Memahami Dharma Melalui Sebuah Pohon

Jurnalis : Hendra Gunawan (He Qi Barat), Fotografer : Hendra Gunawan (He Qi Barat)
 
 

fotoSeorang anak Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Sekolah Cinta Kasih dengan serius memotong dahan yang layu. Ya, mereka memang sedang belajar memahami Dharma dari sebuah pohon yang layu.

Mungkin terdengar agak aneh judul di atas, apakah Dharma yang begitu mulia bisa kita pelajari hanya dari sebatang pohon yang layu. Hal inilah yang mengelitik rasa keingintahuanku dari tema acara Ai De Xi Wang pada hari Minggu tanggal 13 Juni 2010 di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat. Tekad itu pun mengalahkan rasa malas yang muncul dengan tiba–tiba. Maka setelah selesai melakukan persiapan aku pun berangkat menuju Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang berada dalam satu kompleks dengan Perumahan dan RSKB Cinta Kasih Tzu Chi.

“Ai De Xi Wang” itu sendiri adalah kelas budi pekerti untuk siswa dan siswi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. “Ai De Xi Wang” berarti “Harapan Cinta Kasih”. Sebanyak 23 orang relawan berkumpul untuk melakukan briefing pembagian tugas masing-masing. Aku sendiri mendapat bagian untuk mencatat sejarah atau bertugas sebagai relawan dokumentasi. ”Hore..,” kataku dalam hati. Senangnya berpartisipasi dalam bagian ini, karena aku bisa menggali lebih dalam lagi tentang “Memahami Dharma Melalui Sebuah Pohon Layu”.

Sedikit Demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bukit
Tepat pukul 08.00 WIB acara pun dimulai. Acara di awali dengan absensi yang dilakukan seluruh peserta Ai De Xi Wang yang dibarengi dengan pengumpulan celengan bambu. Celengan bambu ini adalah asal muasal sumber dana bagi Master Cheng Yen saat mendirikan Tzu Chi. Kini aku lebih mengerti apa maksud dari penggunaan media celengan bambu, mungkin seperti pepatah zaman dahulu “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”. Tidak peduli seberapa besar kita menabung, asalkan itu dilakukan dengan konsisten maka akan membuahkan hasil yang optimal, dan semangat itulah yang hendak disampaikan kepada anak–anak di Ai De Xi Wang.

Setelah pengumpulan celengan bambu, acara dilanjutkan dengan senam Hulala danmerawat tanaman. Dengan sangat telaten anak–anak memotong dahan–dahan maupun daun yang sudah mulai layu. Sambil memotong tanaman yang layu, para relawan bertanya kepada anak–anak. “Adik-adik tahu tidak apa maksud dari memotong daun yang layu ini?” tanya Shijie Utari, salah satu mentor. Lalu dengan gaya khas seorang guru, beliau pun menjelaskan bahwa kita sebagai manusia harus membuang sifat-sifat kita yang buruk-buruk, seperti dengki, iri hati, pemarah, usil, dan sifat-sifat buruk lainya. Sama halnya seperti yang sedang kita lakukan terhadap tanaman ini supaya dapat tumbuh lebih baik dari sebelumnya. “Yah, kita memang harus membuang sifat-sifat buruk yang ada di dalam diri kita sehingga kita dapat menjadi orang yang lebih baik lagi ke depannya. “Ternyata inilah yang dimaksud dari memahami Dharma dari pohon yang layu, ternyata Dharma tidak berada jauh dari kita,” pikirku dalam hati.

foto  foto

Ket: - Utari Shijie sedang menjelaskan kepada anak-anak maksud dari memotong daun yang layu pada             tumbuhan. (kiri)
          - Dengan penuh kasih sayang relawan merapikan seragam dan rambut anak-anak Sekolah Cinta Kasih             Tzu Chi. (kanan)

Setelah selesai memotong dahan dan daun yang layu mereka pun melanjutkan dengan menambahkan tanah yang sudah dicampur dengan pupuk dan ditutup dengan menyiraminya dengan air. Pada akhirnya seluruh tanaman selesai dibersihkan, dan semuanya tampak menjadi lebih segar dan indah. Begitu pula dengan kita, jika hal-hal yang buruk sudah kita singkirkan, maka dengan sendirinya kita akan menjadi manusia yang lebih segar dan menarik. Sebelum kembali ke kelas untuk melanjutkan rangkaian acara selanjutnya, sebagai pelepas dahaga anak-anak dapat menikmati buang semangka yang segar. Dengan buah semangka yang sudah dilengkapi dengan rasa cinta kasih dari Shigu dan Shibo, rasa lelah pun serasa sirna.

Bersyukur Atas Apa yang Kita Miliki
Rangkaian acara selanjutnya adalah belajar bahasa isyarat tangan yang baru, berjudul “Wo Xing Fu” (Aku Sangat Berbahagia). Kebetulan aku diminta untuk membantu untuk mengatur lagu dan teks yang akan digunakan nanti. Karena hal itu aku mempunyai kesempatan untuk membaca arti dari lagu tersebut lebih dahulu. ”Seharusnya aku berbahagia, ketika aku mengetahui banyak orang yang kelaparan dan tidak mempunyai rumah, seharusnya aku berbahagia. Ketika masih ada orang yang menangis sendirian dan tidak mempunyai orang tua, seharusnya aku merasa bersyukur.” Begitu kira-kira arti dari bagian reff lagu Wo Xing Fu.

Pada saat itu juga aku mulai merasa bersyukur dengan apa yang aku miliki sekarang, karena masih banyak saudara-saudara kita yang kurang beruntung hidupnya. Seperti yang sering Master Cheng Yen katakan “Gan En”,  sebuah kata yang singkat namun dalam artinya. Tanpa kita sadari, kita masih sering mengeluh tentang segala hal dan tidak menyukuri apa yang kita miliki sekarang. Janganlah selalu memandang ke atas, tetapi sesekali lihatlah kebawah, maka kita akan merasa lebih beruntung dari pada mereka yang menderita. Bahasa isyarat ini segera dipraktikkan oleh para mentor, supaya anak-anak Ai De Xi Wang memahami gerakan-gerakan dari lagu ini. Kemudian anak – anak pun mulai mempelajari lagu tersebut dan memperagakannya berdasarkan kelompok mereka masing- masing.

foto  foto

Ket: - Agar anak-anak sehat juga jasmaninya, mereka diajak untuk melakukan Senam Hulala. Seperti             peribahasa, "Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat". (kiri).
         - Bao Bing Shigu mengajarkan anak-anak bahasa isyarat tangan. Beliau menambahkan, selain belajar             membuang sifat-sifat jelek, hal lain yang bisa kita pelajari dari pohon adalah di mana pohon selalu             menerima air apa saja yang disiramkan kepadanya. (kanan)

Sebelum acara ditutup, anak–anak diminta untuk sharing tentang kesan-kesannya selama mengikuti kegiatan hari itu, salah satunya bernama Jessica, “Saya lebih berbahagia hari ini karena bisa bekerja sama untuk membersihkan lingkungan sekolah saya, dan untuk isyarat tangannya itu sebenarnya mudah dilakukan hanya dengan semangat yang lebih dan memiliki niat yang kuat.” Sebagai penutup Bao Bing Shigu memberikan pengarahan tentang apa yang dilakukan tadi pagi. Beliau pun menambahkan selain belajar membuang sifat-sifat jelek kita, hal lain yang bisa kita pelajari dari pohon adalah di mana pohon selalu menerima air apa saja yang disiram kepadanya supaya dapat terus tumbuh. Untuk tumbuh menjadi lebih baik maka kita harus memberikan pupuk. Karena itu pula kita juga harus bisa menerima setiap makanan yang ada, kita tidak boleh memilih-milih makanan, dan tentu saja makanan yang kita makan harus bergizi supaya kita dapat tumbuh dengan baik. Mendengar hal ini aku langsung berdecak kagum, ternyata hanya dari sebatang pohon, kita bisa banyak mendapat banyak pelajaran, sungguh sebuah pelajaran yang dapat membimbing kita untuk menjadi orang yang lebih baik lagi.

Dan pada akhir acara diberitahukan bahwa total dana yang terkumpul dari celengan bambu anak–anak mencapai ratusan ribu rupiah, dan dana tersebut akan digunakan untuk membantu Tzu Chi dalam membangun Aula Jing Si, sehingga anak-anak Ai De Xi Wang mempunyai kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan rumah insan Tzu Chi  di Indonesia ini. Sebagai penutup, para mentor dan anak-anak berdoa supaya dana yang telah mereka kumpulkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.  Anak-anak pun, termasuk saya pulang ke rumah masing-masing dengan membawa pelajaran yang sangat berharga dari sebatang pohon yang layu.

  
 
 

Artikel Terkait

Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Kehidupan yang Bahagia

Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Kehidupan yang Bahagia

28 Januari 2018

Kisah perjuangan Atta Shixiong dalam melepas kebiasaan buruknya: merokok dan berjudi. Ujian kembali menghampiri ketika ia divonis dokter mengidap tumor di kepala. Selepas dari ujian tersebut, tekadnya semakin besar untuk terus melangkah di jalan Tzu Chi.

Pemberkahan Akhir Tahun: Drama Musikal Sutra Bakti Seorang Anak

Pemberkahan Akhir Tahun: Drama Musikal Sutra Bakti Seorang Anak

05 Februari 2014 Yang diharapkan kedua orang tua dari anak-anaknya, bukanlah kekayaan materi, namun kebahagiaan sang anak, juga kebersamaan dan perhatian dari sang anak.
Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -