Para relawan senior dengan penuh semangat dan keceriaan datang mengikuti Gathering Pemerhati Rumah Sakit pada Sabtu, 16 Agustus 2025, di Gedung Tzu Chi Hospital lantai 23.
Sabtu siang, 16 Agustus 2025, suasana di lantai 23 Gedung Tzu Chi Hospital, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara terasa berbeda. Satu per satu relawan pemerhati berdatangan dengan senyum hangat dan langkah penuh semangat. Kehadiran mereka bukan sekadar mengikuti sebuah gathering, melainkan meneguhkan komitmen dalam misi mulia: melayani pasien dengan penuh cinta kasih.
Hari itu, ada 30 panitia dan 140 peserta hadir. Acara berjalan hangat, penuh kebersamaan, dan penuh energi positif. Acara dibuka dengan penghormatan kepada Master Cheng Yen yang menjadi sumber inspirasi dan pengabdian. Setelah itu, sesi talkshow dimulai dan dipandu oleh Ns. Novi Kartikasari. Dengan pantun ringan, ia berhasil mencairkan suasana.
“Bagaikan gado-gado tanpa bumbu kacang, nggak ada maknanya kalau di Tzu Chi Hospital tidak ada relawan. Setuju nggak She Xiong She Jie?” serunya.
“Setuju!” jawab peserta serempak, disambut tawa dan tepuk tangan.
Seorang pasien bahkan pernah berkata, “Kalau ke rumah sakit itu takut. Tapi kalau ada relawan, rasanya seperti di rumah sendiri.”
Ns. Novi Kartikasari yang memandu talkshow bersama dr. Suwoto dan Suster Rahmawati membahas peran penting relawan pemerhati Tzu Chi Hospital dalam mendukung pelayanan pasien.
Kehangatan dari Tenaga Medis
Dalam talkshow, dr. Suwoto dan Suster Rahmawati menyampaikan apresiasi dan harapan kepada para relawan pemerhati.
Dengan wajah ramah, dr. Suwoto menuturkan betapa pentingnya peran relawan. Kehadiran mereka sangat membantu, terutama ketika tenaga medis menghadapi kendala bahasa saat melayani pasien asing.
“Dengan adanya relawan, kami jadi terbantu sekali. Terkadang yang butuh teman ngobrol bukan hanya pasien, tapi juga karyawan. Relawan pemerhati sebagian besar sudah senior, banyak pengalaman, tahu susahnya, tahu tips dan triknya. Kami berharap relawan juga memperhatikan karyawan, bukan hanya pasien saja,” ujarnya hangat.
Suster Rahmawati, Amd.Kep, menambahkan, “Terima kasih kepada semua relawan pemerhati. Senyuman dan kata-kata penuh semangat itu menjadi obat tersendiri yang tak ternilai bagi pasien.”
Ungkapan ini disambut senyum haru para relawan. Kehadiran mereka memang bukan sekadar membantu secara fisik, tetapi juga menghadirkan rasa tenteram dan menyembuhkan luka batin yang tak tampak oleh mata. Benar-benar menjadi “obat yang tak tertulis di resep.”
Sapa, Dengar, Peduli
Nelly Hursepuny, M.Psi., seorang psikolog, membekali relawan dengan keterampilan komunikasi sederhana, sapa, dengar, peduli. Nelly memperkenalkan konsep komunikasi yang mencakup respect (menghargai), empathy (mendengar dengan hati), audible (mudah dipahami), clarity (jelas), dan humble (rendah hati), disertai tips percakapan praktis.
Tak lupa, ia mengingatkan pesan Master Cheng Yen. “Relawan pemerhati diharapkan dapat menautkan nilai-nilai cinta kasih dan menjadi pelindung batu karang yang kukuh dalam pelayanan mereka kepada pasien.”
Desi Widjaja (kedua dari kiri) bersama relawan lainnya menyimak penjelasan Nelly Hursepuny, M.Psi., mengenai keterampilan komunikasi sederhana yaitu, sapa, dengar, dan peduli ketika mendampingi para pasien dan keluarga pasien.
Acara berlanjut dengan pemberian sertifikat apresiasi kepada para relawan pemerhati. Ini menjadi bentuk penghargaan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan Tzu Chi Hospital atas dukungan tulus mereka.
Keceriaan pun mewarnai ruangan ketika relawan bersama-sama membawakan isyarat tangan Tzu Chi De Lu Shang dengan penuh penghayatan. Gerakan shou yu yang kompak dan indah menghadirkan harmoni yang menyentuh hati.
Pada sesi lain, dr. Boby Hartanto menyampaikan perkembangan terbaru layanan Tzu Chi Hospital, membuka wawasan relawan tentang fasilitas kesehatan yang mereka dukung setiap hari.
Relawan pemerhati memperagakan bahasa isyarat tangan yang berjudul Tzu Chi De Lu Shang dengan penuh penghayatan. Gerakan shou yu yang kompak menjadi simbol kebersamaan dan cinta kasih.
Pesan Cinta Kasih
Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei, turut hadir dan menyampaikan pesan penuh cinta kasih.
“Di kehidupan ini kita baru mulai, jadi belum bisa disebut tua. Saat saya berada di Tzu Chi Hospital Taipei, relawannya kebanyakan 'kaum muda'. Sedangkan di rumah sakit kita, penuh dengan energi kehidupan. Kita harus bersyukur masih memiliki tubuh sehat dan keluarga yang mendukung kita untuk bersumbangsih di sini,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa teknologi canggih dan tenaga medis yang profesional akan terasa lebih bermakna dengan hadirnya relawan pemerhati. “Tanpa relawan, rumah sakit ini akan sama saja dengan rumah sakit lainnya. Tzu Chi Hospital punya nilai kemanusiaan sesuai misi Tzu Chi: Menyelamatkan Kehidupan, Menjaga Kesehatan, dan Menyebarkan Cinta Kasih.”
Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Ibu Liu Su Mei, menyerahkan sertifikat apresiasi kepada Koordinator Pemerhati Rumah Sakit, Ibu Laksmi Widyastuti.
Koordinator Relawan Pemerhati Tzu Chi Hospital, Laksmi Widyastuti, menegaskan bahwa gathering ini bertujuan mempererat kebersamaan. “Peran pemerhati sangat penting, terutama karena pasien makin banyak. Terkadang ada yang perlu ditemani, diantar, bahkan dibesuk. Relawan juga bisa menjadi penerjemah pasien asing. Saya berharap relawan terus berkomitmen, karena di rumah sakit lain tidak ada peran seperti ini. Inilah ciri khas Tzu Chi Hospital,” ujar Laksmi.
Kisah yang Menguatkan
Hendra Tanumihardja (77), relawan sejak 2013, berbagi pengalaman, “Sejak COVID sampai sekarang saya tidak pernah sakit, selalu sehat. Di Tzu Chi, saya merasa dihargai sebagai orang tua, saya merasa berguna.”
Kisah Hendra menginspirasi Kiatanto Saputra (60), suami salah satu pasien, untuk ikut bergabung. “Melihat Pak Hendra yang sudah senior masih rajin hadir 2–3 kali seminggu, saya tergerak. Kalau sudah tua nanti, saya juga ingin tetap bersumbangsih. Dengan membuat orang lain bahagia, saya juga bahagia.”
Seluruh peserta Gathering Pemerhati Rumah Sakit berfoto bersama sebagai penutup acara. Momen kebersamaan ini menjadi penguat semangat relawan pemerhati dalam menebarkan cinta kasih di Tzu Chi Hospital.
Sementara itu, Desi Widjaja (84), yang aktif sejak Tzu Chi Hospital berdiri pada 2021, mengungkapkan pengalamannya, “Gathering hari ini memberi energi baru, terutama tentang komunikasi. Kalau ada pasien kurang cocok dengan dokter, jangan langsung menilai rumah sakit tidak bagus. Lebih baik sampaikan pada kami relawan pemerhati agar bisa diperbaiki. Kita harus selalu semangat, pantang mundur, maju terus menjadi relawan pemerhati.”
Acara gathering ini bukan hanya ajang silaturahmi, tetapi juga ruang berbagi kisah, inspirasi, dan penguatan. Relawan pemerhati Tzu Chi Hospital membuktikan bahwa cinta kasih bukan hanya terasa lewat obat medis, melainkan juga melalui senyuman, sapaan, dan perhatian tulus.
Editor: Anand Yahya