Lim Lay Nio (Bagian 2)

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto, Anand Yahya, Johny Chandra (He Qi Barat)
 
foto

Untuk menunjukkan keseriusannya merawat neneknya, Yunita rela berhenti bekerja. Sampai saat ini pun sejumlah panggilan kerja telah ia tolak karena Yunita lebih memilih meluangkan waktunya untuk merawat neneknya.

Leo terus membujuk, tetapi hasilnya masih sia-sia. Terakhir ia berkata, “Ya udah dah, kalau gitu dioper aja ke Shixiong Johny. Shixiong Johny lebih telaten.”   

Beberapa hari kemudian datanglah Johny. “Oma masih berobat, dikirain udah dioperasi?” tanya Johny. “Belum, orang dari Cengkareng disuruh pindah ke RSCM alatnya ga kumplit,” jawab Lay Nio. “Terus Oma mau ga?” kembali Johny bertanya. “Ga mau, orang takut disuruhnya dikemo,” jawabnya.     

Melihat kecemasan Lay Nio, Johny mulai membujuk, menjelaskan tentang pengobatannya yang tidak berbahaya, dan memberikan pandangan-pandangan yang membesarkan hati. Anak dan cucunya juga mendukung Johny, ikut terus menyemangati Lay Nio yang masih dilingkupi kekhawatiran.    

Di hatinya terus berkecamuk, tarik ulur antara melanjutkan operasi atau membiarkannya. “Badan rasanya semakin sakit, begini terus juga nyusahin anak-cucu. Udah biarin aja dah dioperasi pasrahin aja ke Tuhan,” gumannya dalam hati. Kemudian Lay Nio pun bersedia untuk melanjutkan pengobatan di RSCM.

Ketika diperiksa lebih teliti di RSCM, ternyata tidak terdapat sel ganas pada tubuh Lay Nio. Sehingga penanganannya tidak perlu menggunakan kemoterapi, tetapi dengan cara dioperasi. Dr Mima adalah dokter yang bertanggung jawab dalam menangani pengobatan Lay Nio.

Sebelum operasi dilaksanakan Dr Mima menjelaskan mengenai bagian-bagian yang akan dioperasi dan dibuang. “Ini boleh tidak diangkat semuanya, rahim dan indung telur? Karena sudah besar sekali dan sudah lama,” tanya Dr Mima meminta persetujuan.

Setelah tidak ada kendala dari pihak keluarga dan kondisi fisik Lay Nio yang tidak terlalu buruk, maka pada 3 Juli 2009, Lay Nio mulai dirawat inap untuk menormalkan jantung, tekanan darah, dan gula darah agar sesuai dengan nilai normal.  Rekam medis dan konsultasi dari para dokter terus dilangsungkan menjelang operasi. Nando, salah satu dokter yang tergabung dalam tim operasi datang menghibur Lay Nio dengan berkata, “Nanti Oma operasinya sama saya. Oma berdoa saja buat Oma dan saya biar operasinya berjalan lancar,” hiburnya.

foto  foto

Ket : - Mengikuti baksos memberikan pengalaman yang baru bagi Yunita. Ia berniat ikut lagi jika ada
           kegiatan karena selain bisa membantu orang juga mendapatkan pengalaman. (kiri)
         - Menurut Yunita, semakin lama perut omanya semakin membesar dan Lay Nio semakin sering mengeluh
           sakit pada punggung dan kaki. Untuk meredakannya, biasanya Lay Nio berobat ke klinik 24 jam. (kanan)

Tanggal 8 Juli 2009, tepat pukul 12.00 operasi Lay Nio dilaksanakan. Berselang dua jam pukul 14.00, dokter Mima keluar dari ruangan operasi menerangkan bahwa, dalam operasi ini Lay Nio kekurangan darah dan membutuhkan darah golongan A. Sayang di bank darah sedang tidak ada persediaan. Yunita yang berkeras pikir teringat akan temannya Ryan. Secepatnya ia menelepon. ”Ryan, tolongin gua dong. Oma masuk di ruang operasi butuh darah golongan A.”  “Oh sama dong ama gua. Tapi gua ga ada motor,” jawab Ryan. Yunita segera meminta adiknya Liana untuk menjemput Ryan di Cengkareng dan dibawa ke PMI guna mendonorkan darahnya. Berhasil ia membawakan darah golongan A. Operasi Lay Nio terus berlanjut. 

Ketika sudah berlangsung 4 jam, dokter Mima kembali keluar menemui Yunita mengatakan, “Usus besar Oma sudah sangat lengket. Boleh tidak diizinkan bila dipotong sepanjang 14 cm. Karena kalau tidak dibuang pun takut tumbuh kembali,” jelas dokter. “Kalau itu memang yang terbaik ya ga papa,” jawab Yunita. “Tetapi Oma-nya harus pakai kantong sampai jahitan operasi ini kering dan baru bisa operasi kembali sekitar tiga bulan,” balas Mima. Yunita berpikir sebentar, kemudian menanya, “Bisa makan dengan normal, bisa buang air besar dengan lancar, Dok?” “Bisa,” jawab dokter Mima dengan yakin. Akhirnya Yunita menyetujuinya dengan menandatangani surat pernyataan izin tindakan.

Tujuh jam sudah operasi Lay Nio berlangsung, tetapi Lay Nio belum juga keluar dari ruang operasi. Salah seorang dokter kembali keluar dari ruangan. Yunita mencegatnya. “Dok, gimana keadaan Oma saya, keadaannya selama ini baik, kan?” tanya Yunita. “Selama ini bagus, tidak ada kendala apa-apa dan keadaannya cukup normal, sekitar 40 menit lagi selesai,” jawab dokter itu. Yunita menjadi lega mendengarnya.  

Tepat pukul 19.40 operasi selesai dilaksanakan. Total operasinya 7 jam 40 menit, 10 kg daging yang menggumpal berhasil diangkat dari dalam tubuh Lay Nio. Kurang lebih ada 20 dokter ikut hadir dalam operasi itu, yang bertugas secara bergiliran. Dokter Mima kembali menjelaskan kepada Yunita, “Setelah operasi ini langsung dimasukkan ke ruangan ICU ya, soalnya Oma cukup lama dioperasi, cukup banyak mengeluarkan darah dan cairan. Jadi dimasukkan ke ICU aja sampai ia sadar,” terangnya.

Esok pagi Yunita kembali dipanggil oleh dokter. Menurut dokter, Lay Nio mengalami kekurangan albumin, yaitu salah satu protein darah yang berfungsi untuk membantu pembentukan jaringan tubuh yang baru, mengatur tekanan osmotik di dalam darah, dan menjaga keberadaan air dalam plasma darah sehingga bisa mempertahankan volume darah. Albumin juga berfungsi sebagai sarana pengangkut/transportasi yang membawa bahan–bahan seperti asam, lemak bebas, kalsium, zat besi, dan beberapa jenis obat.

foto  

Ket : - Lay Nio mengenang dahulu saat masih remaja, Miao Kiam Lu sering memperhatikannya setiap ia pulang
           dari Gereja pada akhir pekan. Inilah yang akhirnya membuat keduanya kemudian berjodoh.

“Satu botol albumin itu harganya Rp 1,5 juta. Sedangkan Oma membutuhkan tiga botol albumin. Setujukah kalau tiga botol itu Rp 4,5 juta tapi pakai SKTM tinggal dikurangin setengah?” jelas dokter itu.

Selesai diberikan albumin, sorenya jam 17.00 Lay Nio bisa benar-benar sadar. “Ita mana?” tanya Lay Nio kepada Martha yang datang membesuk. “Ada di rumah, ngantuk tidur dulu,” kata Martha.  Baru setelah itu Lay Nio dipindahkan ke ruang High Care Unit (HCU). Empat hari sudah di ruangan ini, begitu kelihatan membaik Lay Nio kembali dipindahkan ke ruang inap kamar 213. Tiga hari berikutnya Lay Nio diperbolehkan meninggalkan rumah sakit dengan kondisi yang mulai membaik.

Seminggu kemudian antara tanggal 20-an, Lay Nio bersama Yunita mengunjungi poliklinik kebidanan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, untuk pengontrolan pertama. Sayatan bekas operasinya kembali dibersihkan dengan obat antiseptik, kemudian ditutup lagi dengan perban dan plaster khusus. Dokter menjelaskan kondisi jahitannya terlihat membaik, dan tidak perlu lagi menjalankan kemoterapi. Perasaan Lay Nio kembali terbangun. Kini ia tidak hanya merasa lebih baik secara fisik tetapi juga kembali bersemi harapan-harapan yang telah lama terkubur. “Sekarang udah operasi kaki rasanya enteng ga sakit lagi, bahu juga enak enggak sakit. Harapannya bisa sembuh dan sehat,” katanya.

Tetap Memperhatikan
 Jumat 24 Juli 2009, Johny dan Salim kembali menggunakan sepeda motornya beriringan menyusuri jalan aspal berlubang. Kerikil dan batu koral menyembul di semua permukaan jalan itu, karena memang tidak lagi beraspal. Pada sebuah tikungan ia pelankan laju sepeda motornya hingga 5 km/jam, lalu berhenti pada deretan rumah bercat putih memudar. Johny bersama Salim kembali mengunjungi Lay Nio untuk sekadar melihat dan menghiburnya.

Lay Nio terlihat lebih baik, ia sudah bisa berjalan hilir mudik dengan leluasa tanpa rasa sakit di kaki dan sesak pada nafasnya. Wajahnya yang senja selalu menyimpulkan senyum kepada Johny dan Salim, menandakan ia merasa puas dan bahagia. Yunita dan Martha ibunya juga terlihat bahagia menyambut kedatangan Johny dan Salim.

foto

Ket : - Johny berharap setelah menerima bantuan ini, beban keluarga Lay Nio dapat teringankan dan bisa maju
           ke arah yang lebih baik, yaitu sebagai keluarga yang tahu bersyukur dan bersumbangsih bagi sesama.

“Ita besok kita ada bakti sosial kesehatan. Kamu ikut aja, bantu-bantu,” ajak Johny. “Boleh sih, tapi pakai bajunya apa?” tanya Yunita. “Pakai bajunya bisa apa aja, kita ada rompi nanti,” jelas Johny. Ajakan Johny langsung disetujui oleh Yunita.

Esok paginya 25 Juli 2009, sesuai kesepakatan dengan sendirinya Yunita datang ke RSKB Cengkareng, dan bersama rombongan ia berangkat menuju tempat baksos di jalan Veteran Jakarta Selatan. Hari itu Yunita mendapatkan tugas menjaga meja pendaftaran Inform Consent operasi minor (tumor). Seharian mengikuti kegiatan baksos, Yunita mulai tertarik untuk mengikuti kegiatan sosial berikutnya, “Mau ikut lagi jika ada kegiatan karena selain bisa membantu orang juga mendapatkan pengalaman,” tuturnya kepada Johny.

Bantuan pengobatan telah diberikan dan Lay Nio telah selesai menjalani operasi. Tetapi kerja Tzu Chi tidaklah sampai di situ. Tzu Chi akan tetap terus memberikan bantuan yang sifatnya jangka panjang yaitu, bimbingan emosi, spiritual untuk mengarahkan seseorang menjadi sosok yang humanis.

 

Artikel Terkait

Suara Kasih : Membedakan Benar dan Salah

Suara Kasih : Membedakan Benar dan Salah

05 Juli 2012 ”Dalam era sekarang, diperlukan pemahaman atas salah dan benar, Dalam masa penuh bencana, diperlukan pembinaan welas asih agung, Dalam era penuh kegelapan batin, diperlukan kebijaksanaan agung, Dalam era penuh kekacauan,diperlukan pertobatan besar.” Bukankah ini yang terjadi di era saat ini?
Mari Menjadi Sahabat DAAI TV

Mari Menjadi Sahabat DAAI TV

15 Januari 2019

Sahabat DAAI merupakan sebuah wadah bagi setiap orang untuk memberikan dukungan dalam bentuk donasi, sehingga aliran jernih ini dapat terus mengalir dan menciptakan masyarakat yang harmonis,” kata Linawaty Halim, Dept. Head PR and Marketing DAAI TV. Keberadaan Sahabat DAAI TV juga menjadi satu kepedulian tentang dunia penyiaran yang positif dan inspiratif.


Banjir Jakarta: Celengan Bambu Richard

Banjir Jakarta: Celengan Bambu Richard

24 Januari 2013 Tapi tidak bagi Richard Ericson, bocah berusia 8 tahun ini justru menyerahkan hasil tabungannya kepada Tzu Chi untuk membantu korban banjir di Jakarta dan sekitarnya.
Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -