Inilah Kehidupan yang Nyata

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

fotoBarisan relawan menyambut kedatangan para mahasiswa Taiwan, Rabu, 15 Februari 2012 di Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi yang terletak di ITC Mangga dua Lt.6 Jakarta.

Pagi yang begitu cerah mengantarkan rombongan mahasiswa fakultas Social Work (pekerja sosial) Taiwan menuju kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Dari sinilah awal kegiatan dimulai. Kunjungan kelompok mahasiswa Universitas Tzu Chi Taiwan ini akan  kembali dilanjutkan pada hari Rabu 15 februari 2012 dengan agenda melakukan kunjungan kasih, mengenal lebih dekat DAAI TV Indonesia, juga melihat bagaimana kondisi rumah warga yang menjadi target bedah rumah.

 

Para mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan didampingi oleh satu relawan pada masing-masing kelompok. Semangat yang masih mengembang dari para mahasiswa begitu terlihat. Keinginan untuk mengetahui lebih banyak juga tersirat dari wajah-wajah mereka.

Semangat Tiada Akhir
Kunjungan kasih dilakukan dengan mengunjungi David (32). Kecelakaan yang terjadi 19 tahun silam membuat David tidak dapat melakukan apapun. Pecahnya pembuluh darah di otak membuat syarafnya tidak dapat bekerja. Namun disamping segala kondisinya tersebut, semangatnya untuk tetap melanjutkan hidup tidak pernah luntur. Hal ini seakan menjadi cambuk atau pengingat bagi yang lain untuk tidak pernah putus asa dalam hal apapun. Banyak orang berpikir bahwa daripada tidak dapat melakukan apapun dalam hidup, lebih baik tidak usah hidup saja. Tapi hal tersebut justru salah, “Semakin lama kita hidup, semakin akan memberikan manfaat,” ujar Tjioeng Hasanudin, relawan yang mendampingi para mahasiswa dalam kunjungan kasih. “Walaupun dia tidak dapat melakukan hal apapan, tapi dia telah menginspirasi banyak orang dengan semangat yang dia punya. Dan keluarga yang begitu lapang (sabar) dalam mengurusnya selama 19 tahun tanpa mengeluh, sungguh luar biasa,” tambahnya lagi.

Fang Yin Jhang, salah satu mahasiswa yang ikut kegiatan ini mengaku sangat terharu dengan semangat David dan kesungguhan Liu Fuk Siong dalam merawat anaknya tanpa mengeluh. “Saya merasa sangat terharu karena dengan kondisi yang seperti ini, semangatnya masih sangat tinggi. Bahkan mempunyai niat untuk menyumbangkan organ tubuh bagi orang lain. Sangat terharu,” ujarnya. Genggaman erat tangan para mahasiswa ini memberikan suntikan semangat bagi David, raut mukanya memberikan senyum walaupun susah sekali baginya melakukan hal tersebut.

foto    foto

Keterangan :

  • Salah satu mahasiswa mencoba mempraktikkan menjadi reporter dengan membaca prompter pada saat mengunjungi kantor DAAI TV Indonesia (kiri).
  • Pada saat kunjunga kasih para mahasiswa menyanyikan lagu dan memeragakan isyarat tangan untuk menghibur David yang terbaring di tempat tidur (kanan).

Setelah melakukan kunjungan pertama, para mahasiswa kembali disuguhi dengan informasi yang dapat menambah ilmu pengetahuan. Mengunjungi Yayasan dan melihat bagaimana cara kerja DaAi TV menjadi hal yang menarik berikutnya. Eric Shixiong menjelaskan satu demi satu ruangan yang ada di kantor yayasan.  Sampai pada saat memasuki studio DAAI TV Indonesia, di tempat ini mahasiswa begitu antusias. Layaknya para reporter, beberapa dari mereka bahkan mencoba mempraktikkan membaca berita melalui prompter (alat baca yang digunakan untuk memudahkan reporter) yang tersedia di studio.

Kesenjangan amat terasa
Gedung bertingkat, mobil mewah, pusat perbelanjaan, rasanya sudah merupakan pemandangan sehari-hari di daerah ibu kota Negara ini, begitu juga yang dirasakan oleh para mahasiswa Taiwan. Namun, segala macam kemewahan tersebut sangat jauh berbeda dengan apa yang dilihat oleh rombongan mahasiswa saat melakukan agenda terakhir pada hari tersebut. Kunjungan kali ini bertempat di daerah Pademangan, Jakarta Utara yang bermaksud untuk mengunjungi perumahan warga yang nantinya akan dibedah.

Gang sempit, genangan air, dan bau yang tidak sedap menyambut kedatangan para rombongan. Tak ada pemandangan layaknya gedung mewah bertingkat apalagi kondominium di daerah ini. Setelah beberapa saat berjalan menyusuri lorong gang, mata para rombongan dikejutkan oleh sebuah bangunan yang sangat tidak layak untuk ditinggali. Ukurannya hanya sekitar 3x3 meter, struktur bangunan terbuat dari kayu yang kebanyakan sudah lapuk. Terdapat dua lantai, namun lantai atas juga tidak jauh berbeda. Ruang tidur dan kamar mandi hanya dipisahkan dengan sekat kayu, alasnya pun bukan semen atau keramik melainkan masih tanah. Apabila musim hujan, alas rumah rumah selalu digenangi air dan tak jarang genangan bisa sampai mata kaki. Di depan rumah yang merupakan gang itu terdapat berbagai perkakas rumah tangga dan alat-alat untuk memasak. Gang kecil ini memang difungsikan sebagai dapur oleh si tuan rumah, belakangan diketahui bahwa rumah ini ditinggali oleh 16 anggota keluarga. Sulit untuk dipercaya, namun begitulah kenyataannya.

foto  foto

Keterangan :

  • Gang sempit menuju rumah warga yang akan dibedah. Jalan tersebut hanya cukup digunakan untuk berjalan satu orang (kiri).
  • Para mahasiswa memasuki rumah dengan cara menunduk karena atap rumah sangat pendek (kanan).

Sabeni, pemilik rumah ini sudah terbiasa memperbaiki rumah orang lain, namun ia tidak dapat memperbaiki rumahnya sendiri. Tukang bangunan ini tinggal bersama ke-3 adiknya di rumah yang sama. Masing-masing adiknya juga membawa anggota keluarganya untuk tinggal di sana. Melihat pemandangan yang begitu jauh berbeda dengan kemewahan yang tersaji sebelumnya membuat Yueh Mi Lai, Assistant Professor the Department of Social Work, yang mendampingi para mahasiswa, begitu tidak percaya, “Inilah kehidupan yang nyata, saya melihat bahwa terdapat jarak yang sangat besar pada lapisan masyarakat. Semoga pemerintah juga bisa membantu rakyat yang membutuhkan dan meningkatkan kesejahteraan mereka,” ungkapnya.

Tidak hanya rumah Sabeni yang dikunjungi oleh rombongan ini, terdapat lima rumah lain yang kondisinya hampir sama dengan rumah sebelumnya. Atap rumah begitu rendah sehingga perlu menunduk saat berada di dalamnya, serta tidak adanya ventilasi yang menyebabkan udara menjadi sangat pengap.

Bedah rumah ini dinilai sangat membantu bagi mereka yang membutuhkan. Memberikan mereka yang patut diberi, “Ini adalah hal sangat patut untuk dipelajari,” ujar Ching Wen Lin. “Karena program ini sangat membantu orang lain. Dapat memberikan kehidupan baru dan kesan yang berbeda pada mereka yang dibantu,” tambahnya. Harapan lain timbul dari relawan kepada masing-masing pemilik rumah agar dapat menjaga lingkungan rumah apabila nanti telah diperbaiki, “Keadaan lingkungan juga harus diperhatikan, kalau rumah sudah bagus tapi lingkungannya masih banyak sampah, tidak akan mengubah keadaan awal,” pesan Juanita Chandra. “Kita juga akan sama-sama merangkul mereka untuk hidup bersih,” pungkasnya.

  
 

Artikel Terkait

Belajar Merawat Bumi di Depo Kosambi

Belajar Merawat Bumi di Depo Kosambi

14 Juni 2017

Tim Teratai (relawan pembina anak asuh di He Qi Pusat) mengajak 55 anak asuh beserta 12 orang tua dan 12 relawan untuk belajar tentang pelestarian lingkungan serta proses daur ulang di Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Duri Kosambi, Jakarta Barat, 4 Juni 2017.

Menyambut Penerima bantuan Layaknya Keluarga

Menyambut Penerima bantuan Layaknya Keluarga

20 Januari 2020

Relawan Tzu Chi komunitas Hu Ai Medan Selatan mengundang para penerima bantuan pulang ke Depo Pelestarian Lingkungan Titi Kuning (5/1/2020). Kegiatan ini rutin dilakukan setiap tahun untuk lebih mendekatkan penerima bantuan beserta keluarganya dengan Tzu Chi. Kepulangan para penerima bantuan ini selalu disambut hangat layaknya keluarga.

Cuplikan Teladan Cinta Kasih Insan Tzu Chi

Cuplikan Teladan Cinta Kasih Insan Tzu Chi

22 Oktober 2013 Teladan seorang pengusaha yang dengan tulus bersedia turun langsung membantu sesama, memanggul bantuan tanpa ada beban dan merangkul masayarakat yang dibantu layaknya keluarga sendiri.
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -