita, atau bahkan tidak mampu keluar untuk mencari bantuan, maka kitalah yang masuk untuk menolong. Di sinilah kita berperan menjadi perpanjangan tangan tabib agung untuk membantu sesama,” tuturnya penuh harap.
Liu Su Mei juga mengapresiasi para pendiri dan senior yang merintis jalan hingga TIMA berkembang sebesar hari ini, sekaligus menegaskan pentingnya generasi penerus yang semakin kuat dan solid.
Ketua Harian TIMA Indonesia Awaluddin Tanamas dan Wakil Ketua Harian TIMA Indonesia dr. Ruth O. Anggraeni memotong kue ulang tahun sebagai simbol bertambahnya usia dan kokohnya tekad untuk terus melayani.
Perayaan Hari Ulang Tahun ke-23 TIMA dibuka dengan penabuhan genderang oleh anggota TIMA Indonesia.
Sementara itu, Ketua TIMA Indonesia yang juga Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma, ikut menambahkan penjelasan tentang nilai-nilai yang menjadi fondasi TIMA. Baginya, keberagaman agama dan latar belakang bukan sesuatu yang memisahkan, justru titik temu yang membuat langkah bersama menjadi lebih utuh.
“Kalau kita benar-benar mengimplementasikan ajaran cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti bertemu di satu titik. Master Cheng Yen bicara dengan cara global, dimana cinta kasih selalu jadi pusatnya. Semua agama mengajarkan itu,” ujarnya tenang.
Dari prinsip universal itu, ia lalu menuturkan lima nilai yang menjadi napas keluarga besar Tzu Chi: gan en (bersyukur), zun zhong (menghormati sesama), ai (cinta kasih universal), ditambah toleransi dan pengertian. Nilai-nilai ini, katanya, bukan hanya dipakai saat memakai seragam dan turun bertugas, tetapi juga ketika menjalani keseharian di lingkungan, dengan sesama relawan, dengan pasien, dengan siapa pun yang kita temui.
“Kadang ada relawan bicara keras, mungkin dia sedang ada masalah di rumah. Kita perlu toleransi,” katanya. “Pasien juga begitu, ketika sakit, emosinya pasti tinggi. Justru di situlah kita belajar menahan ego dan memahami orang lain.”
Perayaan Hari Ulang Tahun ke-23 TIMA dilengkapi dengan sesi talkshow bersama Ketua Harian TIMA Indonesia Awaluddin Tanamas yang berbagi tentang sukacita, empati, teamwork, dan rasa syukur yang ia temukan dalam bersumbangsih.
Narasumber talkshow lainnya adalah dr. Ida Bagus Dharmasusila, Sp.B, anggota TIMA senior yang berbagi tentang jalinan jodoh, masa kecil yang membentuk karakter, pengalaman tanggap darurat medis di Aceh dan gempa Jogja, hingga filosofi Tat Twam Asi yang menjadi pegangan hidupnya.
Dari sini, pembicaraan mengalir ke satu kenangan lama yang masih menempel kuat di benaknya. Ia teringat saat para senior TIMA Taiwan datang membantu baksos kesehatan sekitar tahun 2002. Saat itu, mereka membawa pesan khusus dari Master Cheng Yen yang begitu membekas: “Kalian datang bukan untuk mengajari orang, tapi untuk belajar kelebihan orang lain.”
Bagi Sugianto, pesan sederhana ini menjadi pedoman setiap kali relawan bertugas ke daerah bencana atau komunitas dengan budaya berbeda. “Kultur setiap daerah beda. Cara bicara dan penyapaan juga berbeda. Kita harus belajar supaya tidak menyinggung dan tetap menjaga budaya humanis Tzu Chi,” pesannya.
Memperpanjang Barisan TIMA Indonesia
Tahun ini, sebanyak 226 anggota TIMA baru resmi dilantik, menambah kekuatan relawan medis dalam pelayanan sosial, di antaranya bakti sosial kesehatan, hingga penanganan medis dalam tanggap darurat bencana. Di antara mereka terdapat sosok yang kisahnya mencuri perhatian salah satunya adalah Kolonel Kes dr. Hendro Yulieanto, dokter anestesi sekaligus perwira Angkatan Udara.

Sebanyak 226 anggota TIMA baru resmi dilantik, menambah kekuatan relawan medis dalam pelayanan sosial.
Dokter Hendro telah lama memendam keinginan untuk bergabung dengan Tzu Chi. Ia dan istrinya dulu rutin menonton DAAI TV setiap pagi, sering berbagi mimpi bahwa suatu hari mereka akan ikut terjun membantu lewat kegiatan sosial. Namun sebelum rencana itu terwujud, istrinya telah tiada.
“Ada satu amanah yang belum saya sampaikan,” tuturnya. “Dia sangat ingin kami bergabung di Tzu Chi. Setelah kepergiannya, saya merasa tugas itu jatuh ke saya.”
Keinginan itu sempat terhenti karena ia tak tahu harus mulai dari mana. Sampai suatu hari, ia bertemu kembali dengan muridnya, dr. There, anggota TIMA yang juga pernah bertugas di RS Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng. Pertemuan itu membuka jalannya untuk mengenal TIMA dengan lebih dekat.
Sebagai dokter militer yang kerap memimpin tim medis dalam operasi bencana, ia tidak asing dengan tugas kemanusiaan. Namun mengikuti kegiatan Tzu Chi memberikan rasa yang berbeda. “Selama ini saya menjalankan tugas. Tapi di Tzu Chi, rasanya ada energi lain, lebih hangat,” ujarnya.

Kolonel Kes dr. Hendro Yulieanto, dokter anestesi sekaligus perwira Angkatan Udara, menjadi salah satu dari 226 anggota TIMA yang baru dilantik. Ia bersukacita dan berharap bisa mengabdi lebih luas.
Kunjungan bersama TIMA ke Taiwan tahun 2025 ini semakin menguatkan keyakinannya. Di tengah kesibukan sebagai dokter anestesi dan Kepala Kelompok Ahli di RS Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa, Halim Perdanakusuma, serta berpraktik di Brawijaya Hospital Taman Mini, semua proses perizinan berkegiatan Tzu Chi justru berjalan lancar. “Kalau sudah waktunya, jalannya terbuka,” katanya sambil tersenyum.
Baginya, bergabung dengan TIMA terasa seperti sebuah jodoh yang akhirnya dipertemukan pada waktu yang tepat. “Jodoh itu harus dijaga. Seperti menikah, bukan selesai ketika acara, tapi dijaga terus komunikasinya, semangatnya. Ke depan pasti naik turun, tapi itu yang harus kita rawat,” ujarnya, berharap tekad itu terus kuat dalam perjalanan pengabdiannya bersama TIMA.
Dalam pesan ulang tahunnya, dr. Hendro berharap perjalanan TIMA terus menjadi ladang kebaikan yang diisi suka-duka namun penuh makna. “Semoga kita semua menjadikan usia 23 tahun ini sebagai tonggak untuk lebih teguh dalam Dharma, memberi sumbangsih bagi sesama, dan membuat bumi menjadi lebih baik.”
Sugianto Kusuma, Ketua TIMA Indonesia, memberikan pesan kepada seluruh anggota TIMA untuk menjaga nilai cinta kasih, toleransi, dan penghargaan terhadap sesama dalam setiap pelayanan.
Perayaan HUT TIMA ke-23 akhirnya ditutup dengan suasana penuh harapan. Di tengah sukacita tersebut tentu ada ketulusan yang dirawat bersama, dari para senior yang merintis, hingga para anggota baru yang membawa energi segar. Semua berjalan dalam satu tujuan yang sama, yakni menjalin jodoh baik untuk menolong lebih banyak orang.
Selamat ulang tahun TIMA Indonesia. Semoga TIMA terus menjadi ruang bagi tenaga medis dan paramedis untuk bertumbuh, sekaligus menghadirkan pelayanan yang penuh cinta kasih bagi setiap orang.
Editor: Khusnul Khotimah