Lantunan Doa Menyambut Waisak

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Pusat), Fotografer : Arimami Suryo A

Dalam rangka menyambut Hari Waisak, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali mengundang keluarga besar relawan Tzu Chi, donatur, dan masyarakat umum untuk mengikuti ritual namaskara yang juga dikenal dengan Chao San. Sesuai dengan tema 25 tahun Tzu Chi Indonesia, Chao San tahun 2018 ini mengaungkan tema yang sama, yakni Wu Liang Yi Jing atau Sutra Makna Tanpa Batas.

Kegiatan ini berlangsung dengan khidmat pada Selasa, 1 Mei 2018 di halaman Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara. Sebanyak 372 relawan bersama masyarakat umum, dengan berpikiran murni, batin yang suci dan hati yang tenang, mengumpulkan niat yang tulus untuk melafalkan nama Buddha.

Dalam melafalkan nama Buddha, para peserta Chao San juga harus berkonsentrasi penuh melanturkan doa, melangkahkan kaki, bersujud, bangun, dan melangkah kembali. “Tiga langkah itu, kita harus berkonsentrasi dalam hati melafalkan nama Buddha,” kata Ernie Lindawati, koordinator Chao San.


Relawan Tzu Chi, donatur, dan masyarakat umum mengikuti ritual namaskara yang juga dikenal dengan Chao San pada Selasa, 1 Mei 2018 di Kantor Pusat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.


Ernie Lindawati, koordinator Chao San 2018 menerjemahkan pesan cinta kasih dari Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei setelah melakukan meditasi dalam rangkaian kegiatan Chao San 2018.

Selain untuk melatih konsentrasi, Ernie Lindawati menambahkan bahwa Chao San juga merupakan pelatihan diri dalam menapaki jalan Bodhisatwa, melakukan instropeksi diri, merendahkan hati, serta memperkecil ego. “Tadi kenapa kedua siku, dua lutut kaki, dan dahi menyentuh lantai? Itu artinya kita meletakkan ego, mengikis kesombongan, dan juga mengikis lima noda batin. Ketika bersujud, tangan kita terbuka, maknanya adalah kita menerima berkah dan menerima ajaran Buddha,” jelasnya.

Selain itu, Ernie juga mengharapkan setiap insan Tzu Chi dapat memanfaatkan waktu untuk menenangkan diri dalam menerima Dharma dan mendalami Dharma. “Tanggal 5 Mei 2018 nanti, ada kebaktian Sutra Makna Tanpa Batas. Kami mengharapkan semua relawan lebih memahami makna Dhamma dari Sutra, karena Sutra ini mengandung ajaran Jing Si dan semangat insan Tzu Chi,” ajak Ernie.

Mengatasi Tantangan Tak Berarti


Walaupun bermandikan keringat, Suwanto tetap fokus mengikuti ritual namaskara.

Suatu kebahagiaan bagi para relawan yang bisa menjalin jodoh dalam menjalankan Chao San. Banyak cerita tentang ketakutan, kerisauan, dan tantangan dalam menjalankan ritual namaskara ini. Semuanya itu pupus oleh kekuatan tekad yang teguh.

“Ini pertama kali untuk saya. Setiap langkah yang saya jalani, dari ragu, capek, lama, jauh, pelan-pelan, berubah menjadi suatu sukacita. Yang tadinya tegang, serius, jadinya bisa tersenyum,” cerita Sidik Djaja (47) asal Batam yang sempat berpikir batal ikut Chao San.

Di Chao San ini adalah kesempatan bagi Sidik Djaja untuk berterima kasih kepada leluhur, orang tua, anak-anak, dan semua makhluk. “Di sini kami diajak mempelajari arti kehidupan. Tidak semua bisa sesuai dengan yang kita inginkan. Terlihat sederhana, tiga langkah satu sujud, tapi dalam praktiknya tidaklah demikian,” katanya.


Kesulitan untuk bersujud tidak menyurutkan niat Lim Chun Yi mengikuti Chao San. Dengan membungkuk ia pun memusatkan pikirannya seperti sedang bersujud.

Sidik Djaja menyamakan Chao San dengan tantangan dalam kehidupan. Dimana ada kalanya manusia harus berjalan, melangkah, lalu bersujud. “Setiap satu sujud yang kita lakukan, kita harus berterima kasih kepada setiap makhluk,” ucapnya. Sidik menambahkan selama menjalankan namaskara tersebut, ia seperti berinteraksi dengan alam. Saat bersujud, dirinya melihat semut sedang berjalan, tangan menyentuh daun Bodhi yang berguguran di lantai, juga menikmati angin berhembus.

Selain tantangan yang dirasakan Sidik yang masuk kategori setengah baya, peserta Chao San yang ikut serta juga terdiri dari berbagai usia, mulai dari anak kecil hingga orang tua berumur di atas 60 tahun yang merasakan tantangan lain. Ada yang susah melangkah dan bersujud. Namun begitu, mereka tetap bersungguh hati mengikuti Chao San sampai selesai.


Sidik Djaja (baju hitam) mengikuti rangkaian kegiatan Chao San 2018. Kesempatan mengikuti Chao San ini merupakan pengalaman pertama bagi pria asal Batam tersebut.


Meditasi juga dilakukan dalam rangkaian kegiatan Chao San 2018 di ruang Fu Hui Ting, lt.2, Aula Jing Si, PIK, Jakarta Utara.

“Tadi pagi berpikir, takut berjalan terlalu jauh dan lama,” kata Lim Chun Yi (75). “Kalau kaki tidak kuat, saya akan berhenti berjalan,” imbuhnya yang datang dengan 2 anak perempuan, 1 menantu, 1 cucu, anak perempuan dari adiknya, dan 1 tetangga untuk ikut dalam Chao San ini.  Walau kesulitan bersujud, ia mengondisikan pikirannya sedang bersujud, seperti tangan menyentuh tanah. “Saya mendapatkan ketenangan hati dan pikiran, rasa bahagia, dan tubuh yang sehat,” ungkap Lim Chun Yi usai mengikuti Chao San.

Suwanto (41), pun merasakan hal yang tidak jauh berbeda. Dirinya yang baru pertama kali mengikuti Chao San merasakan sukacita tersendiri karena bukan hanya fisik, namun batinnya juga memperoleh ketenangan dari Chao San.

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Ritual Namaskara di Bulan Tujuh Penuh Berkah

Ritual Namaskara di Bulan Tujuh Penuh Berkah

11 September 2017
Minggu, 10 September 2017, Tzu Chi Medan memperingati Bulan Tujuh Penuh Berkah dengan Ritual Namaskara. Kegiatan ini dilakukan pada pukul 04.00 WIB dan diikuti oleh 87 relawan Tzu Chi Medan.
Menenangkan Hati dan Menguatkan Tekad

Menenangkan Hati dan Menguatkan Tekad

27 April 2022

Menyambut hari lahirnya pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi, Master Cheng Yen dan hari ulang tahun Tzu Chi ke-56, Tzu Chi Batam mengadakan ritual Namaskara pada Minggu, 17 April 2022. 

Doa Menyambut Hari Trisuci Waisak

Doa Menyambut Hari Trisuci Waisak

05 Mei 2017

Setiap tahun menjelang Hari Trisuci Waisak, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan ritual Namaskara, atau dalam bahasa Mandarin lebih dikenal Chao Shan. Ritual ini merupakan  penghormatan kepada Sang Buddha dari para Bodhisatwa dengan melangkahkan kaki tiga langkah satu sujud atau dikenal dengan San Bu Yi Bai

Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -