Ikhlas Memberi, Ikhlas Menerima

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto

fotoMeski memiliki keterbatasan fisik, Ida (kanan) tetap semangat dalam menjalani kehidupannya.

Pagi itu Sabtu 5 November 2011, ratusan warga yang akan menerima pembagian beras sudah berbaris menunggu antrian beras cinta kasih di Kantor Desa Kalijaya, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Sebanyak 79 ton beras akan dibagikan kepada 3.950 keluarga di tiga dusun. Namun tidak demikian dengan Ida. Sejak pertama kali datang Ida sudah terlihat berbeda dengan warga yang lainnya. Ia berjalan terseok-seok karena kaki sebelah kirinya yang tidak sempurna.

Meskipun demikian ia tetap mampu berjalan tanpa bantuan tongkat. Di bawah naungan tenda, Ida duduk sambil mendekap kemenakannya yang masih Balita.

Sebagai warga Dusun Wangkal Asem, Desa Kalijaya, Ida termasuk dalam kategori keluarga yang tidak mampu. Sejak lahir Ida sudah dikaruniai bentuk tubuh yang kurang sempurna. Kaki kirinya tidak tumbuh seperti kebanyakan orang— kaki kirinya hanya sebatas lutut. Namun Ida tidak pernah minder dalam pergaulan. Bahkan Ida tetap melakukan apa yang bisa dilakukan dan tak pernah mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Prinsip inilah yang membuat Ida tetap berusaha menghadapi kerasnya kehidupan, meski harus menjadi pemulung dengan keterbatasan fisiknya.

foto  foto

Keterangan :

  • Setiap siang di sela-sela kesibukannya, Ida menyempatkan diri untuk merawat ibunya yang telah berusia 95 tahun. (kiri)
  • Sebanyak 79 ton beras dibagikan kepada 3.950 keluarga di Desa Kalijaya, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.(kanan)

Untuk mencukupi kebutuhan pangan, Ida harus membiasakan diri berangkat mencari sampah daur ulang sejak pukul 5 pagi dan baru kembali ketika hari sudah menjelang sore. Profesi sebagai seorang pemulung telah dijalani Ida sejak ia berpisah dengan suminya 10 tahun yang lalu. Sejak 10 tahun itu pula Ida harus tegar menjalani hidup sebagai orangtua tunggal dan menghidupi ketiga orang putranya. Walaupun banyak kesulitan yang dihadapi oleh Ida, tak pernah sedikit pun terbesit dalam dirinya kalau ia akan menyerah dan menjatuhkan dirinya sebagai seorang pengemis. “Sejak dulu orang tua saya mengajarkan jangan mengemis. Saya malu kalau menghidupi anak-anak dan orang tua dari hasil mengemis,” tandasnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Banyak warga menyambut dengan penuh sukacita saat pembagian beras. Para relawan pun turut bersukacita melihatnya.(kiri)
  • Harapan dari pembagian beras ini adalah agar cinta kasih dapat tersebar ke berbagai penjuru di Indonesia dan juga dunia.(kanan)

Anak yang Berbakti
Karenanya sesulit apapun dan sedikit apapun penghasilan yang ia dapat dari memulung Ida selalu menerimanya dengan penuh syukur. Dan pada hari itu, Sabtu 5 November 2011, Ida akan menerima beras seberat 20 kg dari Tzu Chi. Sebagai seorang penerima bantuan Ida terlihat begitu gembira dengan wajah yang berseri-seri. Ia mengatakan kalau beras yang ia dapat bisa ia gunakan untuk 1 bulan. Sebagai seorang pemulung penghasilan Ida tidaklah menentu. Jika pendapatan pada hari itu cukup maka Ida bisa membeli beras dengan lauk pauknya. Namun jika pendapatannya minim Ida hanya mampu membeli berasnya saja. “Terkadang jika plastik yang didapat banyak bisa dapet  15.000 rupiah, tetapi kalau lagi sepi dapetnya cuma 8.000,” jelas Ida.

Di rumahnya yang sangat sederhana, selain sebagai orang tua tunggal, ternyata Ida juga berperan sebagai anak yang berbakti. Di tengah kesibukannya mencari sampah daur ulang, Ida tetap berusaha pulang ke rumah di siang hari guna memandikan dan menyiapkan makan untuk ibunya yang sudah berusia lanjut. Karenanya ketika menerima beras cinta kasih, Ida tak berhenti mengucap syukur. Bagi keluarga itu kebahagiaan adalah keihlasan, soal jumlah bukan menjadi ukuran. Dan hari itu Ida benar-benar menerima keihlasan: ikhlas menerima dengan sukacita dan diberikan dengan penuh keikhlasan oleh relawan Tzu Chi yang mengantarnya sampai ke rumah. “Saya bersyukur sekali mendapatkan berasnya dan bertemu dengan bapak (relawan),” ucap Ida.

 

 

  

Artikel Terkait

Meringankan Penderitaan dengan Welas Asih dan Kebijaksanaan

Meringankan Penderitaan dengan Welas Asih dan Kebijaksanaan

28 Juli 2023

Relawan Tzu Chi hadir untuk meringankan penderitaan keluarga Maladia Manalu (58) dan Isden Sinaga (alm) dengan memberikan bantuan berupa beras, uang santunan, biaya pengobatan dan popok dewasa. 

Jurnalisme Empati Sebagai Sarana Memberikan Pendidikan

Jurnalisme Empati Sebagai Sarana Memberikan Pendidikan

05 Desember 2016

Jurnalisme Empati yang merupakan salah satu metode penulisan dengan cara memandang jurnalisme dari sisi narasumber menjadi topik seminar yang membuka Festival Budaya Humanis Tzu Chi, di Tzu Chi Center, Minggu Desember 2016. Materi ini dibawakan oleh wartawan senior Harian Kompas, Maria Hartiningsih.

TIMA Global Forum 2023: Talasemia, Penyebaran di Indonesia dan Tantangan Pengobatan

TIMA Global Forum 2023: Talasemia, Penyebaran di Indonesia dan Tantangan Pengobatan

17 Juni 2023
Prof. Dr. Pustika Amalia menyampaikan jika penderita talasemia di Indonesia tahun 2021 sebanyak 10.973 kasus. Hal ini disampaikannya dalam Tima Global Forum 2023. Selain itu, Dr. Chi Cheng Li, Director of International Medical Center, Tzu Chi Hospital Hualien juga membawakan materi Recent Advances in Bone Marrow Transplant.
Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -