Kamp 4 in 1: Membuat Hidup Lebih Berarti

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya, Henry Tando, Arimami SA.

doc tzu chi

Anna Suryanah, relawan Tzu Chi asal Lampung menceritakan kisah perjalanannya sebagai relawan Tzu Chi dalam kegiatan Kamp 4 in 1 di Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Seperti minum air, jangan dilihat dan dipegang, tetapi minum dan rasakan sendiri, seperti itulah mestinya cara kita menyerap Dharma.”

Bahagia.., kesan itu yang terlontar dari mulut Anna Suryana (56), seorang relawan Tzu Chi asal Lampung setelah mengikuti kegiatan Kamp 4 in 1 selama dua hari (16 – 17 September 2017) di Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ibu empat orang anak ini tidak menyangka bakal mendapatkan wejangan langsung dari empat Shifu (biksuni dari Griya Jing Si Taiwan), yaitu De Ju, De Gen, De Ning, dan De Jian. Anna adalah satu dari 928 peserta (hari kedua) pelatihan relawan Tzu Chi seluruh Indonesia ini, mulai dari relawan abu putih, calon komite, dan komite.

“Saya jadi lebih memahami dan mendalami apa itu cinta kasih, dan bagaimana kita dapat menjadi orang baik, bukan baik saja, tetapi (menjadi) lebih baik,” tegasnya.

Berawal dari Ujian Hidup

Anna sendiri mulai mengenal Tzu Chi sejak tahun 2010. Dua tahun sebelumnya, suaminya meninggal dunia akibat penyakit kanker paru. Sejak itulah Ana dan anak-anaknya kemudian hijrah ke Bandar Lampung dari Bandung, Jawa Barat. Apalagi rumah mereka di Bandung ternyata sudah berpindah tangan ke orang lain.

“Dulu suami bangun (rumah) di atas tanah orang tuanya, tetapi setelah suami meninggal dan nggak ada lagi saksi, rumah itu kemudian berpindah tangan,” ujarnya.

Menjadi relawan selain dapat membantu orang lain ternyata juga bisa menguatkan diri Anna yang semula mengalami ujian hidup yang sangat berat.

Bermodalkan nekat dan uang seadanya Anna pun kemudian mengontrak sebuah rumah di Lampung. Kondisinya saat itu sempat down. Beruntung sang kakak merangkulnya dan mengajaknya mengikuti kegiatan sosial.

“Awalnya saya hanya sukarelawan aja, lama kelamaan karena sering diajak ke rumah sakit dampingi pasien akhirnya jadi suka,” ujarnya semberi tersenyum. Kebetulan Ana juga memiliki pengalaman yang kurang lebih sama dengan para pasien ini, dimana selama tiga tahun ia harus bolak-balik ke rumah sakit untuk pengobatan suaminya.

Melihat kondisi para penerima bantuan Tzu Chi yang ternyata memiliki masalah yang tak kalah berat dibanding dirinya, Ana pun tergugah. Semangatnya bangkit. Ia kemudian membuka usaha pembuatan kue dan menerima catering kecil-kecilan. Usaha ini terus berkembang. Selain bisa membiayai kuliah anak ketiganya, Anna pun kini bisa memiliki rumah sendiri dari hasil usaha catering ini.

“Ternyata kalau kita ikhlas menjalani hasilnya juga akan baik. Hidup kita harus berarti. Kita tidak boleh larut dalam kesedihan terus menerus,” kata Anna yang memang sempat mengenyam pendidikan di SMK jurusan tata boga ini. 

De Ju Shifu membawakan materi tentang Ringkasan Sutra Makna Tanpa Batas. De Ju Shifu berharap insan Tzu Chi bisa semakin tumbuh dan berkembang sehingga bisa menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.


Para relawan dengan sungguh-sungguh menyerap apa yang disampaikan oleh para pemateri dalam pelatihan ini.

Sebagai seorang Muslimah, Anna tidak merasakan kendala bergabung di Yayasan Buddha Tzu Chi. “Saya tetap jalani agama dan keyakinan saya. Saya juga menyerap ajaran Master Cheng Yen, tentang welas asih dan cinta kasih kepada sesama. Alhamdulillah, dengan turun langsung membantu orang lain kita bisa merasakan kebahagiaan ketika melihat pasien yang kita bantu sembuh,” ungkapnya, “(Kebahagiaan) itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.” Meski Anna juga mengakui kerap terjadi “benturan” yang membuatnya hampir mundur dari Tzu Chi.

“Sempat berhenti beberapa bulan, tapi tetap saja ada kerinduan bagi saya untuk ke Tzu Chi. Rasa rindu terhadap Tzu Chi dan Master Cheng Yen ini tidak bisa saya lepaskan,” ujarnya. Pelajaran akan kesabaran, keikhlasan, dan cinta kasih kepada sesama banyak diperoleh Anna ketika menjalankan tugas kemanusiaan. “Pasien itu kan beda-beda karakternya, mereka bisa jadi guru (pembelajar) juga bagi saya,” kata Anna.  

Bahkan kadang Ana mesti mendahulukan tugasnya menjadi relawan dari kesibukannya sehari-hari. “Kalau ada yang telepon dan kondisinya memang urgent, ya udah, saya survei dulu dan antar pasiennya. Membuat kuenya itu saya lakukan malam hari,” ungkapnya. Ia tidak khawatir akan rugi. “Saya ingat pesan Master Cheng Yen bahwa cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain,” tegas Anna.

Kesungguhan Hati Insan Tzu Chi Indonesia


Kendala perbedaan bahasa tidak menjadi halangan dalam menyerap Dharma. Para staf Yayasan Buddha Tzu Chi, DAAI TV, dan relawan secara bergantian menerjemahkan apa yang disampaikan pemateri kepada peserta.

Kamp 4 in 1 ini juga menimbulkan kesan yang mendalam bagi para Shifu dari Taiwan yang hadir, salah satunya adalah De Ju Shifu yang membawakan materi tentang Ringkasan Sutra Makna Tanpa Batas. Menurut De Ju Shifu, melihat para peserta yang cukup banyak dan bersungguh-sungguh mengikuti pelatihan ini membuatnya terharu.

“Walaupun ada perbedaan bahasa antara kita, tetapi dari sikap dan konsentrasi mereka terlihat sangat bersungguh hati.  Dari sharing-sharing mereka dapat diketahui bahwa mereka berada di arah yang benar, dan mereka belajar sikap yang benar dalam melakukan Tzu Chi. Ada satu Bodhisatwa yang mengatakan dia melakukan Tzu Chi bukan karena Tzu Chi perlu dia, tetapi karena dia yang perlu Tzu Chi. Poin ini membuat saya terharu,” ungkapnya.

Sebagai negara yang besar, De Ju Shifu berharap insan Tzu Chi Indonesia juga bisa semakin menjangkau berbagai masyarakat di berbagai pelosok di Indonesia. Dan caranya tentu dengan juga menggalang lebih banyak insan Tzu Chi di Indonesia.

“Bodhisatwa (relawan) harus  lebih banyak lagi, jadi diharapkan insan Tzu Chi Indonesia dapat mengajak lebih banyak lagi para Bodhisatwa dunia,dan terus berlatih lagi. Kita sudah berjalan di jalan Tzu Chi (Bodhisatwa), Shixiong-shijie harus lebih bersungguh hati membabarkan Dharma dan mempraktikkannya, lebih banyak membimbing orang baru, membina sumber daya manusia (relawan), dan juga melatih para staf, dengan begini kita baru punya kekuatan lebih untuk membimbing bibit-bibit baru,” ungkapnya.  



Artikel Terkait

Kamp 4 in 1 2019: Bergerak Bersama, Membantu Sesama

Kamp 4 in 1 2019: Bergerak Bersama, Membantu Sesama

29 Juli 2019

Setiap hari, setiap detik kita harus berjuang agar kehidupan bernilai dan bermakna; membuat manusia “sepaham” tentang kebenaran; lebih banyak orang “sepakat” berbuat kebajikan; dan mengajak lebih banyak orang untuk “bertindak bersama”. Inilah pesan penting dari Kamp Pelatihan 4 in 1 Tzu Chi Indonesia tahun 2019 yang diadakan 27-28/7/19.

Kamp 4 in 1 2019: Mempraktikkan Sepaham, Sepakat, dan Sejalan

Kamp 4 in 1 2019: Mempraktikkan Sepaham, Sepakat, dan Sejalan

30 Juli 2019
Ada satu prinsip yang harus dipahami betul oleh relawan Tzu Chi supaya dapat bersumbangsih dan menjalankan kegiatan Tzu Chi dengan sukacita. Apa itu? Sepaham, sepakat, dan sejalan. Tiga kata ini juga yang menjadi tema sentral dari Kamp Pelatihan 4 in 1 2019 yang digelar Tzu Chi Indonesia selama dua hari 27-28 Juli 2018. 
Kamp 4 in 1 2018: Membekali Diri dengan Dharma

Kamp 4 in 1 2018: Membekali Diri dengan Dharma

20 Agustus 2018
Setiap tahunnya, insan Tzu Chi Indonesia terus meningkatkan kualitas diri dengan mendalami Dharma. Pada tahun ini, relawan tengah mendalami Sutra Makna Tanpa Batas yang merupakan landasan dari semangat Tzu Chi. Berbagai kegiatan pun dilakukan dengan mengusung Sutra Makna Tanpa Batas sebagai temanya.
Bertambahnya satu orang baik di dalam masyarakat, akan menambah sebuah karma kebajikan di dunia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -