Langkah Pertama Mencatat Sejarah

Jurnalis : Amelia Devina (He Qi Utara), Fotografer : Amelia Devina (He Qi Utara)
 

foto
Kegiatan lokakarya ini mengajak relawan untuk belajar bagaimana merekam dan mencatat sejarah Tzu Chi.

“Kita tidak perlu mengkhawatirkan jumlah. Berapa pun orang yang datang, entah itu dua puluh ataupun sepuluh, yang penting kita semua tetap semangat belajar pada hari ini,” ujar Henry Tando Sx (Shixiong-red) menyambut para relawan yang telah hadir pada Sabtu, 14 Desember 2013 jam 2 siang di Jing Si Books & Café Pluit. Memang, saat itu hujan turun sangat lebat. Walaupun acara sempat menunggu 15 menit sebelum dimulai, relawan yang berdatangan pun semakin lama semakin banyak. Pastinya, mereka tidak patah semangat.

 

Workshop Fotografi, Video, dan Tulisan
Bagian dari rangkaian acara “Pameran Through History 2013 yang sukses dibuka Minggu, 8 Desember lalu; kali ini Tim Zhen Shan Mei He Qi Utara mengadakan workshop (lokakarya) kepada para relawan yang ingin belajar merekam dan mencatat sejarah Tzu Chi saat berkegiatan dalam komunitas. Ada tiga kelas yang digelar: foto, video, dan tulisan. Setelah kata sambutan diberikan oleh Stephen Ang Sx sebagai ketua panitia, 21 peserta workshop pun langsung bergabung dengan kelasnya masing-masing. Kelas foto didampingi oleh Henry Tando Sx, kelas video didampingi oleh Stephen Ang Sx, dan kelas tulisan didampingi oleh Erli Tan Shijie.

“Harus berani. Pertama kali memang yang paling sulit, tapi selanjutnya akan terasa jauh lebih mudah,” ujar Rudi Santoso Shixiong yang selama ini juga berkontribusi tulisan untuk Tzu Chi. Kelas menulis artikel dibuka dengan penjelasan materi tentang dasar tata cara penulisan (what/ apa, when/ kapan, who/ siapa, where/ di mana, why/ mengapa, dan how/ bagaimana). Seusai berbagi tips dan trik, para peserta berkesempatan praktek langsung: memilih salah satu foto dalam pameran untuk menjadi bahan tulisan.

foto   foto

Keterangan :

  • Tips dan trik sederhana peliputan kegiatan diberikan kepada setiap peserta workshop yang hadir pada hari itu (kiri).
  • Selain teori, para peserta juga diajak untuk langsung mempraktekkan apa yang telah mereka dapatkan selama workshop (kanan).

Kelas video pun tak kalah seru. Stephen Ang Shixiong memperlihatkan hasil karyanya dan menjelaskan secara sederhana tata cara pengambilan gambar dengan memanfaatkan sumber daya minimal untuk hasil yang maksimal. “Karena video merupakan gambar yang bergerak dan ia juga mengandung suara, maka sebenarnya kita dapat lebih mudah merasakan apa yang ingin disampaikan di dalam gambar. Lebih emosional,” ujar Stephen  menekankan bagaimana lewat video yang dihasilkan, kita dapat menginspirasi orang banyak.

Peminat terbanyak ada di kelas fotografi. Henry Tando Shixiong menjelaskan tips dan trik sederhana mengenai pengambilan foto yang berbudaya humanis. Walaupun dalam kelas ada yang menggunakan kamera SLR dan kamera saku juga kamera handphone, hal ini tidak menjadi halangan. Efi Shijie yang baru pertama kali mengikuti acara workshop yang diadakan oleh Tim Zhen Shan Mei mengungkapkan rasa gembiranya, “Saya kan hanya punya kamera saku. Biasanya kalau foto asal jepret saja karena tidak mengerti fungsi dari tombol-tombolnya. Tapi tadi dijelaskan trik-triknya, jadi sekarang saya berani mencoba. Misalnya, kalau memang ruangannya gelap kita harus mengubah pengaturan di kamera.”

Ada Niat, Ada Kekuatan
Seusai sesi workshop, para peserta pun berkumpul kembali untuk saling berbagi apa yang mereka rasakan dan hasil apa yang mereka dapatkan selama pelajaran hari ini. Teksan Luis Shixiong berujar, “Saya sangat bersyukur karena diingatkan bahwa kita tidak boleh berkarya dengan harapan supaya karya kita dimuat. Dalam mengerjakan pencatatan sejarah, hati kita harus tulus.” Erli pun menambahkan, “Betul. Sebenarnya saat kita membuat peliputan, baik itu foto, video ataupun tulisan; di saat itu kita sudah mendapatkan pelajaran dan maknanya. Kalau dimuat, itu adalah bonus.”

Pertanyaan dan komentar pun banyak mengalir. Yang pasti, semua merasa puas dan bahagia karena telah banyak belajar. Yang paling membuat tim Zhen Shan Mei bersyukur, hampir semua peserta workshop berkomitmen untuk mengikuti pelatihan 10 kali di tahun 2014 yang direncanakan oleh yayasan. Seperti kata perenungan Master Cheng Yen: apabila ada niat, ada kekuatan. Tidak ada niat, tentu banyak alasan. Walaupun boleh dibilang semua peserta workshop adalah para relawan yang sebelumnya sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan kegiatan pencatatan sejarah, mereka mempunyai niat yang besar, merendahkan hati untuk belajar. Semoga dengan momentum bersejarah menjelang akhir tahun ini, di tahun yang baru nanti barisan relawan Zhen Shan Mei akan semakin solid. Demi menjadi mata dan telinga Master, demi mewariskan ajaran dan mewujudkan visi, meneruskan cinta kasih untuk sesama.

  
 

Artikel Terkait

Cinta Kasih Di Bulan Penuh Berkah

Cinta Kasih Di Bulan Penuh Berkah

07 Mei 2021

Di bulan penuh berkah ini relawan Tzu Chi di Bandung tak henti menebar cinta kasih. Sejak 27-30 April 2021 lalu, relawan Tzu Chi Bandung membagikan bantuan beras di empat wilayah; Tasikmalaya, lalu di Indramayu, kemudian Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.

Berbagi Rasa Suka dan Duka

Berbagi Rasa Suka dan Duka

09 September 2011
Musibah ini lantas mengetuk simpati dari banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Turut merasakan penderitaan yang dialami oleh warga kebakaran,  Rabu, 7 September 2011 lalu, relawan Tzu Chi pun datang untuk memberikan bantuan paket kebakaran kepada warga.
Terpanggil untuk Membantu

Terpanggil untuk Membantu

11 Maret 2014 Saat banjir bandang melanda Manado, Benny bersama rekan-rekannya dari Wihara Dipasena segera turun tangan membantu meringankan derita warga dengan menyediakan 2.000 nasi bungkus bagi para korban.
Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -