Relawan mengajarkan seni merangkai bunga dengan bahan daur ulang dalam Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Medan yang diikuti oleh 24 murid Tzu Shao Ban dan 12 relawan komunitas. Tampak Synsanny (dua dari kiri) belajar merangkai bunga dengan dipandu pengisi relawan pengisi materi dan koordinator kegiatan.
Bunga adalah tanaman yang indah dipandang. Untuk menambah keindahan dan kecantikan bunga maka bunga dapat dirangkai dan disusun sedemikian rupa. Bunga juga dapat mengekspresikan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama, lingkungan, dan masyarakat. Rangkaian bunga dapat menjadi simbol penghargaan terhadap kehidupan dan keindahan alam. Proses merangkai bunga pun dapat membawa ketenangan dan kedamaian.
Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Medan (Tzu Shao Ban) yang dimulai dari siswa kelas 1 SMP hingga kelas 2 SMA pada Minggu, 13 Juli 2025 mengadakan seni merangkai bunga dengan menggunakan bahan dari barang daur ulang. Kegiatan yang diadakan di Kantor Tzu Chi Medan ini diikuti oleh 24 murid Tzu Shao dan 12 relawan komunitas.
Beberapa material yang digunakan dalam merangkai bunga dengan barang daur juga dijelaskan kepada para murid.
Adapun tujuan dari kegiatan ini untuk mengedukasi anak-anak bahwa Budaya Humanis Tzu Chi sangat luas cakupannya. “Hari ini kita belajar Cha Hua (merangkai bunga) untuk menumbuhkan kreativitas anak dan bersyukur atas apa yang mereka miliki. Dengan menggunakan barang daur ulang, kita juga bisa menampilkan keindahan sekaligus mendukung pelestarian lingkungan. Harapan kami semoga pembelajaran ini memberi manfaat untuk mereka semua,” kata Sufinah, Koordinator Kelas Tzu Shao Ban Tzu Chi Medan.
Kelas merangkai bunga ini prosesnya juga dimulai dari bahan-bahan yang belum tertata, kemudian dirangkai, diatur sehingga bisa menjadi sebuah keindahan. “Kita belajar dari bunga dan tanaman untuk menghargai alam yang menciptakan semuanya. Belajar untuk menghormati dengan cara menghargai berbagai macam keindahan. Oleh karena itu, didalam merangkai bunga kita belajar untuk mengembangkan rasa bersyukur, hormat, dan cinta kasih,” ungkap Lim Huey Mei, relawan yang mengisi materi merangkai bunga.
Lim Huey Mei, relawan yang mengisi materi menjelaskan tentang foam net pembungkus buah dapat dipergunakan lagi menjadi karya seni yang indah sekaligus ikut menjaga lingkungan.
Untuk membuat kelopak bunga, para murid Kelas Tzu Shao Ban menggunakan foam net untuk pembungkus buah. Bunga yang sudah jadi kemudian di tata dalam pot bunga yang dibuat dari kemasan botol minuman, mangkok, dan kemasan makanan yang berbahan plastik.
Darren (14), salah satu murid yang sudah mengikuti kelas Tzu Sao Ban selama 2 tahun merasa senang mendapat pembelajaran seni dan sekaligus ikut melestarikan lingkungan. “Saya belajar bagaimana re-use foam net pembungkus buah menjadi kelopak bunga dengan kreativitas kita masing masing. Hasilnya pun sungguh indah untuk pajangan di rumah kita,” ungkap Darren setelah berhasil menyelesaikan karyanya.
Darren (tengah) sangat bersukacita dalam kegiatan ini. Foam buah yang awalnya hanya di buang, kini dapat ia bentuk dan tata menjadi bunga yang sangat indah.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Synsanny yang telah mengikuti Kelas Tzu Sao Ban selama 5 tahun. Selama ikut kelas budi pekerti di Tzu Chi, ia pun bisa mengenal lebh jauh tentang Dharma, budi pekerti, tata krama, bahkan bisa lebih mengerti cara melestarikan lingkungan dan bervegetarian.
“Hari ini mendapat manfaat dari kegiatan merangkai bunga dengan barang daur ulang. Kita jadi tau bagaimana memperpanjang umur suatu barang menjadi barang yang berguna lainnya. Semoga bisa diperluas workshop merangkai bunga ini agar kedepannya semua orang yang berminat dapat mengikuti sehingga mengurangi polusi sampah yang ada di bumi,” harapan Synsanny.
Setelah selesai merangkai bunga, ada juga sesi upacara persembahan dan berdoa bersama. Dengan demikian, seni merangkai bunga Tzu Chi dengan menggunakan barang-barang daur ulang tidak hanya menciptakan karya seni yang indah, tetapi juga memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat.
Editor: Arimami Suryo A.